Malam akan terkesan menakutkan bagi sebagian orang yang membenci kegelapan. Tetapi, bagi Din malam adalah surga dalam masa.
Dari malam, yang Din sukai yakni ketenangannya, tanpa teriakkan perintah—Ibu, tanpa tugas dari Guru, dan suara bising kendaraan. Disaat malam tiba, Din merasa berhak melakukan apa saja. Mengeluarkan tangisnya, menuliskan kesehariannya. Atau mungkin, terkadang, melepaskan beban dengan menatap langit di luar.
"Siapa sangka, gelapnya langit itulah yang membuat indah malam. Tanpa hitamnya langit, bintang tak akan mungkin terlihat dan bulan tidak mungkin tampak indah," kata Din sembari tersenyum.
Din masih memeluk Al-Qur'an dan sajadah. Langkahnya masih ciut oleh cincingan kain bawah mukena yang masih Ia kenakan. Berjalan sendirian. Ia habis pulang dari sholat Isya, di masjid tak jauh dari rumahnya.
"Coba aja, ini hujan, pasti akan lebih seru... Hehe..."
"Haha... Engga engga, Maafkan aku rembulan... Aku hanya bercanda, hehe." Din cengengesan sendiri menatap bulan sabit yang menjawab— seakan ikut tersenyum. Ditemani dengan gemerlap cahaya bintang.
Dalam semilir angin yang menyapu wajahnya. Tiba-tiba Din terbesit sebuah syair berjudul Dhawa Fuady karya Kiai Manhaj Sidad. Mengapa Ia tiba-tiba ingin melantunkannya?
"Ha... aaa... a," gumamnya.
.•♫•♬• Ya nasiima shobaa bilhawa akhbiri, kam linaililrojaa bisyaqoo wandhuri... ♬•
( Wahai angin katakanlah tentang cinta dan lihatlah betapa sengsaranya diriku tuk menggapai asa.)
♬• Malihubbil wafa bilhajawaa nihilau dhoqo'anhul fadhoo birridhoo yashbiriin.. .•♫•♬•
(Namun aku yakin, orang yang setia pada cinta, di dalam dadanya meski terasa sesak, dengan ketulusan hati pasti kan tetap tabah menghadapinya.)
Bait-bait syair terlantun indah dari bibirnya.
✧✧
"Seseorang yang menyukai kegelapan disebut..." Suara keyboard memecah remang-remang keheningan di kamar Husain.
—Nyctophile adalah seseorang yang menyukai malam dan suasana gelap.—
"Ah! Jadi itu sebabnya aku sangat menyukai gelap! Belajar dalam kegelapan, tidur dalam kegelapan, dan sendirian dalam kegelapan," ucap Husain. Ia mengambil sebuah kitab tebal full bertuliskan Arab. Lantas kembali membacanya, bacaan-bacaan seperti itu sudah biasa baginya. Sudah seperti makanannya sehari-hari.
"Pantas saja, aku lebih banyak tidak konsen jika belajar di siang hari. Kadang kalau belajar malam gini, malah sampe dini hari.... Hmmm.... Ngapa sih, ya, sekolah gak dipindah jam, jadi jam malam aja gitu, haha." Husain mendesis tawa pada dirinya sendiri.
Matanya masih sibuk menyusuri bait tulisan pada kitab meski kadang pikirannya sedang jalan-jalan.
Twing!
Ponsel Husain berdering sekejap.
—Heera mengirimkan pesan—
Tidak perlu beberapa detik untuk membaca tulisan itu. Husain segera beringas membukanya.
Kak Sein
Apa, Ra?
Minta tolong doain mbakku dilancarkan operasinya, aslinya tadi tapi karena mbakku ada kelemahan dijantungnya, jadi ditunda besok :'(
Minta tolong doain seikhlas ikhlasnya ke Allah :-(
Ya rabb:'(
Bentar2 aku mau tanya abi dulu...
"Abuya.... Buya..." Husain memanggil-manggil sang Ayah, sembari mencarinya.
Belum pernah Ia seantusias ini untuk mencari tahu sesuatu. Minimnya ilmu yang dimiliki Husain, membuat Ia kini harus membiarkan pacarnya itu menunggu lama.
"Husain? Ana Hunaa.¹⁵"
"Ah! Buya! Husain mau tanya," seru Husain. Hampir saja Ia tidak sabar.
"Buya, kalau doa untuk meringankan rasa sakit saat melahirkan itu bagaimana, Buya? Untuk melancarkan operasi, itu, eum.... Apa ya? Supaya tidak ada kendala, supaya selamat, intinya begitu Abuya," lontar Husain dengan logat bicaranya yang super cepat. Sampai terkadang Ia tidak sadar telah mengucapkan banyak sekali kalimat.