Yabes

Nuel Lubis
Chapter #57

Minggu Advent Kedua: Bertandang ke Rumah Greyzia

Sebuah taksi daring berhenti perlahan di depan sebuah rumah berpagar hitam dengan taman rapi. Dua pohon kamboja berdiri anggun di sisi jalan setapak, dan lampu taman menyala temaram meski hari belum sepenuhnya gelap. Dinding rumah itu berwarna krem gading, jendelanya besar-besar, dengan tirai putih yang terlihat hangat dari luar.

Firman menelan ludah.

Kalau dibandingkan dengan rumah orangtuanya di belakang Lapo Yabes, juga rumah yang sederhana, yang penuh bau dapur dan suara piring beradu, rumah ini terasa jauh sekali.

“Kita sudah sampai,” kata Greyzia, membuka pintu bagian penumpang.

Firman mengangguk. Ia menarik napas panjang sebelum turun dari mobil, seperti hendak masuk ke ruang sidang besar dengan hakim-hakim yang belum ia kenal sepenuhnya.

“Kamu nggak usah tegang gitu,” ujar Greyzia sambil tersenyum, lalu menggenggam tangan Firman. “Papa dan Mama nggak galak.”

Firman tersenyum kaku. Dalam hatinya ia berdoa singkat: 'Tuhan, ajar aku menempatkan diri. Jangan lebih tinggi. Jangan lebih rendah.'

Pintu utama terbuka bahkan sebelum Greyzia sempat menekan bel.

“Zia!” suara perempuan paruh baya terdengar hangat. “Akhirnya pulang juga.”

Papa Rey menyusul dari belakang. Seorang pria berambut perak rapi, berkacamata tipis, mengenakan kemeja sederhana tapi jelas mahal. Sorot matanya tajam, tapi tidak dingin yang galak-galak amat.

“Ini Bang Firman, Pa, Ma,” kata Greyzia. “Pacar aku. Yang pernah aku ceritain selama ini.”

Kata itu, 'pacar aku', menggantung di udara. Seperti bermuatan hal sederhana tapi sarat makna.

Firman menunduk sopan. “Selamat sore, Om… Tante.”

Papa Rey mengulurkan tangan lebih dulu. Jabatannya mantap, tidak mendominasi. “Senang akhirnya bisa ketemu sama kamu, Firman.”

Mama Kezia tersenyum lebar, memegang tangan Firman sebentar lebih lama. “Greyzia sering cerita soal kamu.”

Saat melangkah masuk, Firman kembali menelan ludah. Ruang tamu luas, bersih, dengan bau kayu dan parfum lembut. Tidak berlebihan, tapi jelas nyaman. Ada piano di sudut ruangan, rak buku tinggi berisi Alkitab, novel, dan buku teologi. Di dinding tergantung foto keluarga, Greyzia bersama dua anak laki-laki yang lebih muda.

“Ini Stanley,” kata Greyzia ketika seorang lelaki kurus dengan gaya rambut seperti artis Korea, muncul dari tangga. “Dan ini Jason.”

Yang satunya, mengangguk kaku. Yang satunya lagi, langsung tersenyum lebar. Kata Jason, “Bang Firman kan? Cici lumayan sering cerita soal Abang.”

Belum sempat Firman membalas, sesuatu yang kecil dan putih berlari ke arahnya sambil menggonggong pelan.

“Cinderella!” seru Greyzia sambil tertawa.

Anjing poodle putih itu berdiri dengan kaki belakangnya, menempel di kaki Firman, seolah sudah mengenalnya sejak lama.

Firman refleks jongkok. “Halo… kamu siapa?”

“Dia lebih ramah ke kamu daripada ke tamu lain,” kata Mama Kezia terkekeh. “Biasanya galak.”

Lihat selengkapnya