Episode Sebelumnya : Geng Yakuza van Java memutuskan untuk pergi ke rumah korban pertama Mr.Killer , Shelvia. Mereka disambut sangat ramah oleh Shelvia yang ternyata 'penggemar' Revan dan Yukio. Namun, saat Revan melayangkan pertanyaan terkait kasus Mr.Killer, ia reflek menjatuhkan gelas yang akan ia taruh di meja tamu. Wajahnya tegang seperti menahan takut.
********
“Kenapa lo nanyain itu?” Shelvia menjatuhkan badannya ke sofa dengan sangat lemas, lalu menunduk sambil memegangi perutnya. Revan jadi terdiam— tidak tega untuk lanjut mencari keterangan dari Shelvia. Shizuka juga tidak tahu harus bagaimana, jadinya ia hanya lirak-lirik Revan. Bahu Shelvia terlihat naik turun—seperti ketakutan. Waah, gawat! Mereka semua jadi gelisah terutama Revan. Merasa sudah bikin anak orang mengaktifkan traumanya dan itu baru pertama kali ia lakukan sih. Mau tidak mau Revan harus turun tangan nih. Tanggung jawab, dong!
“So...sori, ya Vi. Ngng... gue bukannya...”
Tiba-tiba, Rita berdiri dan melangkah ke arah Shelvia. Sukses besar bikin semua sahabatnya terutama Revan terbengong-bengong melihat Rita mendekati Shelvia. Rita seperti berbicara pelan dengan Shelvia sambil tersenyum manis bagai anak SD nya. Habis itu....jeng! jeng! wajah Shelvia cerah lagi! Ajaib!
Set! Shizuka dan Revan menatap kagum ke arah Rita. Cewek manis itu cuma bisa senyum meringis. Saking hebatnya Rita, Yukio saja sampai merangkul sok akrab dengan senangnya. Akibatnya? Langsung deh dapat tabokan dari Mira.
“Sori, ya guys. Gue sebenarnya masih takut kalau ingat kejadian itu. Tapi, demi kalian yang ingin menyelesaikan kasus ini, gue bakal cerita. Ngng…kalo diitung dari hari ini, gue nerima surat itu...udah sebulan yang lalu. Awalnya gue pikir iseng, eh ternyata malah beneran kejadian. Gue ditusuk jam lima sore, abis ikut klub sastra. Tepatnya sih sehari setelah nerima surat itu. Pas itu gue lagi berdiri di gerbang, nungguin temen gue ngambil barang ketinggalan di ruang klubnya. Eh, nggak taunya....gue ketusuk.”
Revan mencatat cepat semua cerita Shelvia di notes cokelatnya. Beneran cepat lho! Tidak ada yang ketinggalan, tidak ada pula yang kekurangan. Hebat!
“Lo liat nggak pelakunya kayak apa?” Tanya Shizuka setelah menyeruput sirupnya. Shelvia menggeleng lemah lalu menunduk sambil memainkan jari-jarinya.
“Nggak tau, Kak. Soalnya gue ditusuk dari belakang. Tau-tau gue udah jatuh aja. Tapi....” Shelvia menatap mereka semua dengan pandangan tidak yakin dengan lanjutan ceritanya ini. Tentu saja, Shizuka menangkap ekspresi Shelvia yang sepertinya sedang ragu.
“Nggak pa-pa. Cerita aja apa yang lo tau. Mungkin aja itu bisa jadi petunjuk buat kita.”
“Tunggu bentar. Jangan-jangan kalian geng Yakuza van Java yang katanya suka bantuin orang-orang itu ya?!”
GUBRAAAK! Kalau ini di dalam komik, mungkin semuanya sudah pada terjungkal ke belakang atau mungkin paling masuk akalnya, tiba-tiba jatuh dari sofa. Yaelah, Vi! Vi! Masa geng populer di sekolah sekelas Yakuza van Java bisa tidak kenal siapa anggotanya? Waah, bikin Mira langsung menoleh sinis ke Yukio. Tuh anak promosinya gimana sih? Begitulah batin Mira.
“Ki...kita ini...Yakuza van Java... emangnya si tengil satu ini nggak promosi ke elo, ya?” Mira menunjuk-nunjuk Yukio dengan wajah meringis keki memandang Shelvia. Yukio jadi menoleh sebal ke arah Mira karena dibilang ‘tengil’. Shelvia seperti berpikir sesaat, lalu menggelengkan kepalanya.
Fiuuuh! Mereka semua jadi kompak mendesah panjang. Heloo! Memangnya ada ya geng lain yang ikut-ikutan bego bikin grup cari mati sepeti grup pembasmi kejahatan Yakuza van Java ini? Kok bisa ya nih anak baru sadar?
“Tadi...lo mau ngomong apa?” Revan sudah lebih dulu kembali ke mode normal—datar, kaku dan dinginnya.
“Eh? Oh, iya sampai lupa. Hmmm....sebenernya pas gue masih sadar sehabis ketusuk, gue sempet liat tangannya yang bawa pisau itu pas dia ngelewatin gue. Hmmm....ada semacam tahi lalat.”
Revan yang tadinya berwajah datar, tiba-tiba saja berbinar-binar mendengar kata-kata pelan Shelvia tadi. Tidak tanggung-tanggung, langsung catat pakai huruf kapital di kalimat ‘tahi lalat’, lho! Revan tersenyum puas memandang catatannya, begitu juga dengan Shizuka. Walaupun nanti cukup sulit mencari diantara ratusan murid kelas dua, yang penting punya patokan. Revan melihat jam tangannya. Gawat! Sudah jam enam lebih!
“Sori, ya kita semua harus pulang. Maaf sudah mengganggu.” Revan mengambil tasnya dan beranjak dari sofa. Shelvia agak kecewa harus berpisah dengan dua pangeran sekolah ini. Tapi, ia berusaha tersenyum.
“Oh, iya. Nanti kalo ada perlu lagi sama gue, chat atau telepon gue aja, ya.” Shizuka melirik agak sinis ke Shelvia yang sedang senyum-senyum manis. Ketahuan banget tuh modusnya! Apa lagi dong kalau bukan ingin dapat kesempatan bertemu Revan dan Yukio lagi?
Setelah keluar dari rumah Shelvia, langit ternyata sudah berubah menjadi gelap. Revan tidak menyangka kalo sudah selama itu di rumah Shelvia.
“Guys, thanks ya. Hari ini kalian udah banyak bantu. Besok pas istirahat kita kumpul lagi buat bahas cara nyelidikin semua murid kelas dua yang punya tahi lalat di tangan.”
Mereka semua mengangguk, kecuali Yukio dan Rido yang kelihatan sudah sangat lelah. Mereka berdua cuma bisa mengangkat tangan tinggi-tinggi sambil jalan. Karena beda jalur, mereka berpisah di dua persimpangan jalan.
*******
Sabtu, pukul 09.17
Suasana di atap sekolah sedang sepi walau ada enam orang berkumpul duduk melingkar lesehan di lantai semen. Mereka lagi terdiam memikirkan cara menyelidiki ratusan orang tanpa bikin murid-murid kelas dua merasa terganggu. Yukio yang tidak suka suasana sepi, langsung saja mengeluarkan android dari saku celana, dan dengan sengaja menaikan volume musiknya. BUG! Mira yang duduk di sebelahnya langsung meninju lengan Yukio.
“Apa sih?”
“Berisik, bego! Kita kan lagi mikir!”
“Gue sebel suasana sepi.”
“Ya, udah lo keluar aja sana!” Revan sampai ikutan Mira membentak Yukio yang lagi-lagi bikin gara-gara. Ya iya dong! Gara-gara musik game yang sangat kencang, bikin yang lain tuh jadi tidak bisa berpikir sama sekali. SET! Mata Yukio seketika itu tajam menatap Revan, lalu dengan cueknya duduk ala yankee. Hih! Sengaja banget! Menyebalkan!
“Van, lo jangan sok jago deh. Menurut gue kasus ini tuh baiknya diserahin ke polisi. Buntu kan? Nggak bisa nemu caranya, kan? Udah sih, bilang aja kita udah angkat tangan dan...”
“DIEM LO!” Revan mengacak-acak rambutnya. Stres-bingung-tidak tahu harus bagaimana. Kata-kata Yukio tadi ada benarnya juga sih. Kasus ini bagi mereka yang hanyalah anak SMA, sudah pasti terbilang berat. Tapi, Revan memikirkan anak-anak kelas dua yang sudah susah payah menyembunyikan kasus ini dari guru-guru serta murid kelas satu dan tiga. Kalau Lia dan Rendi tidak datang memohon pada geng Yakuza van Java, mungkin Revan juga tidak bakal tahu. Mira yang sangat gaul pun baru tahu ada kasus sebesar ini. Di saat mereka sedang galau-buntu akan pemecahan masalahnya, tiba-tiba saja......
BRAAAAK! Seseorang membuka lebar pintu atap sekolah dengan keras, sukses besar bikin mereka berenam terkaget-kaget.
“Ada apa, Ren?!” Revan sampai berdiri dan melangkah cepat menghampiri cowok berkacamata yang sedang setengah berjongkok mengatur nafasnya yang tersengal-sengal. Shizuka dan yang lain pun jadi ikut menghampiri Rendi.
“Ada....ada...korban! Di belakang sekolah barusan ada satu cewek yang ketusuk lagi!” Seru Rendi dengan napas yang masih memburu. Seketika itu wajah mereka menegang, terutama Yukio dan Rido yang kekesalannya mulai memuncak sampai mengepalkan tangannya kuat-kuat. Tanpa bengong lagi, Shizuka dan Revan langsung berlari keluar melewati Rendi.
“Rendi! Lo bilang sama semua ketua murid kelas dua untuk kumpulkan semua murid di kelas! Jangan ada yang tertinggal seorang pun!” Revan titip komando ke Rendi sebelum menghilang bersama Shizuka.
“Hei! Kalian mau kemana?!” Sayangnya pertanyaan Rido tidak terjawab karena Shizuka dan Revan sudah menghilang. Mira melihat jam tangan sporty nya. Tinggal lima belas menit lagi menuju bel tanda istirahat usai. Mira yakin Revan menyuruh Rendi mengumpulkan anak-anak, pasti tujuannya untuk mengadakan razia. Saat Rendi mau ambil ancang-ancang siap meninggalkan atap sekolah, tiba-tiba bahunya seperti ditahan seseorang.
“Bro, kita-kita bantuin lo ya?” Niat baik Rido disambut anggukan kuat Yukio, Mira, dan Rita. Tentu saja dengan senang hati Rendi menerima niat baik mereka.
********