Spontan dahi Tika mengernyit. Dia langsung menjuruskan pandangannya pada Mella, menatap manik mata Mella dalam – dalam. Tika hanya bingung dengan sifat Mella yang selalu berubah – ubah, contohnya saat ini yang awalnya begitu sabar menghadapi gosip buruk, sedangkan sekarang malah ingin menghapus web.gosip itu.
“Apa? Gue nggak salah denger?” tanya Tika dengan alisnya yang menyatu.
“Nggak Tik, gue bener – bener pengen menghapus web.gosip itu. Gue udah capek tiap hari telinga gue mendengar gosip buruk,” balas Mella lalu mengalihkan pandangnnya ke arah taman di depannya.
“Ya sepertinya kesabaran lo udah habis makanya lo pengen ngehapus itu web.” Tika memahami perasaan Mella yang sepertinya sudah mulai lelah menghadapi gosip – gosip buruk tentangnya.
“Gue masih bisa sabar kalau gue digosipin buruk, tapi gue kasihan aja kalau teman, dan orang terdekatku juga terkena imbas dari gosip buruk itu.” Mella menjelaskan alasannya ingin menghapus web.gosip.
“Ohh gitu, terus ngapain pakai ngomong berdua segala? Kan Kirana sama Safira juga mungkin bisa bantu,” ujar Tika.
“Ya kan tadi mau bilang, tapi sekelompok mahasiswi di belakang itu yang buat gue nggak jadi ngomong, jadi pengen pergi malahan,” balas Mella menjuruskan pandangannya ke arah Tika.
Tiba – tiba suara derap langkah yang begitu cepat mendekati Mella, dan Tika yang tengah duduk manis di kursi pinggir taman. Suara derap langkah itu berasal dari suara sepatu milik Safira, dan Kirana yang berlari ke arah Mella, dan Tika.
“Mana master?” tanya Safira tiba – tiba dengan nafas yang masih tersengal – sengal. Pandangannya menyapu seisi taman, tapi dia masih tidak menemukan sosok master.
“Lo telat, dia udah pergi sama kawan – kawannya,” jawab Tika.
“Yaahhhhhh... padahal gue pengen banget lihat wajahnya dari dekat.” Safira cemberut lantaran hanya karena tidak sempat melihat wajah yang katanya master.
“Lo nggak bilang – bilang kalau ada master. Gue dan Safira baru tau dari gosip yang diposting hampir tiga puluh menit yang lalu,” timpal Kirana lalu mengusap punggung Safira yang wajahnya terlihat cemberut, dan lemas.
“Ihhh kalian itu kenapa? Cuma gara – gara telat lihat siapa kata kalian itu? Master? Langsung cemberut dan lemas gitu, toh dia sama – sama mahasiswa kayak kita,” kesal Mella melihat kedua temannya yang langsung cemberut hanya karena terlambat melihat sosok yang katanya master, seakan ekspresi mereka sama halnya dengan terlambat mengumpulkan essay. Mella semakin dibuat penasaran dengan sosok master bernama Alan yang bisa menghipnotis semua mahasiswi universitas Absara, bahkan ketiga temannya.
“Coba lo tau gimana wajah Alan lo pasti udah kayak kita,” balas Safira. Memang benar, saat mahasiswi berada di pinggir lapangan tadi dengan sorakan nama Alan, Mella juga tidak terlalu memerhatikan kedua tim basket itu beradu kemampuan, Mella hanya fokus pada ponselnya. Entah kenapa Mella tidak tertarik dengan nama Alan, mungkin hanya karena belum melihat wajahnya.
“By the way tadi gue baca sedikit gosip tentang Alan, tapi kenapa gosip itu hanya ada satu, dan udah diposting satu tahun yang lalu?” tanya Mella. Dahinya mengernyit.
“Emang kenapa?” tanya balik Tika, kemudian memandang Mella yang sepertinya tengah berpikir.
“Gini gini, di web.gosip itu kan hampir seluruh mahasiswa universitas Absara pernah menjadi bahan gosip yang minimal dua sampai tiga gosip. Kenapa Alan hanya ada satu gosip saja?” lanjut Mella memperkuat pertanyaan awalnya.
“Gue tau, itu karena master Alan merupakan idola universitas Absara, dan dia juga pinter sekaligus ahli IT, jadi penggosip nggak mau menggosipkan idola mereka apalagi sampai menjelekkan namanya,” jelas Safira.
Mella mengangguk karena rasa penasarannya yang sudah tuntas mengenai sosok Alan yang banyak digemari itu. Kini tinggal satu yang belum tuntas bagi Mella, yakni bagaimana wajah dari Alan itu, hingga bisa membuat Safira, dan Kirana cemberut lantaran hanya karena terlambat melihat sosok master Alan.