Yabes

Nuel Lubis
Chapter #52

Chapter 51: Pertanyaan itu Mencuat Lagi

Gym di mal Teraskota itu penuh dengan dentuman lagu dari sebuah band Eropa yang memompa semangat. Treadmill berderet seperti antrean panjang menuju tubuh ideal, dan di pojok ruang senam, empat perempuan berkumpul dengan peluh yang baru saja mengering. Mereka bukan hanya berbagi waktu untuk membakar kalori, tetapi juga menumpahkan isi hati yang selama ini tertahan di chat grup.

Greyzia duduk di atas matras yoga, mengikat rambutnya ke belakang. Di sampingnya ada Nina, yang sesekali mengusap perut buncitnya sambil mengeluh ringan. Indira sedang merapikan botol minumnya, sementara Christy sibuk memainkan handuk kecil yang digantungkan di lehernya.

"Aduh, perut aku kayak melon deh sekarang," Nina berseru, setengah bercanda.

"Melon? Itu mah semangka, Nina," sahut Christy jahil, disambut tawa yang membahana. "Eh, sorry, sorry..."

"Gapapa," seru Nina terkekeh-kekeh, yang kali ini cukup energik. " Emang lebih mirip semangka..."

"Pengin deh bisa hamil," kelakar Indira terkekeh pula.

"Buruan nyari pejantannya, Say. Eh, betewe, minggu depan kontrol, katanya sih tinggal tunggu waktu. Tapi, oh-em-ji... deg-degan juga," ujar Nina sambil memegang perutnya penuh kasih.

"Udah siap belum nama buat bayinya?" tanya Indira, menggoda.

"Belum tau, nih, Sis. Suamiku pengennya nama-nama Eropa, tapi aku maunya lokal aja. Eh, gimana kalau namanya Jeremy Perkasa?" Nina melotot, membuat yang lain tertawa terpingkal-pingkal.

Greyzia tersenyum, matanya menghangat melihat kebersamaan mereka. Tapi kebahagiaan itu terganggu sejenak saat Christy menyeringai dan berkata, "Ngomong-ngomong soal nama nih, Abang itu udah ngasih nama buat masa depan kalian belum, Zia?"

"Maksudnya Christy, kepastian gitu, Zia," kata Indira memperjelas.

Greyzia nyaris tersedak air mineralnya. "Nama apa?"

"Iya, gimana, Zia? Udah ketemu nama belakang buat kamu? Alias, kapan dia ngelamar?" Christy menatap tajam, penuh keusilan.

"Aduh, nggak tahu sih, Ty, Dir. Aku juga nggak nanya-nanya juga. Masih pengin jalanin aja."

"Udah setahunan pacaran, belum nanya juga?" Indira ikut menimpali. "Cowok-cowok sekarang tuh kadang kayak mobil mogok. Butuh didorong dikit buat jalan."

"Tapi sih, yang aku lihat-lihat, Bang Firman tuh baik banget. Perhatian, sabar, dan dia juga suportif soal pelayanan dan kerjaan aku. Tapi entahlah. Aku masih ngerasa, mungkin belum waktunya ngomongin nikah dulu," ujar Greyzia pelan, menunduk. "Kadang aku mikir, kalau nikah tuh, emang harus sekarang? Atau tunggu bener-bener yakin dulu?"

Nina menyentuh tangan sahabatnya. "Zia, kamu tuh bukan anak SMA lagi. Kamu udah tahu nilai dari kesetiaan. Kalau kamu udah ngerasa cocok, tinggal satu langkah lagi sebenarnya."

"Aku tahu, Nina. Tapi..."

Lihat selengkapnya