Kamis 14 Oktober 2021, pukul 15.45
Langit oranye cerah sedang menggantung di bawah mereka. Angin panas daritadi bertiup ikut menemani aktivitas mereka. Walaupun mereka lumayan telat banget mampir ke atap sekolah gara-gara pengayaan Kimia tadi, Shizuka masih bisa tersenyum karena awan belum semuanya menghilang di langit. Dari balik kanvasnya, Revan memandang Shizuka yang sedang berdiri menatap awan ditemani angin yang menghembuskan rambut ikal panjangnya. Bagi Revan, Shizuka yang begini bener-bener seni. Indah banget di matanya. Tapi dalam hati, Revan penasaran juga. Apa asyiknya sih melihat awan? Kenapa tidak ikut bergosip bareng Mira dan Rita saja? Atau main game bareng Yukio? Atau....ah! Rasa penasaran itu membuatnya meninggalkan kanvas dengan catatan ‘DILARANG SENTUH’ besar-besar. Yaa, supaya Rido tidak usil lagi dengan lukisannya dong!
“Shi, lo suka banget ya liat awan.” Mata Revan jadi ikutan menatap langit. Shizuka sampai menoleh kaget ke arah samping kiri. Masalahnya, tiba-tiba saja tuh cowok muncul di sampingnya tidak ada say hello atau apa kek yang bikin sadar akan kehadirannya.
“Ya...yaa....gitu, deh.” Wajah Shizuka mendadak bersemu merah sampai ia memalingkan mukanya. Sebentar saja sih, setelah itu matanya kembali lagi menatap langit.
“Memangnya lo liat apa sih dari awan itu? Bukannya itu cuman kumpulan awan doang?” Mulai muncul deh sifat penasaran Revan yang tidak bisa sanggup ia bendung. Apalagi kalau soal Shizuka, wah rasanya ingin bertanya banyak deh. Khususnya soal hobi anehnya itu.
“Chigaun da yo[1]! Hora[2]! Yang itu awannya bentuk kucing. Nah, yang itu bentuk burung. Ah! Yang itu paling bagus, bentuk love (baca: rabu)!” Shizuka sudah heboh saja tunjuk sana-tunjuk sini. Mata Revan sampai pusing mengikuti telunjuk Shizuka. Tapi....tetap saja awan yang ditunjuk Shizuka cuma awan biasa di matanya. Bagian mananya yang berbentuk burung, kucing apalagi love?
“Mana? Nggak ada.”
“Imajinasi.”
“Ha?”
“Memang nggak terlihat secara nyata, tapi kalo berimajinasi kita bisa menggambarkan apa yang kita suka. Kayak lo suka melukis, lo pasti imajinasi dulu kan mau bikin apa? Sama kayak awan. Cuman bedanya kita nggak bisa melukis di awan. Buat gue, awan udah cukup sebagai media imajinasi gue. Dengan melihat awan aja, hati gue tuh nyamaan banget.” Shizuka panjang lebar menerangkan teori imajinasi awannya sambil kasih senyum manis ke Revan. Revan jadi ikutan senyum melihat senyum Shizuka yang bagaikan senyum bidadari itu. Tapi...sayangnya senyum Shizuka mendadak pudar. Raut wajahnya seperti keki menatap Revan.
“Hobi gue....aneh, ya?”
“Aa~ ng...nggak. Nggak aneh kok. Kita sama, ya. Suka berimajinasi. Imajinasi itu nggak salah, kok.” Revan buru-buru mengungkapkan kata-kata yang bagus untuk Shizuka. Yaah demi keselamatan teman-teman Yakuza van Java dan seluruh warga sekolah lah. Tak terbayang bagaimana kalau ia jujur bilang aneh. Waaah jurus bom atomnya itu bakal bikin heboh sejagat sekolah! Fiuh! Untung saja Shizuka cuma tersenyum tipis lalu balik lagi menatap awan. Ah, iya! Kesempatan! Kesempatan untuk mengungkapkan perasaan ke Shizuka!
“Ngng...Shizuka.”
“Iya? Oh! Mau dikasih liat awan lagi, ya? Ngng...ntar ntar. Yang mana, ya...”
“Bukan itu.”
“Ha?” wajah cantik Shizuka jadi menengok sempurna ke arah Revan. Bikin Revan jadi tambah gelisah, jantung tambah deg-degan, tubuh juga gemetaran! Tapi...harus diungkapkan sekarang!
“Shi, sebenernya gue....dari dulu....”
“Yeee!!!! Mampus lo! Dasar kalian semua bego! Jangan diem aja! Itu tembak musuhnya!!”
SET! SET! Revan dan Mira menoleh tajam ke arah Yukio yang tanpa merasa berdosa pede dahsyat amat teriak-teriak sambil mengangkat androidnya tinggi-tinggi. Tidak perlu ba bi bu lagi, Mira langsung berjalan mendekatinya dengan tampang super marah bagai Godzila ngamuk. Ya iya lah marah! Teriakan kasar Yukio tadi, sudah bikin acara bergosip cowok keren tahun ini jadi terganggu dooong!
“Hyaaaa!!! Setaaan!”
Ctik! Ctik! Kalo diukur pakai termometer, mungkin tingkat kemarahan Mira sudah sampai seratus derajat siap meledak. Muka Yukio itu lhooo! Ih! Sengaja banget ekspresinya dibuat-buat seperti kaget melihat setan! Dasar nyebeliiiiin!
“Aduh!Aduh! Miraaaa! Sakiiit! Sakiit! Ampuuun!” Yukio jerit-jerit saat kupingnya dijewer-seret oleh Mira. Rido cuma bisa tertawa-tawa sambil makan keripik kentangnya. Yaa habisnya, ingin menolong tapi apa daya ia tidak berani menghadapi Mira yang sedang menjadi ratu setan. Shizuka juga ikut tertawa melihat tingkah mereka yang memang bikin ramai. Revan? Dia sih cuma geleng-geleng kepala sambil menepuk wajahnya. Rita? Meringis senyam-senyum keki. Antara seram melihat Mira dan kasihan melihat Yukio. Mau menolong tapi....
Ceklek! Tiba-tiba, muncul dua orang di ambang pintu, yang bikin mereka kompak menoleh ke arah si pembuka pintu. Kesempatan! Plak! Yukio langsung memukul tangan Mira yang masih menjewer telinganya. Sakit dong dijewer mulu!
“Siapa ketuanya disini?” Cowok berkacamata nan keren itu bertanya seperti polisi yang sedang menginterogasi tersangka kasus teroris. Cepat, tegas dan terkesan buru-buru begitu! Revan melangkah pelan mendekati mereka dengan gaya cool khasnya.
“Gue. Emang kenapa?”
“Kita mau minta tolong. Ini udah darurat, kami anak-anak kelas dua udah nggak sanggup lagi nutupin dari guru juga murid kelas satu dan tiga,” cewek berkacamata nan cupu itu juga tidak kalah cepat ngomongnya seperti si cowok. Revan terdiam seperti membaca ekspresi mereka. Hmm...kalau nada terburu-buru dan ekspresi cemas begini berarti... kasusnya serius!
“Duduk aja disitu. Gue ambil notes sama pulpen dulu. SEMUANYA! KUMPUL!”
Singkat cerita, mereka semua sudah duduk lesehan melingkar dengan posisi si cowok-cewek kacamata itu di tengah. Revan sudah siap dengan pulpen dan notesnya. Siap deh mencatat semua data dan keterangan kasus kali ini!
“Nama?”
“Gue Rendi, KM kelas 2-1 IPA.”
“Aku...aku....Lia, KM kelas 2-2 IPS.”
“Nah, coba cerita. Kayaknya tadi emang darurat banget.” Revan menatap mereka sesaat setelah mencatat nama mereka. Lho, kok mereka malah saling pandang, saling sikut kemudian menunduk? Waah, Revan jadi bingung nih. Ia sudah main mata saja dengan Mira dan Rido yang kebetulan duduk di sebelah mereka berdua. Yaa, seenggaknya mereka bisa melakukan sesuatu supaya mereka mau cerita.
“Nggak pa-pa, kok. Kalo masalah rahasia, terjamin sama kita mah.” Rido asal bicara mengira mereka tidak mau bicara tuh karena soal jaminan kerahasiaan cerita. Tapi, yaah lumayan sih bikin si cewek cupu yang tadinya menunduk, jadi menengok ke arahnya.