Hari itu adalah hari pertama masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS).
Untuk Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 22 Bangkalan, dimulai.
"Ayo, ayo, Dek! Segera masuk ke kelasnya masing-masing. Jangan lupa peralatannya dibawa!" ucap seorang kakak kelas yang sibuk mengingatkan para murid baru.
Tidak perlu waktu lama. Dalam sekejap, semua murid itu langsung memasuki kelas. Mereka mencari kelompoknya masing-masing, yang katanya telah dibagi pada kertas yang ditempel di setiap ruangan kelas.
"Tidak ada namaku!"
"Tidak ada."
"Nah! Ini dia! Kelas H? Oh, Oke!" seru seorang gadis yang mengenakan jilbab putih bahan, serta baju SMP yang sudah agak kekecilan.
Sebenarnya, Ia pun ingin menggantinya. Tetapi, bukankah sekarang dia sudah SMA? Itu akan membuang-buang uang, lebih baik dia menunggu untuk itu.
Tahun ajaran baru, dan semua kakak kelas baru. Tentu, semuanya akan sigap, senyap, taat, duduk di dalam kelas. Tanpa teman dan tanpa perkenalkan. Biasalah, remaja selalu sok malu. Jika, kali pertama pertemuan.
"Assalamualaikum...." Sebuah suara terlantun dengan derap langkah seorang wanita berkacamata.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab seluruh siswa yang berada di kelas H itu, secara serentak.
"Oke. Kita perkenalan dulu, yah. Kata orang, tak kenal maka tak sayang. Jadi perkenalkan, saya Kiky Kurniasih, dan saya yang akan membimbing di kelas H ini, sebenarnya saya punya rekan, tapi sepertinya... dia belum dat—"
"Assalamualaikum...." Sebuah suara memotong ucapan Kiky dari balik pintu.
"Nah, ini dia! Perkenalan dulu, Sein," pinta Kiky.
Pria berambut tebal, dan mengenakan rompi biru seragam OSIS itu, berdiri pada mimbar kelas. Lantas, mengembangkan senyumnya.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh..." ucapnya dengan sangat fasih, dan nada khas pada huruf 'kaa' yang dipanjangkan.
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab semuanya kompak.
Seorang gadis mendongak dari pandangannya, yang sedari tadi dia menunduk.
Gerakan kepalanya sejenak terhenti. Bersamaan dengan suara salam itu habis.
Hatinya berdesir. Pipinya memerah. Kepada siapakah hatinya bersikap seperti itu? Pada orang yang baru dikenal? Batin gadis itu.
"Ayo Din! Sadar!" Gadis itu memaki-maki dirinya sendiri. Tidak biasanya, dia merasa seperti ini, seperti seorang gadis yang gampang gonta-ganti pria saja. Padahal, dari kelas 4 SD sampai pindah ke sini saja, dia baru dapat move-on dari sosok yang 5 tahun lebih tua darinya. Guru ngajinya. Ya, sekarang tengah berada di Lampung.
"Tidak!" Din berusaha kembali fokus dengan menunduknya. Ia sebenarnya tengah menulis sesuatu.
"Perkenalkan, nama saya Al Syarifuddin Habsyi Sufyan Nurin Husain Yusuf al-Hadad," kata pria itu sangat cepat.
Banyak siswi yang menyimak antusias. Tetapi, mereka lebih hanya terfokus dengan wajah pria yang bernama Husain itu. Mereka terpukau pada senyumannya teramat ramah. Berbeda dengan Din, dia justru malah tidak mengacuhkan pria itu.
Seperti sekolah pada umumnya. MPLS hari itu dimulai dengan instruksi ketua OSIS. Kemudian, diserahkan ke pengurus kelas. Salah satunya, yakni Kiky dan Husain.
Din hanya menurut, hatinya masih dapat dikendalikan, untuk bersikap biasa saja.
MPLS Hari Kedua.
Din berangkat sekolah dengan ceria. Walau, dia belum punya teman di sana. Setidaknya, kini dia telah SMA. Bukankah, kata orang masa SMA itu adalah masa terindah? Ah, Din sangat menunggu, seindah apa masa SMA-nya itu? Dan seperti apakah makna ungkapan 'kisah cinta paling indah, kisah kasih di sekolah'.
Beberapa siswi di kelas kelompok Din—kelas H. Sedang duduk di teras kelas. Mereka membuat kerumunan, seperti sangat asyik membicarakan sesuatu.
Din yang baru berangkat. Berjalan melintasi kerumunan itu.
"Ih, kamu gak tau apa, dia loh most wanted¹ di sekolah ini. Kayak di novel-novel gitu," ucap salah satu di antara mereka.
"Ho'oh tau! Dia, tuh, itu alim banget katanya..." sahut yang lainnya.
"Lha! Eh, eh, kalian gak tahu apa?Kamu tahu kan, ya, dahi dia agak item tuh, nah iya, itu juga katanya karena dia sering sholat sunnah!"
Din menghentikan langkahnya. Sepertinya Ia sedikit tertarik pada topik kali ini. Tetapi, saat Din mengetahui bahwa mereka sedang membicarakan kakak pengatur kelas H kemarin. Sebuah suara menyeruak dengan keras.
"Heh! Tapi sadar diri guys! Orang baik hanya berjodoh dengan orang baik. Orang kaya kita harus sadar diri! Bukankah jodoh itu cerminan diri? Hahaha...!"
Langkahnya terhenti. Para gadis itu tertawa ringan.
Din akhirnya urung untuk bergabung, memilih masuk ke kelas saja—sendirian.
Semua peserta didik baru diperintah untuk kumpul di aula sekolah. Aula yang dinobatkan terbesar nomor satu se-kecamatan Bangkalan.
Mereka semua dipersiapkan untuk lomba-lomba kecil antar kelompok kelas. Para pengurus kelas, banyak yang mengabaikan anak didik kelompok mereka.
Tetapi tidak, ada seorang pria. Ya, pria itu adalah Husain, pengurus kelas Din. Dia sibuk berkeliling terus, memutari barisan kelompok kelas H. Memberikan semangat.
Husain berjalan ke belakang, mengucapkan kata, "Ayo!! Semangat! Semangat!" Begitulah gerakan mulutnya yang tanpa suara. Dengan senyuman yang terus merekah di bibirnya. Pastilah, membuat siapa saja, akan bangkit jiwa semangatnya.
Pandangan Din dan Husain bertemu, saat Husain menatap bangku paling belakang.
Ia menarik alisnya, kembali mengucapkan, "Semangat! Semangat!" Tanpa suara.
Din membalas ungkapan itu dengan senyum dan anggukan sederhana. Seperti Din sangat mengenali sosok Husain. Yang kini tengah menatap dirinya dengan tatapan yang sama pada setiap wanita.
MPLS Hari Ketiga
(Hari terakhir).