Satu tahun berlalu.
“Husain yakin? Sekarang mau tinggal sendiri? Apa gak lebih baik Husain laju saja dari Madura ke Surabaya?” Kyai Amin bertanya pada Husain yang tengah mempersiapkan barang-barang pindahannya, dibantu beberapa santrinya.
“La ba’sa⁶¹ Buya, Husain juga sudah baligh. Sudah sepatutnya Husain melepaskan diri dari tanggung jawab Abuya. Karena Husain, kan, anak laki-laki. Kemarin ketika Husain izin buat kuliah di Malaysia, sama Buya belum diridhoi. Jadi sekarang Husain hanya sekolah di UIN Sunan Ampel Surabaya, tidak apa, kan Buya, jika Husain mencari kost-an sendiri, hehe….”
Ia memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya. Di Fakultas Ushuluddin dan Ilmu Filsafat, Prodi Ilmu Hadist— UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.
Satu semester telah berlalu begitu saja.
Din terpaksa pindah sekolah, kembali ke kota asalnya di Lampung. Neneknya meminta, akan lebih baik Din tetap tinggal di desa.
Sempat terjadi perdebatan juga karenanya, Ibu Din bersikukuh untuk tidak mau kembali ke Lampung beralaskan hinaan suami adiknya; paman Din saat itu. Tetapi, Nenek Din juga tidak mau kalah mendebat Ibunya bahwa ia-lah yang telah mengurusi Din sejak bayi merah, dengan santainya sudah besar dijauhkan darinya begitu saja.
Ibu Din kalah telak dalam perdebatan itu, pasal pertama Nenek Din adalah ibunya, pasal kedua, Ibu Din tidak mampu menjaga Din dengan baik, ia malah meninggalkannya pergi. Pasal ketiga, jika Din berada di Lampung; di desanya ia dapat mengaji, ia akan dirawat dan kembali tinggal bersama nenek dan kakeknya, juga Rumy. Semua hal memberatkan Nenek Din, dan akhirnya Ibu Din menyetujuinya.
Allah itu ada, keadilan-Nya pun akan selalu ada, kasih sayang dan ampunan-Nya akan tetap ada. Setiap hati akan tenang, jiwa akan damai, sanubari akan teguh dan serta segala ketakutan dan kekhawatiran akan sirna.
Hak akan sampai pada pemiliknya. Air mata tak akan pernah mengalir sia-sia, tidak ada kesabaran yang tidak membuahkan hasil, tidak ada kebaikan yang tidak terbalas, dan tidak ada keburukan yang berlalu tanpa mendapatkan teguran.⁶²
Din telah lulus SMA.
Saat itu tak pernah ia sangka, bertepatan dengan kembalinya ke kota kelahiran. Juga hadir makhluk kecil yang mulai mengguncang dunia.
Semua orang menyebutnya sebagai virus. Rasa aman masih tetap ada, hingga dua orang yang pulang berwisata dari negara tetangga datang membawanya.
Menyebarkannya ke seluruh Indonesia.
Merenggut setiap nyawa, menguras tenaga pada abdi negara.
Kebebasan bermain dan belajar Din di renggut lagi. Saat itu, meski baru permulaan datang, dan Lampung masih tergolong sebagai tempat orang yang sedikit terjangkit.
Tetap saja, penerapan pembatasan kegiatan masyarakat di lakukan.
Ada banyak sekali peraturan baru, yang semakin mencekik para warga kecil seperti masyarakat desa Din.
Virus yang diberi nama COVID-19 itu.
Mengharuskan libur paksa, yang berakhir membosankan. Karena terus berkepanjangan hingga lulus, tanpa kenangan. Semuanya mulai serba online, segalanya serba berjauhan.
Sekali lagi, Din bersyukur, mampu dikumpulkan bersama Kakek dan Neneknya.
Bulan berganti bulan. Satu bulan yang paling permanen dalam ingatan Din adalah bulan ramadhan.
Ya! Ramadhan telah tiba.
Ia akan kembali lagi bahagia ke masa kecilnya, bermain ria dengan teman-teman lekat masa kecilnya.
Yang sering Din sebut perkumpulan mereka sebagai 'Nine Friends Ramadhan' karena anggotanya yang 9 orang, dan hanya berkumpul lengkap pada bulan Ramadhan.
✧✧
Husain tidak mau kalah. Ia juga kembali ke pesantren Ayahnya. Ramadhan kali ini sangat spesial baginya. Kalian tahu kenapa? Awalnya semuanya biasa saja, tidak ada yang spesial, seperti ramadhan sebelumnya.
Sampai kejadian itu dimulai.