Yakuza van Java S.2 : Case Files

A.M.E chan
Chapter #30

CASE 8 : GH.OST (Pertengahan III)

Episode Sebelumnya: Geng Yakuza van Java yang mendapat kabar buruk dari Mang Asep bahwa meja Pak Dedi baru saja dirusak, segera meluncur ke TKP. Kondisi meja yang sangat parah ini baru kali itu Revan sang ketua Yakuza van Java lihat. Pak Dedi marah-marah dan menuduh Revan pelakunya karena cat minyak warna merah yang tersebar di seluruh penjuru meja. Untungnya Mang Asep membela Revan. Namun, masalah tidak berhenti sampai disitu karena saat mereka berenam tiba di gerbang sekolah hendak pulang, tiba-tiba mata Rita melihat sosok putih di lantai dua! Apa itu? Benarkah hantu?

*******

Jumat, 12 November 2021 pukul 09.15

 Mereka berlima benar-benar tidak bisa mengerti apa yang sedang Revan pikirkan, saat langkah mereka berhenti di depan ruang klub seni. Mata Revan menatap tajam pintu di depannya yang memang tidak pernah ia kunci itu. Saat Revan menekan handel pintu, secercah cahaya menyilaukan langsung menyerang mata mereka. Revan dan yang lain reflek menghalau mata dengan telapak tangan, setelah itu mata mereka dibikin melotot dengan patung-patung entah tokoh siapa yang berjajar rapi mengelilingi ruangan itu. Pada sekeliling dindingnya, tergantung lukisan yang lumayan bagus untuk ukuran anak SMA. Tidak seperti mereka, mata Revan sama sekali tidak menggubris semua benda seni yang ada di ruangan. Ia berjalan mendekati sebuah kanvas yang tertutup kain putih. Revan berjongkok membuka lemari kecil tempat ia biasa menaruh perlengkapan melukis untuk anggota klub seni lainnya. Hmm...susunannya berubah! Palet, cat minyak, letak kain putih yang menutup kanvas, semuanya berubah. Kok Revan bisa tahu? Jangan salah, ingatan Revan tuh tajam banget! Apalagi ruangan ini seperti rumah kedua bagi Revan, yaa tidak aneh kalau ia mampu mengingat sampai ke tata letak benda segala!

Bro, ngomong-ngomong kita ngapain sih kesini? Mending ke atap sekolah aja.” Rido ngomong dengan nada malas sambil menatap salah satu lukisan abstrak dengan mata bosan.

“Gue ajak kalian kesini buat ngasih tau wujud hantu yang diliat Rita kemaren.”   

“HAAAAH?!” mereka semua kompak membulatkan mulut plus mata melotot. Rita, Mira dan Shizuka jadi merinding berpikir ternyata kemarin tuh memang mereka tidak salah lihat. Masa iya sih hantu? Kalau iya, berarti bukan tugas Yakuza van Java lagi dong. Panggil saja tuh dukun santet-paranormal-tukang sihir deh! Aaah! Tidak mungkiiin! GREP! Shizuka langsung mencengkeram kerah kemeja Revan, dan menatap dengan mata tajam penuh emosi. Kurang ajar banget kalau Revan berniat iseng untuk menakut-nakuti!

“HEH! Lo mau nakutin kita, ya? Lo mau bilang yang diliat Rita itu bukan salah liat gitu?”

“Iya, Van! Lagian hantu tuh nggak ada! Dasar! Jangan-jangan lo kebanyakan nonton film horor, ya?” Yukio ikut-ikutan sewot dengan mata tajam. Fiuuh! Revan menghela napas panjang. Sudah menduga bakal begini jadinya. Secara, Revan sudah tahu banget kalau sahabat-sahabatnya ini punya satu kesamaan: sifat ekspresif! Revan mengalihkan tangan Shizuka dengan lembut dari kerah kemejanya, lalu berjalan mendekati kanvas dan mengambil kain putih yang menutupinya.

“Ini lho hantunya.” Revan dengan santai dan tenangnya mengarahkan kain putih itu ke arah mereka.

“Hah?!” Mereka semua langsung mendekati Revan. Shizuka mengambil kain putih dari tangannya dan membentangkannya. Cuma kain putih polos biasa—tidak ada trik tidak ada yang istimewa juga.

“Ini, Van?”

“Iya, Shi. Berarti waktu itu pas udah ngerusakin meja Pak Dedi, dia masih sembunyi di suatu tempat di ruang guru karena nggak nyangka kita masih ada di sekolah. Kalo dugaan gue bener, berarti pelakunya selalu beraksi antara jam tiga sampai jam limaan. Karena dia tahu masih ada siswa lain selain pelaku, ia sengaja mengawasi kita dan muncul di ruang kelas dua dengan kain putih ini saat kita udah tiba di gerbang. Tujuannya? buat menakut-nakuti kita aja.” Revan menjelaskan sambil berjalan keluar dari ruang klub seni. 

“Tapi...kenapa harus cosplay pake kain ini sih?” Shizuka memandangi kain putih kumal itu dengan sorot mata jutek dan nyinyir. Mira dan Rita saja sampai tutup hidung. Bau apeknya kebangetan!

“Mungkin, untuk jaga-jaga Shi? Supaya kalo ternyata masih ada orang dan nggak sengaja ketemu, mereka langsung panik dan pergi karena ngira hantu.”

Revan menoleh kagum ke arah Rido, lalu menepuk pundaknya.

“Lo makin pinter, ya.” dengan senyum tipis menghiasi wajahnya, Revan santai banget berjalan melewati Rido. Rido cemberut dibilang begitu. Jadi selama ini Revan nganggep gue bego ya? Sialan!

*************

 “Haris Oryzasativa, Heria Oktariani...hei hei, Van. Mereka ini siapa?” Yukio garuk-garuk kepala bingung saat menerima secuil kertas kecil dari Revan begitu tiba di depan kelas 3-1 IPA. Walaupun begitu, Yukio merasa tidak asing dengan nama yang susah disebut itu. Ia cuma tidak mengerti saja apa tujuan Revan memberikan kertas nama-nama itu. Shizuka? Ia sudah pergi meninggalkan Revan dan yang lain dong karena sudah mengerti maksud Revan!

“WOY! SHIZUKA! LO MAU KEMANAA?!” Teriakan Rido sayangnya tak bisa didengar Shizuka karena sudah berlari jauh. Revan mendesah pasrah. Memang harus ekstra sabar menghadapi Yukio-Rido yang menurutnya agak ‘unik’ dari manusia lain. Harus dijelaskan panjang lebar dulu baru mengerti. Huh! Dasar pilon!

“Oh, jadi kita disuruh cari info? Rebes, bro! Yok, Ki! Sekalian....”

“Oh, iya iya benar! Cewek-cewek kelas satu kan seksi...”

PLAK! PLOK! Mira dan Rita sepakat menabok kuat bahu Yukio dan Rido. Soalnya mata keranjangnya itu lhoo sudah keterlaluan banget! Malu-maluin saja!

“Lho? lo nggak ngapa-ngapain gitu? Enak banget ya jadi ketua.” Yukio melirik sinis ke arah Revan sebelum pergi. Mira melotot ingin menjitak mulutnya yang suka ngomong sembarangan. Tapi Revan mengangkat tangannya rendah ke arah Mira. Matanya dataaar banget menatap Yukio.

“Gue nggak perlu kertas karena namanya udah hafal di otak gue. Nggak kayak lo pikun. Makanya gue berbaik hati mau nyatetin. Oh, iya inget ya. Batasnya sampai waktu istirahat selesai.” Revan langsung ngeloyor pergi dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Puas banget sepertinya karena sudah telak menyindir Yukio. Rasanya Yukio ingin menghajar Revan atau seenggaknya memuntir mulut tipisnya itu deh! Sayang seribu sayang, Mira langsung menyeretnya pergi karena memang satu jalur.

Revan berhenti melangkah. Kepalanya ia tengokkan ke belakang. Matanya nanar memandang Yukio, Mira, Rido dan Rita yang sedang berlari. Memburu fakta di tengah waktu yang tinggal sepuluh menit lagi. Kita cuman punya waktu sedikit sampe istirahat selesai. Hmm....sori ya gue percepat tugasnya. Soalnya sebentar lagi kita bakal ujian nasional dan gue nggak mau kalian terganggu sama kasus. Revan lagi-lagi menghembuskan nafas dengan berat, matanya kini menatap lurus, setelah itu....tancap gas masuk ke kelas 3-3 IPA. Disana ada salah seorang suspect yang daritadi teruuus saja mengusik hati dan pikirannya.

 Atap sekolah, pukul 16.15

Setelah pengayaan Kimia selesai, mereka diajak (lebih tepatnya sih dipaksa) ke atap sekolah untuk laporan. Yukio sudah menguap beberapa kali bahkan sempat ketiduran sambil duduk, sampai ia harus ditabok Mira. Sebenarnya Revan merasa bersalah menyuruh teman-temannya kerja keras begini untuk mengungkap pelakunya lebih cepat. Tapi sebagai ketua, ia tidak boleh menunjukkan rasa bersalah itu di depan mereka. Harus tenang! Harus tegas!

“Sori, gue tau kalian capek tapi tolong pengertiannya.”

“Eh, Van. Kenapa nggak besok aja sih? Lo tau kita capek tapi malah nyuruh laporan. Kan...AW!”

Lihat selengkapnya