Sebuah mobil sedan mewah warna hitam memasuki pintu gerbang halaman pondok pesantren di kawasan pedesaan. Di atas pintu gerbang plang nama bertuliskan; Pondok Pesantren Al Hikmah desa Sukosari - Karanganyar. Dari kejauhan terlihat panorama alam indah dengan puncak gunung Lawu berselimut kabut tebal. Mobil berhenti di tengah halaman yang luasnya sekira dua kali lapangan volly. Halaman ini dikelilingi beberapa bangunan permanen dengan atap genteng yang sudah menghitam warnanya. Mungkin sejak dibangun, pondok ini belum pernah direnovasi. Bangunan rumah berbentuk memanjang di sisi utara merupakan asrama santri putra, sedang di sebelah selatan asrama santri putri. Di sisi barat sebuah masjid cukup besar berdampingan dengan bangunan kantor. Di belakang bangunan pesantren ada kebun dan kolam ikan.
Kehadiran mobil mewah itu menarik perhatian beberapa santri yang sedang melakukan kegiatan di dalam masjid. Mereka sedang melakukan pengajian bandongan. Pun beberapa santri di lorong asrama. Mungkin bukan hal biasa ada mobil mewah memasuki halaman ponpes. Biasanya mobil semacam itu milik pejabat yang melakukan kunjungan ke ponpes. Namun sudah lama tidak ada pejabat datang ke ponpes itu. Sepasang kaki memakai sepatu kets merk terkenal turun dari jok belakang. Pemilik sepatu seorang pemuda sembilan belas tahun dengan perawakan tinggi langsing. Dia memakai t-shirt dan celana jins panjang yang robek pada lututnya. Rambutnya sedikit gondrong. Wajahnya tampan dengan sepasang alis tebal menaungi kedua matanya yang bersorot tajam. Tangan kanannya memegang tali tas ransel yang tercangklong di pundaknya.
Sejenak dia berdiri di samping mobilnya menatap ke arah masjid di depannya. Kegelisahan terpancar pada raut wajahnya. Sepertinya ada sesuatu yang terasa berat menggayuti hatinya.
"Andi, ayo!" Suara perempuan separo baya yang juga turun dari dalam mobil itu menegurnya. Perempuan anggun dan masih tampak cantik di usianya itu sepertinya ibu si pemuda bernama Andi.
Andi tidak menjawab. Hanya mendesah berat.
"Kita temui pak Rofik dulu," kata laki-laki parobaya berpakaian jas hitam rapi yang menyetir mobil. Dia suami perempuan anggun itu. Namanya Pak Danu, pengusaha yang cukup ternama di kota S.
"Ayo, sayang," kata perempuan parobaya itu kepada putranya.
Pak Danu dan istrinya lalu melangkah menuju ke bangunan kantor ponpes. Andi dengan langkah berat mengikuti di belakangnya. Pemuda itu tidak sadar dirinya jadi pusat perhatian para santri, terutama santri putri yang sedang bersih-bersih di lorong asrama. Beberapa dari mereka saling bisik-bisik.
"Eh, itu kayaknya santri baru. Wah, cakep banget. Mirip Abidzar Al Ghifari."
"Iya. Cakep. Aku mau jadi makmum dia."
"Iih, jangan ngarep. Dia anak orang kaya. Lihat aja mobilnya. Gak bakal dia mau sama gadis miskin macam kita."
"Boleh dong ngarep. Jodoh siapa yang tahu."
"Ngimpiii..."
Mereka tertawa terkikik. Mereka terdiam ketika muncul ustazah yang langsung menegur.
"Hei, pada ngapain ini? Jangan bilang kalian sedang gibah ya? Astagfirullahalazim ... ayo lanjutkan tugas kalian!"
"Iya, ustazah!" jawab mereka serempak lalu berpencar melanjutkan pekerjaan mereka menyapu lantai dan mengelap kaca jendela.
*
Di ruangan kantornya Kyai Rofik, pimpinan sekaligus pemilik ponpes Al Hikmah, sedang duduk di kursi jati ukir menerima para tamunya. Pak Danu dan istrinya serta Andi. Baru saja Pak Danu menyampaikan maksud kedatangannya mengantar putranya untuk belajar agama di ponpes ini. Dengan senang hati Kyai Rofik menerimanya.
"Sekali lagi saya ucapkan terima kasih karena Pak Kyai mau menerima anak saya di sini. Saya titip didik dia dengan baik, Pak Kyai," kata Pak Danu.