Sabtu, 7 Agustus 2021
Hari ini tepat sudah dua bulan geng Yakuza van Java dibentuk oleh Yukio yang katanya sih untuk membasmi orang jahat, pemalak, penculik atau perampok bank sekalian kalau memang ada. Markas resmi mereka pun sudah ditetapkan—di atap sekolah. Tapi sampai hari Sabtu ini, belum ada satu orang pun yang meminta tolong pada mereka. Jadilah mereka sekarang ini hanya melakukan kegiatan mereka masing-masing. Revan melukis dengan peralatan lukis yang ia bawa dari ruang klub. Yukio sibuk bermain game Mobile Legend di hp-nya yang sudah kena razia berkali-kali, namun entah kenapa bisa ada di tangannya lagi. Shizuka yang sedang asyik melihat awan, Rido yang sedang makan keripik kentang favoritnya dengan rakusnya, Rita dan Mira yang sedang asyik ngobrolin cowok ganteng anak kelas 3-3 IPA yang baru-baru ini populer.
"BOSAAAAAAAANNNN!!" Yukio merentangkan tangannya ke atas setelah puas bermain game. Gara-gara teriakan Yukio, mata mereka semua jadi teralihkan dari kegiatan masing-masing. Yaah, kecuali Shizuka yang masih terjebak dalam dunia imajinasinya pada awan.
"Iya, ya. Padahal Yukio udah bilang ke seluruh warga sekolah kalo kita bikin grup buat basmi orang jahat. Bayangin aja, dari kelas satu sampe kelas tiga plus guru-guru dan Pak Kebon juga, lho!" Mata bulat Rita jadi tambah bulat saking heboh tak habis pikir kenapa masih belum ada saja yang minta tolong pada grupnya.
"Hahahhaha.... justru karena dia yang nyebarin, Ta jadinya nggak laku."
"Heh! Nenek sihir! Diem lo!" Yukio pasang muka cemberut ke arah Mira dan setelah itu menurunkan ujung matanya dengan telunjuk yang maksudnya sih meledek Mira. Kepala Mira langsung berasap saking kesalnya diledek begitu, dan dengan cepat Mira langsung beranjak dari duduknya. Yukio teriak-teriak heboh saat rambutnya dijambak-jambakin Mira.
"Gue salah apa, coba?! Lo kayak nggak tau gue aja!"
"Apa?! Jelas-jelas lo ngatain gue nenek sihir tadi! Huh!"
PLAK!
Terakhir, ia memukul keras bahu Yukio. Anehnya yang dipukul cuma tertawa. Beneran deh, tingkah Yukio tuh bikin Mira kesal tingkat dewa!
"Pukulan lo tuh nggak sakit. Weee!"
"Eh! Mau nambah?! Hah?! Dasar! Udah SMA juga masiiih aja tingkahnya kayak anak TK! Balik lagi aja sana ke TK!" Suara Mira makin melengking saking judeg nya menghadapi Yukio yang minta ampuun deh kekanak-kanakannya!
"Hahhaa.... kalian akrab banget, ya. Kayak udah pacaran." Di tengah pertengkaran 'suami-istri' ala Yukio dan Mira, Rido pede banget nyeletuk ke arah mereka! Sambil makan keripik pula! Belum tahu saja mereka kalau sudah berantem mukanya seperti apa. Seperti setan merah bawa-bawa trisula!
"KITA NGGAK PACARAN TAUUU!" Wah walaupun sedang berantem, menepis perkataan Rido pun bisa kompak begitu! Bikin Rita dan Rido malah tambah tertawa terbahak-bahak.
Ceklek! Tiba-tiba, ada seseorang yang membuka pintu atap sekolah. Mereka semua reflek menoleh ke arah si pembuka pintu. Ternyata cewek berambut lurus dengan hiasan bando pita sederhana berwarna cokelat di rambut bondingannya.
"Hmmm.... kalian....Yakuza van Java yang...."
Tidak ada adegan bengong dahulu, tidak ada pula adegan terdiam dramatis, Yukio langsung melesat dengan pedenya ke arah cewek itu. Tentu saja jurus tebar pesonanya yang lebay itu bakalan dia pakai juga untuk merayu cewek manis itu.
"Iya, kita bisa basmi preman lah, penculik lah, penjahat dan—"
JWIIIITTT! Mira tiba-tiba berada di belakangnya dengan mata sinis, lalu menjewer kuping Yukio yang tentu saja bikin si cowok menjerit-jerit kesakitan.
"Siapa suruh keganjenan?!"
"HEH! SIAPA YANG..."
"Maaf, ya dia emang suka gitu, tau sendirilah dia kan emang lebay." Mira tetap berusaha tersenyum, walau hatinya sih menahan kesal yang berkobar-kobar terhadap Yukio. Revan menghela napas melihat tingkah mereka, lalu beranjak dari tempatnya melukis. Tapi melihat Shizuka yang masih diam memandang langit, Revan terpaksa menghampirinya dulu.
"Shi, ada klien pertama tuh." Suara Revan memang pelan hampir seperti bisik-bisik, namun Shizuka langsung menoleh ke arah cewek tinggi berambut panjang lurus itu. Saat Shizuka dan Revan berjalan menghampirinya, cewek itu reflek mundur selangkah. Ternyata dia masih takut dengan rumor keangkeran Shizuka.
"Nggak usah takut, gue nggak gigit kok." Shizuka mengulurkan tangan sambil tersenyum padanya. Bikin cewek itu bengong menatap Shizuka sampai tidak berkedip, dan ajaibnya entah kenapa jadi ikutan senyum juga. Memang senyum Shizuka itu bagaikan magnet, yang tadinya takut jadi tenang saat melihat senyumnya. Revan mengajak cewek itu duduk di bangku batu melingkar. Ia juga sudah siap menjadi detektif dengan pulpen dan notes coklat di tangan. Rita, Mira, Rido dan Yukio juga ikut duduk melingkar menghadap cewek itu.
"Nama lo?"
"Ste...Stefanny. Gue...anak kelas 3-2 IPA." Mendengar suara Revan yang tegas bagai polisi yang sedang menginterogasi maling, cewek itu langsung menunduk.
"Stefanny, nyantai aja kali nggak usah tegang gitu. Hahahha.... Oh, pasti lo tegang ya liat gue yang—"
Lagi-lagi, Yukio kena jewer Mira karena sifat narsisnya yang tak kenal waktu dan tempat. Revan sampai menepuk wajahnya sambil geleng-geleng kepala melihat tingkah Yukio. Mira yang duduk di sebelahnya, langsung menceramahi teman masa kecilnya itu. Untung saja Shizuka langsung berdesis, menyuruh Mira diam. Bikin cewek judes itu jadi cemberut sementara Yukio senyam-senyum merasa senang karena Mira ditegur Shizuka.
"Lanjut. Masalah lo apa? Lo dateng kesini pasti karena ada masalah, kan?" Tidak ada basa-basi, tidak ada juga sapa-menyapa, Revan langsung bertanya ke pokok masalah. Nah, sikap dingin Revan ini nih yang bikin Stefanny makin mengunci mulutnya. Ia merasa makin segan cerita soal masalahnya. Puk! Shizuka menepuk bahu Stefanny, yang bikin cewek itu menoleh ke arahnya.
"Nggak apa-apa, kok. Cerita aja. Kali aja kita emang bisa bantu masalah lo."
"Iya, Stef. Lagian gratis kok. Jadi lo nggak usah khawatir."
"Emangnya kamu, Do suka gratisan? Hahaha..." Rita meledek Rido yang maksudnya sih biar Stefany tidak merasa tegang lagi. Untungnya yang diledek cuma nyengir kuda memamerkan gigi putih cling nya. Stefanny jadi merasa percaya diri saat melihat keakraban Rita dan Rido. Stef tahu sih kalau Revan sudah terkenal sebagai cowok to the point, kaku dan dingin. Pikirnya, daripada masalahnya tidak selesai mending cuek saja deh dengan sikap Revan.
"Gue.... akhir-akhir ini, hidup gue kayak nggak tenang gitu. Gue ngerasa ada yang ngawasin gue."
Mereka semua terkejut mendengar cerita Stefany. Shizuka dan Yukio juga ikut terkejut, tapi setelah itu mereka senyam-senyum. Seperti ada hal menarik yang sedang dipikirkan mereka berdua.
"Wah! Gue baru tau kalo di Indonesia ternyata ada juga yang begituan, ya."
"Un! Machigai nai! Sore wa sutookaa da yo!"[1] Shizuka mengangguk-angguk membenarkan perkataan Yukio. Tapi sayangnya Rita, Mira, Rido, Revan dan Stefanny cuma bisa melongo bingung melihat mereka berdua.
"Ng...apa tadi...soto..." Rido mengorek kupingnya dengan telunjuk. Mungkin saja ada kotoran gede yang bikin kupingnya jadi konslet mendadak.
"Sutookaa."
"Apaan tuh, Shi?"
"Wahahahaha... ternyata si JE.NI.US Revan juga nggak ngerti, ya. Dasar bego lo!" Yukio tertawa lebar senang karena merasa berhasil mengungguli saingan abadinya itu. Plak! Sayangnya, kesenangan Yukio cuma bertahan sebentar karena satu pukulan kuat di bahunya.
"Mira! Sakit!"
"Cepet jelasin, soto apaa itu tadi!"
"Sutookaa, Mira! Bukan soto!"
"Oh! Maksud lo stalker, ya?" Revan baru sadar maksud mereka berdua. Shizuka mengangguk-angguk sambil tersenyum. Sedangkan Yukio geleng-geleng kepala sambil mengangkat bahu.
"Yah, sori aja ya kalo kita nggak bisa ngomong yang bener apalagi Shizuka. Soalnya kan logat Jepangnya masih kental. Yah, walaupun gue udah lebih kebiasa sih dibanding Shizuka."
"Ah! Maaf, tadi keganggu sebentar. Terus setelah itu gimana?" Revan sepertinya benar-benar tidak ingin meladeni Yukio sampai-sampai perkataannya pun tidak didengar. Buktinya, matanya yang tadi seperti orang bingung, sekarang jadi serius lagi menatap Stefanny. Yukio sampai menggembungkan pipinya yang putih karena merasa diacuhkan Revan.
"Hmm... setiap hari Senin... dia suka ngasih gue kado-kado yang nggak pernah gue buka. Ini gue bawa yang paling baru." Stefanny mengulurkan kado panjang kecil dan agak pipih berpita merah. Revan meraih kotak itu dan melihatnya sampai ke sudut-sudutnya.
"Udah berapa lama lo merasa diikutin, Stef?"