Bagas masih bersama tim foresnsik dan menyelidiki apakah ada sidik jari orang lain selain sidik jari Prof Jerome. Semalaman dia tidak tidur sambil menunggu hasil foresik keluar sebelum diumukan ke publik.
“Pak Bagas istirhat saja dari kemarin bapak gak istirahat” kata salah satu tim forensic.
“Gak apa-apa Pak saya disini aja”
“Saya belikan kopi ya pak, mau kopi item atau kopi susu?”
“Kopi item aja pak, terimakasih ya Pak”
*****
Hari ini Nicole berencara bertemu dengan Marlo, pagi ini Marlo baru pulang dari liputanya di luar pulau.
“Tangan kenapa Lo?”
“Jatoh waktu naik motor”
“Lue udah berapa hari sih gak tidur Nic? Kantong mata lue item banget gitu”
“Tidur kok tapi bentar-bentar doang”
“Butuh kopi gak lue berdua?” tanya Nicole.
“Boleh Americano hot 1” jawab Nicole.
“Ya udah gue pesen dulu”
Selesai memesan Nicole memperlihatkan Marlo semua foto yang dia ambil dari box milik Shani. Nicole belum menceritakan apapun kepada Maharani mengenai box tersebut, dia takut jika selama ini Shani mengikuti sekte atau keanggotaan dari organisasi berbahaya, sekarang Nicole menjadi kecewa dengan Shani, jangan-jangan selama ini Shani di incar oleh orang-orang jahat kerna perbuatnya yang jahat juga.
“Gue coba minta tolong bokap dulu deh, dia pasti tahu masalah kayak ginian” kata Marlo lalu menghembuskan napas kasar.
“Gue takut kalo Shani ikut gabung sama mereka Lo”
“Gak Nic, gak mungkin lah. Lue kok bisa tahu sih pin deposit box Shani”
Nicole terdiam dan memikirkan kejadian kemarin, dia memiringkan kepala ke kanan dan ke kiri, satu nama terlintas di pikiranya. Wulan, dari kemarin sepertinya Wulan mencoba menyetir Nicole agar dia datang mengambil box itu di bank.
*****
Galang pagi ini sudah bersiap ke kantor, dia melirik ke arah dapur dan melihat paper bag yang semalam dibawa oleh Wulan, tanpa dilihat isinya Galang membuang paper bag itu ke tong sampah, saat ini masih ada pelayanya membersihkan rumah. Galang turun dari lift menuju mobilnya. Namun saat hendak masuk mobil, sebuah mobil mercy hitam datang dari arah berlawanan. Salah seorang dengan jas hitam turun dan membukakan pintu bagian belakang mobil itu.
“Mari Mas, Pak Hendrawan sudah menunggu”
Galang masuk ke dalam mobil Hendrawan sambil melongarkan dasinya. Dia duduk di sebelah Ayahnya dengan pandangan lurus ke depan.
“Hari ini kamu ikut saya, kita akan bertemu beberapa orang untuk membahas acara peresmian kamu sebagai CEO baru”
“Terserah Ayah saja, saya tidak bisa menolak bukan?”
“Jaga sikap kamu di depan orang-orang itu, jangan terlihat dingin dengan saya”
“Saya seorang aktor hebat, Ayah tenang saja”
Kantor pertama yang didatangi adalah media Najwa, Galang turun dari mobil dan merapihkan jasnya. Kemudain berjalan cepat menuju ruangan Najwa.
Marlo saja keluar dari ruangan Najwa tidak terlalu terkejut dengan kehadiran Galang dan Hendrawan disana, namun mereka berdua dibuat terkejut karena Hendrawan menyapa Marlo dengan ramah dan menimbulkan tanda tanya pada seluruh orang yang ada disana.
Marlo segera kembali ke mejanya, menarik kursi, dia ditanya kenapa bisa sedekat itu dengan keluarga Hendrawan, padahal dia tahu jika Hendrawan tidak mungkin mengetahui Marlo. Jam menunjukan pukul 12 siang Marlo makan siang sendirian di kantin, sebuah tepukan tangan dipundah membuat Marlo terjerembam kaget.
“Ayah ngajak makan bareng” kata Galang.
“Gue makan sendiri aja”
“udah cepet ikut gue, daripada lue jadi tontonan disini” katanya membuat Marlo memperhatikan sekeliling.
Mereka makan siang di salah satu restoran dekat kantor Media Najwa, Hendrawan makan dengan lahap sementara Marlo dan Galang makan dalam kecangungan. Sebuah lagu di putar, lagu yang membuat kecanggungan mereka sedikit terisi. Marlo akui jika pilihan Daddy-nya menjadikan Hendrawan sebagai ayah angkat salah besar, karna sekarang Hendrawan mulai menujukan sisi lain kehidupanya di media, belum lagi rencananya masuk ke politik dan menjadi mencraf.
Makan mereka tiba-tiba terhenti ketika suara langkah high hils mendekat ke meja mereka, dia memutar kepala untuk memastikan siapa yang datang, dia terkejut dengan ke hadiran Wulan disana, rautnya wajahnya sangat tengang. Marlo berdiri dari duduknya, saat Wulan tiba disana dan langsung duduk dihadapanya.
“Kamu kaget ya karna calon Mam kamu ada disini?” tanya Hendrawan dengan raut bahagia, sementara dua manusia dihapanya ke bingungan.
“Mas kenapa kita harus bertemu disini? Memang kenapa gak di kantor aja?” tanya Wulan sembari menahan amarahnya.
“Lebih santai disini bukan? Di temani anak-anak kita yang manis ini”