Suasana sore ini cukup menegangkan, Maharani memutuskan untuk mengoprasi Shani dia tidak punya opsi lain selain harus menyedot sumbatan darah pada kepala anaknya itu. Shani yang lemah kini berada di meja oprasi bersama Dokter Panji, dokter yang menanganinya sejak awal. Saat tengah duduk dan berdoa seorang polisi mendatangi Nicole dan Maharani yang berada di ruang tunggu operasi, Bagas polisi itu meninfokan perihal saluran CCTV yang meledak. Nicole yang sudah tahu mengenai hal itu menatap diam lalu pergi meninggalkan ruangan. Nicole berpikir mungkin saja ada bukti lain selain CCTV di luar lorong apartemen, tidak mungkin mengetuk pintu unit satu persatu dan mengecek adanya CCTV lain.
Maharani hanya bisa berdoa dan memohon agar dia bisa kembali berkumpul dengan putri-putrinya, dia sangat miris mendengar laporan dari Bagas yang mengatakan CCTV sudah tidak dapat di harapkan, sementara olah TKP yang berada di apartemen Shani tidak mendapatkan bukti sidik jari oranglain selain Shani.
Nicole kembali masuk ke dalam ruangan, dia menarik napas panjang sebelum menghampiri Maharani dan Bagas. Dia berjalan menuju mereka, lalu meminta Bagas ikut denganya. Mereka berdua sudah ada di lorong koridor dan berdiri menghadap taman rumah sakit, Nicole memberitahu Bagas kemungkinan apa yang terjadi pada Shani.
“Mungkin aja dia gak lewat lorong utama atau lobby karna pasti itu mencuri perhatian orang-orang. Kita harus tanya orang-orang yang tinggal di dekat pintu darurat siapa tahu ada yang melihat orang aneh masuk”
“Kalo ada yang liat orang dengan kelakuan aneh pasti orang itu bakal di stop atau gak dia lapor ke Security”
“Ya kita cek dululah kebenaranya, kalaupun gak ada kita ya udah”
“Gak sesimple itu Mba”
“Nichol, nama gue Nicole bukan Mba”
“Oke Nicole”
“Kasus kayak gini tuh harus punya banyak kemungkinan apalagi sekarang CCTV apartemen gak bisa dipake”
“Oke saya terima saran kamu, besok saya akan kerahkan teman-teman saya untuk mengecek setiap lantai yang dekat dengan tangga darurat”
“Gue ikut”
“Hah? Kamu udah ada surat izin meliputnya?”
“Buat apa sih surat izin segala kan udah jelas gue ini pers, plus adik dari Shani”
“Saya gak bisa membiarkan kamu ngerecokin kita”
“Gini deh kita liat besok kalo sampe gue ngerecokin kalian kerja oke gue bakal diem dan tunggu informasi dari kalian tapi kalo besok gue mempermudah kalian, gue mau ikut ngupas kasus ini. Deal?” diakhirinya dengan mengulurkan tangan
“Oke Deal” menerima uluran tanggan dari Nicole
Nicole kembali ke dalam ruangan tunggu operasi, ternyata sudah ada Wulan disana, dia bersama Maharani duduk sambari berdoa. Nicole memandang Wulan lekat-lekat, dia mulai memikirkan apakah jangan-jangan Wulan adalah pelakunya? Dia bisa kapan saja mengakses apartemen Shani, dia tahu semua tentang Shani akhir-akhir ini.
Nicole kembali duduk bersama Maharani dan Wulan, dia kembali berdoa untuk segala kesembuhan Shani.
*****
Operasi berjalan lancar, oprasi kali ini ditangain oleh dokter Amran spesialis neurologi, dokter Amran mengatakan bahwa kondisinya masih kritis, sekarang dia mengalami koma dan dokter tidak bisa memprediksi akan berapa lama Shani koma. Dokter Amran mengingatkan sering bercerita atau berbicara untuk memancing kesadaran Shani dari komanya.
Maharani dan Nicole tidur di rumah Sakit sembari menjaga Shani, Wulan masih belum pergi dari rumah sakit, dia berkata bahwa banyak media yang menginginkan klarifikasi dan update kondisi terbaru dari Shani. Maharani mengatakan pada Wulan kalo dia akan mengadakan konfersi pers malam ini, dia meminta agar Wulan mengurus semua keperluanya. Maharani bertindak seperti ini untuk menjaga nama baik anaknya dia tidak mau jika anak-anaknya mendapat cap negative dari publik.
Sore ini keluarga dari Shani termasuk Managernya melakukan konfersi pers dengan menggandeng pihak rumah sakit. Nicole yang tidak mau bersingungan dengan media memutuskan untuk tetap tinggal di kamar Shani, dengan menonton live preskon di-TV. Nicole menggegam tangan Shani sembari menatap
” Nini cepet sadar ya, Niki mau deh temenin Nini belanja tas, liburan ke Singapure sekalian nostalgia kampus Nini” Nicole tersenyum kecut dan mengelus kening Shani
“Kalo lue lagi sadar terus aku panggil lue Nini, pasti lue bakal geplak pala gue. Ni cepet sembuh ya, andai aja lue kasih tahu ke gue kalo Galang itu cowo lue, gue yakin gue adalah orang pertama bakal ngelarang lue berhubungan sama dia. Dia itu cuma mau menang sendiri tahu gak” kalimatnya diakhiri dengan mengecup punggung tangan Shani.
“Pemirsa sebentar lagi akan di adakan konfersi pers dari kasus penembakan Shani Brown, dilansir dari putramedianews.com bahwa penyanyi Shani Brown mengalami depresi sehingga dirinya melakukan percobaan bunuh diri, namun bagaimana tanggapan dari pihak keluaga masih belum dikonfirmasi, kembali ke studio Rini” kata salah satu reporter di salah satu stasiun TV.
Konversi pers dimulai Maharani selaku keluarga membuka konversi perss dengan mengucapkan terimakasih kepada media yang bersedia hadir, serta meminta doa untuk kesembuhan Shani, hal pertama yang di klarifikasikan oleh Maharani adalah dia menyangkal jika Shani depresi dan mencoba bunuh diri, karna Maharani sudah mendidik Shani dengan baik, kalau ada apa-apa Shani juga akan cerita ke Maharani, klarifikasi tersebut juga di tegaskan dengan keterangan Wulan yang menjelaskan kenapa Shani pergi ke Psikiater, dia berkata jika Shani pergi ke sana untuk mengecek OCD yang dialaminya serta serangan panic yang selalu mengahampirinya di saat yang tidak seharusnya.
Nicole yang menyaksikanya dari layar kaca televisi terus mengamati gerak gerik Wulan, kecurigaan itu diperkuat dengan Wulan yang terus menarik napas panjang saat mendengarkan Maharani menyatakan pendapat mengenai anak-anaknya. Gelagatnya gelisah seperti ingin menyudahi konversi tersebut. Salah satu wartawan menyatakan kalau beberapa bulan lalu Shani dan Wulan sepat bersinggungan di sosmed, dia menyanyakan apakah masalah tersebut sudah selesai atau belum, Wulan hanya menjawab dengan senyum lebar lalu berkata “next question”.
Nicole yang tadi duduk memegangi tangan Shani tertegu, dahinya berkerut lalu dia berjalan kearah sofa diaman tasnya di letakan, dia mengambil printer foto wairles yang ada ditas lalu mengprint foto Wulan, dia menempelkan foto tersebut pada sebuah buku harianya, lalu menuliskan kemungkinana apa yang terjadi antara Shani dan Wulan.
Jam menunjukan pukul 11:30 malam, Nicole masih belum bisa tidur dia mencoret-coret kertas yang berisi foto Wulan, apakah jangan-jangan Wulan adalah otak di balik semua ini? Apa motif Wulan untuk mencelakai Shani? Nicole mulai mencatat bagaimana sekiranya kejadian tersebut berlangsung, kemungkinan kejadian penembakan dilakukan pada dini antara pukul 4-5 pagi, jika itu dilakukan pada malam hari kemungkinan Shani tidak akan selamat, kemungkinan pelaku mengetahui jika Shani mempunyai izin kepemilikan senjata api, kepala Shani mengalami cedera artinya dia membawa benda tumpul untuk menyerang Shani, jika pelaku berniat mencuri maka dia akan membuat apartemen milik Shani berantakan lalu mengambil beberapa benda berharga milik Shani sedangkan ini tidak, kasur Shani terlihat rapi hanya ruang studionya yang berantakan.
*****
Ke esokan harinya Nicole sudah bersiap untuk pergi ke apartemen Shani, dia pasti bisa menemukan sesuatu disana. Sebelum berangkat Nicole mencium punggung tangan Maharani untuk pamit pergi, Maharani membalas dengan mencium pucuk kepala anaknya itu, dia berdoa semoga Tuhan senatiasa menjaga dan melindungi Nicole, namun Nicole merasa aneh dengan perlakuan Maharani ini, sudah lama sejak dia keluar dari rumah tidak mendapat perlakuan seperti itu. Nicole tidak lupa menjumpai Shani lalu berbisik di telinga Shani. Saat berjalan di lorong, Nicole bertemu dengan Wulan, dia tidak sesedih kemarin, hari ini nampaknya dia agak ceria, Wulan sempat di tegur Nicole.
“Abis dari mana pagi-pagi gini Mba?”
“Abis ketemu sama orang, lue sendiri tumben pagi-pagi udah rapih aja mau kemana?”
“Ada urusan sama Bagas”
“Bagas? Polisi yang nyelidikin kasusnya Shani?”
“Iya”
“Nic, mending Lue gak usah ikut-ikutan deh daripada lue kenapa-kenapa”
“Lah gimana Mba? Shani tuh sodara gue, dan gue punya hak buat cari tahu apa yang terjadi sama Shani. Lue kenapa panik gitu dah?”
“Oh engak panik kok, gue cuma takut terjadi apa-apa sama lue aja, ya masa Shani udah masuk rumah sakit lue ikutan masuk rumah sakit juga”
“Lue pagi-pagi udah aneh deh Mba, udah ya gue mau jalan dulu. Oh ya mobil Shani sementara gue bawa, lue kalo ada apa-apa butuh mobil pinjem Mama dulu aja”
“Oke Nic”
Nicole berjalan ke parkiran rumah sakit, dia melihat masih ada beberapa wartawan yang masih berada disana untuk menunggu kabar terbaru dari Shani, dia masuk mobil lalu mulai melajukan mobil itu keluar dari rumah sakit menuju apartemen Shani. Disana sudah ada beberapa polisi dan juga wartawan. Ketika Nicole baru turun dari mobil dia sudah disambut dengan pertanyaan para wartawan yang terus menanyakan kabar terbaru dari Shani, dan mereka juga menanyakan kenapa dirinya ada disana saat ini. Nicole yang tidak menjawab justrus stuck di tempat tidak bisa bergerak, dalam beberapa detik disana Nicole tidak bisa apa-apa dia tidak akan membiarkan sepatah katapun terucap dari mulutnya sebelum kasus Shani menemukan pelakunya. Beberapa orang polisi membantu Nicole keluar dari kerumunan wartawan dan membantunya masuk ke dalam apartemen bertemu dengan Bagas.
Nicole naik lift menuju apartemen Shani yang berada di lantai 22 gudung ini, ketika pintu lift terbuka sudah ada beberapa policeline yang diletakan dalam pintu apartemen Shani. Didalam apartemen sendiri sudah ada beberapa polisi yang mengenakan APD dan menabur serbuk Bagas berada di ruang makan yang tepat berhadapan dengan studio mini Shani. Nicole menghampiri Bagas, dia bertanya apa yang di lakukan polisi tersebut.
“Itu mereka lagi nabur bubuk putih, siapa tahu ada sidik jari yang tertinggal, jadi setelah mereka kasih bubuk itu lampu bakal dimatiin dan kita bisa liat dari lampu khusu kalo ada serbuk yang nyala kemungkinan itu adalah bekas darah atau kalo lagi hoki bisa ketemu sidik jari”
“Oh.. gitu. Gue mulai curiga sama satu orang, beberapa hal bisa jadi motif dia nembak Shani”
“Siapa?” kata Bagas sambil menaikan satu alisnya.
Nicole mengeluarkan sebuah buku yang semalam dia coret-coret dia analisa. Bagas yang membaca analisa dari Nicole cukup termenung, semua kemungkinan itu masuk logika, namun dia harus mencari tahu terlebih dahulu mengenai masalah apa yang terjadi antara Shani dan Wulan. Saat sedang menganalisa salah satu polisi menemukan jejak darah yang sepertinya sudah di bersihkan serta ada cap sepatu namun sayang hanya bagian belakang dari sepatu itu yang bisa diterlihat, terdapat motif ukiran dari sepatu serta nomer yang tidak terlalu jelas. Nicole bertanya apakah ini jejak dari si pelaku? Namun sayang mereka harus mengkaji ulang perihal cap sepatu tersebut. Nicole membolak-balik foto tersebut, dia terus mengira-ngira itu motif sepatu dari brend apa dan berapa nomer yang tertera di sana.
“Jadi kemungkinan korban diangkat bukan diseret kedepan pintu?”
“Iya pak sepertinya demikian, sepertinya korban di tembak di depan drum itu, lalu setelah korban jatuh korban diangkat ke arah pintu, kemungkinan pelakunya ada lebih dari satu orang Pak.”
“Bagaimana dengan penghuni lain kamu sudah menanyakan kepada mereka apa mereka mendengar suara tembakan?”
“Lantai ini hanya 2 unit Pak, satu lagi ada di pojok namun usianya sudah tua, bahkan mereka memerlukan alat bantu dengar, dan menurut penghuni lantai dibawah ini ada segrombolan pemuda yang mengadakan pesta sampai dini hari, mereka bahkan sempat menyalakan petasan saat menjelang pagi”
“Yakin itu suara petasan? Bisa jadi itu suara tembakan yang ada disini”
“Kami belum bisa memastinya, tapi dari keterangan yang diberikan segerombolan pemuda itu mengiyakan kalau mereka menyalakan petasan pada hari itu, namun mereka sedang dalam keadaan mabuk”
“Ada berapa bunyi petasan yang terdengar?”
“Satu kali Pak”
“Kenapa timelinenya pas banget ya? Seolah pelaku tahu kalau akan ada petasan yang nyala di jam itu” tanya Nicole.
“Pak ini ada beberapa jejak yang mengarah ke kamar mandi, sepertinya pelaku membersihkan sepatunya terbih dahulu di sana”
Nicole langsung mengambilnya dan melihat jejak sepatu dengan corak yang cukup banyak dan dia berhasil menemukan angka yang tertera pada sepatu tersebut 44, itu menandakan jika salah satu pelaku mempunyai ukuran kaki 44. Bagas bertanya pada Nicole berapa ukuran sepatu Wulan, Nicole menjawab kemungkinan di 38. Namun apakah Wulan mengenakan sepatu kebesaran untuknya. Bagas masih mengamati motif dari cap tersebut itu seperti merk sepatu vans atau bisa jadi vantofel, Nicole tiba-tiba saja berlari keluar menuju tangga darurat, Bagas yang kebingunangan dengan tingkah Nicole memutuskan untuk mengejarnya. Nicole mengamati lantai pada tangga darurat.
Mereka sudah turun 2 lantai Nicole terus mengamati pintu-pintu dan sudut ruangan yang berada di dekat lift dan tangga darurat. Bagas yang sedari tadi sudah kesal dengan tingkah Nicole yang seperti itu menarik lengan Nicole dan membuatnya berhenti pada sebuah unit yang berada di tengah-tengah anatara arah menuju lift dan pintu darurat. Mereka berargument di sana Nicole yang kekeh akan analisanya mencoba meyakinkan Bagas untuk mempercayainya, sedangkan Bagas yang tidak terlalu mempercayai analisa konyol Nicole berusaha meyakinkan bahwa tindakan Nicole itu sangat konyol dan tidak masuk akal. Nicole yang berusaha melepaskan tangan Bagas pada pergelangannya tak sengaja melihat sesuatu yang berkedip yang berada pintu salah satu unit.
“Itu apa ya?” tanya Nicole “ Kamera?” lanjutnya.
Bagas melepaskan gengamanya pada tangan Nicole lalu mengecek lebih dekat dengan sesuatu tersebut. Dia terus mengamati titik merah yang berkedip itu, sampai dia dibuat kaget dengan pintu yang terbuka dari dalam dan memeperlihatkan seorang pria dengan beberapa luka di tangan dan wajahnya. Mereka berdua kaget dan berteriak ketakutan melihat kondisi pria tersebut.
“Maaf Mas sama Mbaknya siapa ya?” kata pria tersebut.
“Saya Bagas, saya salah satu polisi yang nanganin kasus di lantai 22. Ini Nicole adiknya”
“Oh.. gitu ada keperluan apa ya Pak?”
“Gini, tadi saya liat ada merah-merah yang berkedip di pintu itu apa ya?” Tanya Nicole.
“Itu kamera yang sengaja saya pasang, kalo mba sama masnya liat kondisi saya yang seperti ini, ya inilah alasan saya pasang kamera disana”
“Hah?” respon Nicole.
“Boleh dijelaskan di dalam saja tidak?”
“Boleh silahkan masuk”
Mereka berdua masuk kedalam apartemen tersebut. Mereka cukup takjub dengan keadaan di dalam sana, pasalnya tidak jarang seorang laki-laki yang memiliki tempat tinggal sebersih dan serapih ini, bahkan terdapat tanaman yang berada di salah satu sudut ruangan yang dekat dengan jendela dan balkon. Mereka bertiga duduk di ruang tamu. Bagas bertanya lagi tentang apa yang terjadi pada pria tersebut.
“Saya juga gak tahu kenapa saya bisa seperti ini, saya sudah konsultasi dengan dokter dari Mami saya juga beliau hanya memberikan saya salep gatal saja, sudah dua minggu tapi hasilnya tetap sama saja bahkan lebih parah. Tadinya saya mau ke singapura atau ke dokter lain untu mengecek kulit saya ini, tapi Mami saya masih berusaha buat jalanin pengobatan alternative dulu”
“Kata dokter itu kenapa?” tanya Nicole
“Katanya cuma alergi sama sesuatu yang belum pernah saya ketahui sebelumnya. Tapi saya yakin ini pasti ulah seseorang yang tidak suka dengan saya, yang mencoba meracuni saya dengan sesuatu.”
“Oh..”
“Kalian tadi menanyakan kamera saya ada apa ya?”
“Saya mau cari tahu apakah ada seseorang berprilaku aneh yang dateng ke apartemen ini. Soalnya semua kamera cctv disini tidak bisa di akses filenya juga tidak terselamatkan”
“Seharusnya ada sebentar saya cek dulu filenya”
“Oke terimakasih”