"Non, si Mbok siapin cemilan mau?"
Alia menggeleng. "Makasih, Mbok. Ini sudah cukup."
Mbok Sum mengangguk lalu kembali pergi meninggalkan Alia yang sudah beberapa hari terakhir ini sendirian di rumah.
Deska tidak pulang. Semarah itukah lelaki itu padanya? Alia terus bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Ia memandang kursi makan Tari, wanita itupun belum kembali ke rumah. Mbok Sum bilang, Tari ada urusan penting dan mendadak yang sama sekali tak Alia ketahui sampai sekarang.
Kembali lagi, pikirannya melayang. Terselip nama Satria di benaknya. Ia masih ingat bagaimana lelaki itu menyelamatkannya dari serangan orang-orang jahat. Keberaniannya bahkan sempat menggetarkan hatinya.
Kejadian itu berlangsung begitu cepat, namun membekas dalam memorinya. Satria muncul seperti sosok pahlawan dalam kisah-kisah lama yang tenang, sigap, dan penuh keyakinan. Tatapan matanya saat itu, tajam namun hangat, seakan menjanjikan perlindungan. Tidak!
Alia menggeleng. "Apa-apaan aku ini," Gumamnya pada diri sendiri. "Sadar, Alia! Mas Deska sampai saat ini masih belum pulang ke rumah, handphone-nya pun sulit di hubungi. Kenapa jadi Satria yang kini ada di pikiran kamu?!"