Yabes

Nuel Lubis
Chapter #50

Chapter 49: Tawaran menjadi Penyanyi Rohani

Di salah satu sudut lantai dua ITC Serpong, tepatnya di sebuah restoran Jepang yang sederhana namun selalu ramai, Greyzia duduk berhadapan dengan Nina. Perut Nina yang membuncit karena kehamilannya membuatnya bergerak lebih lambat dari biasanya, tetapi wajahnya tetap bersinar dengan senyum lembut dan semangat yang tak berubah.

Greyzia menatap sahabatnya itu dengan penuh rasa syukur. Waktu telah membawa mereka ke tempat yang sangat berbeda dari beberapa tahun lalu. Dulu mereka sama-sama aktif di paduan suara sekolah, bahkan Nina sempat ingin menjadi guru sekolah minggu. Kini, Nina bersiap menjadi ibu, dan Greyzia merasa seperti sedang mundur selangkah.

“Enam bulan, Zia,” kata Nina sambil menyesap lemon tea. “Kadang aku masih nggak percaya. Bram juga sekarang lebih sering beliin aku buku parenting daripada novel yang jadi kesukaan aku.”

Greyzia tertawa kecil. “Ya, itu fase baru ya, Ni. Kamu bersyukur banget bisa sampai di titik ini.”

“Tapi aku juga tahu kamu lagi banyak pikiran,” kata Nina, memperhatikan ekspresi temannya. “Gimana kabar Firman? Eh, katanya, kata Christy, tulisanmu ada dimuat di Daily Ferment?”

Greyzia menunduk, menggulung-gulung sedotan dengan jari. “Aku berhenti, Ni. Terakhir tahun lalu. Menurutku, biar Firman aja yang eksis jadi penulis. Tulisan-tulisannya lebih kuat. Plus, dalem banget. Aku malah kadang bingung harus nulis apa. Otakku lemot banget akhir-akhir ini."

“Padahal bagus itu diterusin. Sama-sama eksis kan bagus.”

“Nggak tahu juga, Nin. Kayak hampa aja. Dulu tuh tiap pagi bisa langsung ada ide. Sekarang buka laptop, eh, malah bengong. Waktu mau nulis beberapa kata, kayaknya gimana gitu. Terus, kepikiran Bang Firman. Terus...”

Greyzia menyesap orange juice-nya.

Nina menatap sahabatnya penuh empati. “Kayaknya aku paham, Zia. Aku juga ngalamin hal yang mirip, justru waktu awal kehamilan. Banyak yang bilang hamil tuh bahagia terus, padahal banyak momen aku ngerasa nggak berdaya. Aku kerja, iya. Tapi otakku kayak nggak bisa diajak mikir keras. Sampai aku nangis sendiri di kamar. Merasa gagal jadi aku yang dulu.”

“Dan, sekarang?”

“Aku mulai berdamai. Aku sadar kalau hidup berubah, dan aku juga harus mengubah cara aku menilai diriku sendiri. Tuhan bukan cuma sekedar pakai kita saat kita on fire. Kadang saat kita stuck, justru di situ kita bisa belajar tentang anugerah.”

Greyzia termenung. “Kadang aku mikir, apa Tuhan masih mau pakai aku kalau aku nggak seproduktif dulu?"

“Zia, kamu ingat Lukas 4:18-19?” potong Nina. “Yesus datang untuk orang yang tertindas, yang buta, yang miskin. Bahkan waktu kita ngerasa gagal, Yesus tetap memihak kita. Bukan karena kita layak, tapi karena Dia kasih kita rahmat. Pelan-pelan, Tuhan pasti kasih jalan yang terbaik.”

Lihat selengkapnya