X Class 007

Adinda Amalia
Chapter #24

24: Rencana Solid Terakhir

Sorakan penonton di sekeliling lapangan, terdengar lebih kencang dibandingkan hari lalu. Terik matahari menyengat kulit, memaksa konsentrasiku meningkat.

Mungkin perubahan suasana sekitar sekadar karena semangatku maupun enam pemuda lainnya, sedang membara. Tak heran, hari ini adalah lomba takraw babak kedua.

Kami tak akan membiarkan kelas XI-BHS 2, tempat Arjita berada, untuk menang!

Kemenangan akan ada di tangan kami. X Class tak mungkin kalah! X Class bisa membuktikan solidaritas!

Kami berenam—Raung belum kemari karena dia bilang ada keperluan sebentar—telah berkumpul di lapangan, perlombaan akan dimulai dalam lima belas menit.

Litan, Huande, Hapi, Juis—dan Raung juga kulihat tadi—mengenakan setelan olahraga SMA Jagadhita—kami belum sempat memesan kaos kelas. Sementara aku dan Ogya mengenakan seragam biasa, tentu dengan blazer hitam bertulis X Class kebanggaan kami.

Kemarin sore, sang ketua kelas menjelaskan rencana. Agar kami terlihat solid, semua harus terlibat. Litan, Raung, dan Huande akan menjadi pemain utama. Juis menggantikan Huande di pertengahan ronde pertama—dan ketiga bila sampai, Hapi menggantikan Raung sebentar di ronde kedua. Sementara aku dan Ogya menjadi supporter.

Aku mengambil napas banyak-banyak, memantapkan tekad. Semua sudah tersusun rapi. Dengan satu tujuan, mengalahkan Arjita dan membuatnya tak bisa lagi mengejek X Class, kami akan bergandengan tangan!

Ini pertama kalinya kami bertujuh bisa membuat kesepakatan bersama akan rencana solid. Aku berusaha optimis dan berpikir positif akan keberhasilan!

Selama kita memiliki satu tekad yang sama; kesempatan untuk membentuk solidaritas di tengah perbedaan, meski sekecil apa pun, tak akan bisa sirna!

Selembar kertas diletakkan kasar di dada Litan, oleh Raung yang baru saja datang. Menimbulkan bunyi menghentak. Spontan kami menoleh ke sang ketua kelas dan wakil ketua dua.

Aku memandang Raung lekat-lekat. Parasnya datar dengan sorot tajam seperti biasa, tetapi entah mengapa aku tiba-tiba menjadi waspada. Seolah, ada sesuatu yang berbeda dari pemuda itu—dan aku takut akan hal tersebut.

Hanya dalam hitungan detik, suasana berangsur tegang secara drastis.

Usai kertas diterima oleh Litan, Raung bicara, "Pak Ramu tahu tentang itu, bahwa kita gak berpotensi buat solid."

Aku seketika mengerutkan alis.

Sedikit menyipit dengan tatapan kian tajam—dia sedang serius, Raung melanjutkan, "Mulai dari karnaval yang gak diikuti kita bertujuh secara lengkap, sampai pertengkaran di lomba takraw babak pertama dulu."

Raung menoleh ke Litan, "Barusan gue ketemu beliau, lalu gue diminta buat menyampaikan ke ketua kelas dan kalian semua."

Tiba-tiba saja, ada sesuatu yang berbeda dari Raung—meski sedikit dan sebentar, aku bisa merasakannya. "Pak Ramu gak pengen kita berakhir dikeluarkan dari sekolah hanya karena gagal memenuhi tujuan X Class. Maka karena itu, beliau memutuskan buat memasukkan anggota baru ke X Class."

Pandangan Raung kembali ke Litan, dengan sorot mata tajam nan sedikit mendalam yang sulit diartikan. "Sekarang kita diberi waktu buat menentukan siapa yang akan pergi … menggantikan si anak baru itu."

Hapi mendongak, memandang pemuda itu. "Anak barunya … siapa?"

Raung beralih ke lelaki imut itu. Terdiam sejenak. "Arjita."

Tak mungkin ….

Jantungku seketika bagai berhenti berdetak.

Mengapa harus nama itu?

Huande sedikit menggeser tatapan, memandang segala arah tanpa benar-benar fokus. Parasnya masih tenang seperti biasa, tetapi aura panas yang bergejolak terlihat buka main. "Gue rasa kemarin kita berdebat sama manusia, ternyata bukan."

Juis spontan memekik, “Apa-apaan sih?” Amarahnya menggelora seketika, seolah dia akan menghabisi siapa pun yang beraninya menyenggol tanpa izin. “Pada akhirnya omongan Arjita terpenuhi juga! Sial!”

Ogya bergumam singkat. “Kabar baik dong,” dia membuang muka, tak mau memandang kami, “lagian gue gak terlalu suka berada di X Class.”

Jemariku menggenggam perlahan. Ogya selama ini memang hampir selalu menolak rencana solid. Namun, waktu telah berlalu. Kemarin, dia berubah. Sorot matanya yang sedikit melembut—saat melihat Juis bahagia menerima kemenangan di lomba pukul kendi, telah menjelaskan semua.

Aku tahu Ogya tak benar-benar ingin mengatakan itu.

Litan menatap Raung kesal. "Gue gak percaya! Gak usah ngarang lu, yang milih siswa X Class itu gue sendiri! Kenapa Pak Ramu pengen mengganti salah satunya tanpa rundingan sama gue?"

Aku pun merasa itu tak masuk akal. "Lagian, bukannya siswa-siswa X Class gak bisa diubah semudah itu?"

Raung bergeser kemari, "Lu bener, Kahiyang. Kita emang gak bisa apa-apa terkait daftar siswa X Class. Tapi kalo Pak Ramu atau Kepada Sekolah yang bertindak, hasilnya tentu beda."

Lihat selengkapnya