X Class 007

Adinda Amalia
Chapter #19

19: Takraw

"Dikeluarkan dari sekolah? Candaan macam apa itu?" Litan panik. "Bukannya itu terlalu berlebihan, Pak Ramu? Ini sudah tahun ketiga saya di SMA Jagadhita. Seharusnya sebentar lagi lulus!"

"Saya juga keberatan, Pak Ramu." Juis tampak syok. Sebagai siswa yang setara kelas sebelas, kemungkinan dia tak ingin menyiakan-nyiakan perjuangan selama ini. "Kalo dikeluarkan dari sekolah, saya gak tahu harus ngapain lagi!"

Bisa-bisanya dia bicara begitu dengan wajah serius!

Namun …, aku kembali menatap Pak Ramu, apa-apaan hukuman itu! Persentase keberhasilan solid kami di bawah sepuluh persen. Artinya, tinggal menunggu waktu sampai kami ditendang dari SMA Jagadhita.

Kupikir asumsi hari itu hanyalah candaan, nyatanya malah terjadi! “Kok nama saya gak ada di sana? Saya masih siswa SMA Jagadhita kan, Pak? Kemarin baru aja selesai PLS, masa tiba-tiba ditendang keluar gitu dari sekolah?”

Aku benar-benar terancam dikeluarkan dari sekolah!

Pak Ramu menjelaskan bahwa beliau hari ini mengunjungi kelas karena ingin melihat siswanya—ini masih pekan Tujuhbelasan sehingga tak ada pelajaran, kemudian pergi. Meninggalkan tujuh siswa di sepetak ruang yang masih mencekam.

Si bocah menggemaskan di sebelahku, menggerutu sedih, "Hapi masih pengen bersama teman-teman …."

Ogya menyandar kursinya. "Kalo gitu gue bisa cepet-cepet ngusir wajah sialan kalian dari hidup gue!"

"Kenapa kalian kayak pesimis gitu?" Litan memandang lekat, bergantian kanan-kiri. "Satu persatu dari kalian dipilih untuk bergabung ke sini dengan harapan besar."

Yang milih kan elu! Jangan sok suci gitu! Aku menahan diri kalimat tersebut tak terucap. Bila dipikir, harapan itu sepertinya hanya tersisa di pundak Litan seorang. Bahkan diriku sendiri, sudah ingin menyerah.

Huande sedikit menggeser pandangan ke sang ketua kelas. "Kita emang gak ada kesempatan buat solid."

"Mungkin emang ada, tapi gak ada yang tertarik buat ngambil kesempatan itu." Bangkunya berada di dekat pintu yang terbuka, fokus mata Raung mengarah jauh ke sana.

Satu kalimat, tetapi berhasil membuat seisi kelas seketika hening.

Terlepas dari apa yang mereka katakan barusan, masih ada rasa kesal dan kekecewaan terpendam di dalam diri kami semua. Aku memang tak tahu persis, tetapi perasaan mereka seolah terasa dari udara sekitar yang mendadak menjadi panas.

Entah geram karena tak bisa mencapai apa yang diinginkan—solid, ataupun menyesal karena hanya membuang-buang waktu di X Class.

Meski masih jauh, tetapi aku telah bisa melihat itu. Hari di mana kami akan didorong pergi dari gerbang SMA Jagadhita, kemudian semakin terpecah dengan jalan masing-masing.

Mungkin hancurnya X Class menjadi satu-satunya cara agar kami tak bertengkar lagi. Terdengar seperti kabar baik, tetapi entah mengapa juga terasa pedih.

"Temen-temen." Litan melangkah ke depan kelas. "Gue gak maksa, tapi … gue berharap kita bisa nunjukin solid di lomba takraw hari ini."

Litan memandang kami—sekilas terkesan mendalam. "Gue tahu ini mungkin gagal, tapi gue tetap pengen jelasin rencana ini.” Dia menyalakan layar LCD, lantas mencorat-coret di aplikasi catatan. “Karena kita bertujuh, bisa dibagi jadi tiga anggota inti, dua anggota cadangan, dan dua penyemangat."

Fokus Litan lantas tertuju kemari. "Kay, bisa minta bantuan?"

Aku langsung beranjak meninggalkan bangku sambil agak menunduk. Tak menatap siapa pun. "Lakukan semua sesuka kalian. Mau ikut takraw atau mundur dari lomba itu, gue gak peduli."

Aku terlanjur kesal dengan sang ketua kelas, tak peduli dia memiliki ambisi sebesar apa pun untuk menyolidkan kami. Masa bodoh dengan X Class! aku ingin kali ini memikirkan diri sendiri seorang, bukan orang lain!

Aku lelah.

"Kay?" Litan agaknya terkejut.

Aku berhenti di ambang pintu.

Litan menghela napas. "Akhir-akhir ini lu beneran kelihatan beda. Gue emang udah berkali-kali marah tentang itu, tapi gue masih berharap bisa percaya sama lu sampai akhir."

Wajah tetap datar tanpa menyiratkan apa pun. Namun, dalam batin, aku benar-benar tersentak.

Ucapan Litan membuat hatiku goyah, menjadi terasa berat. Aku sendiri yang dulu memutuskan untuk membantu sang ketua terkait usaha solid kami, tetapi sekarang aku malah ….

Sesungguhnya bayang-bayang akan hukuman—dikeluarkan dari SMA Jagadhita—tak henti mengganggu pikiran. Bila aku tetap seperti ini hingga akhirnya X Class dinyatakan gagal dan kami semua dikeluarkan dari sekolah, secara tak langsung aku akan disalahkan.

Tak mau!

Aku tak menanggung beban seberat itu!

Lihat selengkapnya