Yakuza van Java

A.M.E chan
Chapter #7

Fifth Level

Senin, pukul 08.30 pagi

       Shizuka memandang kursi di sebelahnya yang kosong dengan tatapan sedih. Hari ini Rita masih harus dirawat di rumah sakit karena lukanya yang memang parah. Shizuka sudah terlalu bosan memandangi jendela yang secara tidak langsung menjadi hobi barunya di kala sedang bosan di kelas. Kini, matanya menengok ke arah kursi kosong di baris yang berseberangan dengannya. Huh! Bawaannya kesal, marah ingin menabok tuh penghuni kursi deh! Selain karena selalu bolos, alasannya membenci Izan juga karena mengajak temannya yang masih 'normal' untuk ikutan bolos. Parahnya lagi, dia juga mencelakai orang-orang yang dianggapnya pengganggu!

      Sialan! Enak aja dia main bolos terus nyelakain sahabat gue! Nggak bisa dimaafin!

      Shizuka menatap kursi Izan dengan muka sebal. Saking sebalnya, sampai tidak sadar kalau Bu Lintang sudah dua puluh kali memanggil Shizuka! Dua puluh kali lho saudara-saudara!

     "Shizuka. Shizuka. SHIZUKA!"

      Shizuka langsung berdiri sampai kursinya terjatuh saking kagetnya mendengar suara Bu Lintang yang cetar membahana. Teman-teman sekelasnya sampai tertawa melihat adegan lucu ala Shizuka. Tapi saat mata Shizuka menatap tajam ke arah mereka semua, tawa mereka langsung berhenti dan berkutat ke buku cetak masing-masing.

      "Ada apa, Bu?"

      "Ada apa ada apa. Ngapain kamu ngeliatin jendela terus, hah?! Memangnya papan tulisnya ada di jendela, ya? Terus Ibu ngajar di langit, gitu?!" Bu Lintang melotot ke Shizuka sambil berkacak pinggang. Memang siih, Bu Lintang kan terkenal judes. Duh! Shizuka menyesal sekali merutuk-rutuk Izan di saat yang tidak tepat. Ini semua gara-gara Izaaaan! Awas lo!

     "Maaf, Bu. Saya menyesal."

     Ibu separuh baya berambut agak kribo itu langsung kembali ke depan dengan perasaan dongkol. Shizuka kembali duduk dengan perasaan campur aduk. Sedih, kesal, marah, khawatir, aaaah! Pusiiiing!

     TEEEEEEEEEEEET! Untung saja, bel tanda istirahat telah bunyi. Setelah Bu Lintang keluar, anak-anak langsung berhamburan keluar kelas. Cuma Shizuka yang tidak bersemangat dan malah menelungkupkan wajah dibalik kedua lengannya.

    "Ritaa, cepet sembuh dooong."

     Puk. Tiba-tiba, ada yang menepuk pundaknya dari belakang. Shizuka sampai berdiri dan berbalik dengan tangan teracung, siap dengan jurus bom nuklirnya.

   "Shi...Shizuka....ini aku. Nana. Nana." Nana ketakutan sampai mengayunkan kedua tangan ke depan bermaksud melindungi diri. Shizuka langsung menurunkan tangannya dan buru-buru membungkuk-bungkuk seperti biasanya.

    "Udahlah, Shi. Nggak pa-pa, kok. Mau ke kantin?" Tawaran Nana malah bikin dahi Shizuka mengernyit.

   "Ka...kantin?"

    Nana tersenyum tipis sampai menepuk jidatnya sendiri. Shizuka kan orang Jepang. Pastilah bahasa Indonesianya masih belum banyak tahu. Lho? Tapi...kenapa kata-kata kayak 'lo' atau 'gue' kok malah tahu, ya? Kantin kan bahasa umum? Mata Nana tidak henti-hentinya menatap Shizuka yang sedang asyik memandang layar hp-nya. Wow! Nana berani jamin itu hp pasti mahal! Ya iya dong model terbaru yang banyak dimiliki seleb-seleb papan atas! Smartphone yang semua orang inginkan. Apa lagi kalau bukan smartphone berlogo apel termakan separuh.

    "Oh, itu artinya. Yuk yuk! Gue laper, nih." Shizuka langsung menarik tangan Nana, setelah menemukan kata yang didengarnya itu dari aplikasi kamus di hp-nya. Begitu tiba di kantin, Shizuka harus berjuang berdesak-desakan diantara lautan murid. Ia juga mendengar suara ribut murid-murid yang minta dilayani duluan. Duuh, beneran sudah seperti pasar saja! Shizuka sampai melongo diam memandangi suasana kantin. Berbanding terbalik dengan sekolah di Jepang deh!

    "Kok kayak pasar, ya Na." Akhirnya, Shizuka cuma bisa bicara begitu dengan muka polosnya. Nana cuma bisa menghela napas sambil memandang ke arah kantin.

   "Yah, kantin sekolah emang selalu begini kalo istirahat."

    DUG! Tiba-tiba, bahu Shizuka tersenggol seseorang. Shizuka hampir saja ingin meninju orang yang menyenggolnya. Untuuung saja buru-buru dicegah Nana.

    "Ja...jangan, Shi! Wajar kan kita kesenggol di kantin, karena emang penuh banget kalo lagi istirahat. Tahan, yaa." Nana berusaha sekuat tenaga menahan tangan Shizuka. Mau tahu rasanya menahan tangan Shizuka? Seperti menahan pohon siap tumbang! Beraat banget! Untung saja Shizuka menurut lalu pelan-pelan menurunkan tangannya.

     "Jadi mau beli makanan?"

     Shizuka menggeleng. Melihatnya saja sudah malas apalagi harus berdesak-desekan untuk membeli makanan? Mending balik ke kelas saja deh! Begitulah yang ada di pikiran Shizuka. Nana tersenyum lalu menggandeng tangan Shizuka supaya tidak terpisah gara-gara desakan orang.

     "Lho? Ternyata boneka cantik main kesini juga."

     Set! Shizuka langsung berbalik dan menarik tangan Nana sampai ke belakangnya. Shizuka mendengar jelas bisikan suara orang yang sangat dikenalnya itu. Nana pun terkejut sampai menutup mulutnya. Diantara orang-orang yang sedang berlalu lalang, Izan dan temannya yang saat itu bertugas sebagai 'penunjuk jalan' kemarin, berdiri dengan tenangnya. Shizuka ingin teriak-teriak memarahi Izan, tapi Nana memegang pundaknya seperti mencegah Shizuka untuk menghampirinya.

    "Selamat. Lo udah masuk level lima. Tunggu aja siksaan gue selanjutnya. Kali ini gue nggak bakalan kalah."

     Walaupun kantin sedang ramai, telinga Shizuka bisa mendengar dengan jelas kalau tadi cowok gila itu bilang 'neraka level lima'. Shizuka cuma diam sesaat lalu tersenyum tipis. Setelah itu, ia keluar dari kantin sambil menggandeng tangan Nana.

    "Bos, kenapa dibiarin pergi?"

    "Nggak pa-pa. Gue emang nggak ada niat buat berantem. Level lima kali ini gue nggak pake kekerasan."

    Rizal mengernyitkan dahi tanda tidak mengerti maksud Izan. Tentu saja Izan sadar arti kernyitan dahi Rizal. Secara, sudah sahabatan selama lima tahun gitu lho!

    "Gue udah tau kelemahan dia, Zal. Semua ini tuh berkat dia. Info dia emang selalu bagus-bagus."

    "Terus? Bos bakal ngelakuin apa ke cewek itu?"

    "Gue...bakal siksa dia pake psikologis alias pake perasaannya."

    Rizal terkejut. Ia jadi teringat kasus Rendra yang waktu itu juga 'disiksa' dengan cara itu.

    "B...Bos...bos mau ngelakuin hal yang sama pas ke Re...ups!"

    "Iya, Zal. Selama gue pake cara itu, gue nggak pernah gagal, kan? Kali ini gue yakin banget seratus persen, gue bisa ngeliat air mata kekalahannya."

                    ********************

    Shizuka dalam hati menyesal juga karena tidak sempat membeli makanan di kantin tadi. Dalam hatinya, ia mengutuk-menyumpah serapah Izan yang sialnya ketemu di kantin. Melihat muka merengut Shizuka, Nana jadi tidak berani mengajak bicara dan hanya bisa memandang Shizuka. Menunggu cewek cantik itu bicara duluan.

    "Lapeeeeeer!" Seru Shizuka sambil memukul-mukul meja. Harapan Nana sih terkabul tapi kata 'lapar' yang diteriakkan Shizuka, malah bikin Nana jadi merinding. Waduh! Monster kalau lagi kelaparan ngeri juga, ya!

    "Ma....maaf ya Shi."

    "Lho? Kok elo minta maaf? Nah, elo mau pesan apa?" Shizuka mengeluarkan ponsel dari saku kemejanya. Bikin Nana melongo bingung. Pesen? Mau pesen apaan? KFC? Pizza Hut? Nggak mungkiiiiin!

     "Shi...Shizuka...nga..ngapain kamu ngeluarin ponsel?"

     "Mau pesen makanan dong. Delivery. Ada kan di Indonesia? Yang namanya Go...apa gitu."

     "Shi...Shizuka...waktu istirahatnya cuman tinggal lima menit lagi, lho..."

      TEEEEEEEEEEEEEEEET! Tepat setelah Nana bilang begitu, bel masuk berbunyi. Nana menghela napas sebentar lalu matanya kembali menatap gadis cantik di depannya.

      "Tuh kan..."

       Shizuka hanya bisa diam membatu sambil merutuk-rutuk dalam hati. Menyesal tadi tidak nekat saja membeli makanan sekalipun cuma roti. Perutnya sudah cerewet minta makan. Nana jadi iba melihat Shizuka seperti manusia kurang oksigen begitu. Ia mengeluarkan roti dari saku roknya, lalu menyodorkannya di depan Shizuka.

      "I...ini tadi sebelum berangkat sekolah aku sempet beli di deket rumah. Kalo kamu sudi makan yang beginian..." Nana tidak bisa melanjutkan kata-katanya karena terkejut melihat mata Shizuka berbinar-binar. Mulutnya juga basah karena liur yang berjatuhan meliat roti yang dipegang Nana. Bikin Nana jadi merinding sendiri bagai melihat orang gila jalan-jalan di tengah jalan.

Lihat selengkapnya