Yakuza van Java S.2 : Case Files

A.M.E chan
Chapter #24

CASE 7 : SEVEN PEOPLES (Pertengahan I)

Episode Sebelumnya : Ketua Geng Yakuza van Java, Revan memutuskan menerima kasus Nina sang ketua murid kelas 3-1 IPA untuk mencari ketujuh murid sekelasnya yang tidak terlihat di kelas sejak dua minggu lalu. Revan awalnya tidak percaya akan pengakuan Nina soal alamat ketujuh murid yang disinyalir palsu. Namun, setelah geng Yakuza van Java sendiri yang pergi mengunjungi alamat yang mereka dapat dari Nina dan arsip di ruang Tata Usaha, ternyata Nina tidak bohong! Apa maksudnya ini?!

********

“Menurut lo gimana, Shi?” Revan menengok ke arah Shizuka yang duduk di jok belakang, begitu mereka semua termasuk dirinya sudah masuk ke dalam mobil. Shizuka cuma geleng-geleng kepala lemah, lalu melipat tangannya.

“Yang gue tangkep sih....dia ketakutan.”

“Hah?”

“Gini aja deh Van. Daripada ngabisin waktu mikirin rumah aneh ini, mendingan ke rumah yang lainnya aja. Gimana?”

Revan mengangguk menerima usul Rido, lalu mengirimkan alamat selanjutnya pada LINE Yukio. Yukio membuka hapenya, kemudian menekan link yang dikirim Revan. Seketika itu, layar hapenya menunjukkan peta berikut suara pemandu arah dari situs pencarian terkenal. Ia menjalankan mobil menuju rumah kedua—rumahnya Rey. Selama perjalanan, Revan terus saja memelototi alamat mereka bertujuh di notesnya. Bingung kenapa alamat dari T.U bisa salah kaprah begini? Ah! Pusing! Revan mengacak-acak rambutnya. Yakin banget pasti ada trik bikin pusing di alamat-alamat ini. Huh dasar! Bikin kacau orang saja! Untungnya, kali ini Yukio sedang tidak mood kebut-kebutan. Mungkin karena ketularan pusing juga soal staf T.U yang bisa-bisanya salah mencatat alamat rumah Cynthia.

Selang tiga puluh menit kemudian, Yukio menghentikan mobil di depan sebuah gang diantara rumah-rumah besar. Mata Revan lirak-lirik seperti mencari sesuatu.

“Gang melati, kan? Itu tuh gangnya.” Yukio menunjuk ke arah seberang jalan di sampingnya. Mereka langsung turun dari mobil. Yukio dan Shizuka yang tidak kuat cuaca panas, siap pakai topi. Ih! Mereka kompak merengut. Apa banget deh nih jalan?! Kotor banyak sampah, sempit, becek, dan....‘jebakan maut’ si ayam yang hampir saja Yukio injak kalau tidak diseret Mira. Setelah melalui beberapa ‘rintangan’ tadi, mereka sampai di depan sebuah rumah kecil bertembok biru berlantai satu. Kos putera Affandi. Lho? Kok ada plang beginian sih? Revan agak bingung menatap plang yang menggantung di depan pagar. Tapi Revan dan yang lain tetap masuk dan mengetuk pintu rumah. Agak lama juga sih sampai akhirnya seorang kakek-kakek berkaos singlet, sarung dan peci membuka pintu. Wuush! Saat pintu dibuka, langsung saja deh menyebar asap menyengat dari rokok yang sedang dihisap si engkong. Bikin mereka langsung menutup hidung sambil kibas-kibas tangan mengusir asap bau-bikin sesak dan susah napas itu.

Aya naon? Mau liat kosan, ya? Hmm...tapi kosan bapak mah kosan lalaki. Kalo awewe teu narima.” Yee, si kakek mah langsung saja nyerocos promosi. Ge-er banget sih dikiranya ingin cari kosan!

“Ngngng...bukan, Pak. Saya mau tanya apa bener ini rumahnya Rey?”

Kening sang kakek jadi terlihat makin mengerut saat mendengar pertanyaan Revan. Beliau menggaruk-garuk kepala berubannya juga. Waah, Rita sudah cemas saja berpikir jangan-jangan kejadiannya bakal sama seperti rumah Cynthia. Namun ternyata....

“Rey? Hmmm....Rey Septa Putera?”

Mereka semua kompak manggut-manggut kuat.

“Rey memang pernah tinggal disini. Tapi, ini mah bukan rumahnya Rey. Ini rumah bapak. Rey mah cuma ngekos doang disini dan udah lama keluar. Katanya mau pulang ke rumah orang tuanya. Oia! Jangan-jangan, akang teteh temannya Rey, ya?”

Mereka semua kompak mengangguk lemas. Sang kakek sih malah senyam-senyum sambil menghisap rokoknya. Parahnya nih, tuh kakek sengaja banget menyebarkan asapnya di depan mereka! Yaa tentu dong bikin mereka jadi kompak batuk-batuk sambil kibas-kibas tangan!

“Oh, iya! Dulu juga ada yang nyari Rey. Cewek sama cowok pake kacamata. Yaah, bapak bilang kalo Rey udah nggak disini lagi.”

Mata mereka semua yang tadinya sayu bagai zombie baru bangkit dari kubur, seketika berubah menjadi berbinar-binar. Sudah pasti, maksud si kakek tuh pasti Nina dan Rian! Mungkin saja Nina dan Rian pernah kasih tahu info penting soal si Rey ini.

“Terus, mereka nanya apa?” Saking penasarannya, Shizuka ikutan jadi reporter. Yaah, itung-itung membantu Revan laah.

“Wah! Si teteh meuni geulis pisaan! Yaa, sama aja sih kayak kalian. Mereka teh ngira disini rumahnya si Rey. Yaa bapak bilang kalo ini rumah bapak.”

“Bapak tau nggak orang tuanya dimana?” waah! Si kakek jadi berasa artis, ditanya melulu. Awalnya Revan, berlanjut Shizuka dan sekarang Rido! Yaah, sayangnya bapak itu cuma geleng-geleng kepala.

Enteu, a. Abdi mah jarang aya di dieu. Abdi juga jarang deket sama anak-anak. Maklum, tos tua.” Kakek itu cuma senyam-senyum memamerkan gigi ompongnya, yang cuma direspon geng Yakuza van Java dengan saling lirak-lirik-saling pandang heran.

**********

“Tujuan mereka apa, sih....” Revan ngomong sendiri sambil memelototi notes cokelatnya. Tangan kirinya ia suruh bekerja menggaruk kepalanya yang tak gatal. Bingung! Masalahnya sudah dua alamat yang salah. Jangan-jangan....alamat yang selanjutnya juga bermasalah!

“Kita pulang aja deh. Buntu!” Revan melempar notesnya ke dasbor mobil lalu melipat tangannya. Waah, gaswat! Revan ngambek! Bikin mereka semua (kecuali Yukio) saling pandang cemas. Tidak bisa begitu dong! Tidak ada kata menyerah dalam kamus Yakuza van Java!

“Jangan cepet nyerah gitu dong, Van. Kali-kali aja yang selanjutnya bener? Baru juga dua kan?” kata-kata semangat Rido disambut anggukan kuat Shizuka, Mira dan Rita. Revan menolehkan wajahnya ke arah mereka berempat. Yaa, iya juga sih. Menyerah di tengah jalan? No way!

Lihat selengkapnya