YANG BULAN SAKSIKAN

Raden Maesaroh
Chapter #3

Bab 3 Sarapan Pagi

Clara mengatur napasnya selama beberapa menit. Ia masih bersandar pada badan ranjang dan mengelus dadanya dengan perlahan. Setelah beberapa saat, ia mulai tenang lalu ia menuruni ranjang menuju kamar mandi dan kloset untuk membersihkan diri dan berganti pakaian. 

Ia berdiri di depan cermin, memasang anting-anting berbentuk bunga dengan hiasan batu berwarna hijau emerald. Itu senada dengan warna mata, dan gaun midi lengan panjang yang juga berwarna hijau tenang dengan hiasan bunga-bunga spirea di seluruh bagiannya. Ia terlihat anggun dalam balutan pakaian itu. Sepatunya senada dengan warna bunga spirea yang berwarna putih dan tidak memiliki hak yang tinggi. Rambut pirangnya ia kepang longgar sehingga beberapa helai rambutnya masih terlihat bergelantungan menghiasi telinga dan menggoda lehernya yang jenjang. 

Sebuah ketukan pintu membuatnya berhenti dari kegiatan merapikan dirinya. Ia menoleh ke arah pintu. Sebuah suara yang tidak ia kenal meminta izin untuk masuk dan tentu saja Clara mengizinkannya. Seorang perempuan berusia 20-an dengan mengenakan pakaiann khas pelayan memasuki ruangan. Ia memberi hormat dengan cara menunduk. 

“Nyonya, selamat pagi. Saya Ana. Saya pelayan yang khusus akan melayani semua keperluan Anda.” Pelayan itu menjelaskan dengan bahasa yang sangat sopan. 

“Selamat pagi, Ana. Terima kasih atas bantuannya. Semoga kita bisa akur ya!” ucap Clara sambil tersenyum. Ia tidak bodoh. Perempuan yang dikatakan pelayan itu tentu saja tidak bertugas untuk melayani dirinya, tetapi lebih pada mengawasi gerak-geriknya. 

Ana tersenyum, tetapi jelas ia merasa tidak nyaman dengan yang dikatakan majikannya baru saja. 

“Saat ini Nyonya ditunggu oleh Tuan dan Nyonya besar di ruang makan utama. Semuanya sudah berkumpul di sana, kecuali Anda!” ujar sang pelayan lagi. 

“Begitu!” ucap Clara. Ia mengembuskan napas dan kemudian tersenyum. 

“Ayo, kalau begitu! Kita tidak mau membuat mereka kelaparan dan marah, bukan!” ucap Clara sambil berjalan menuju keluar kamar. 

“Kau tunjukkan jalannya!” ucap Clara setelah ia berada di luar kamar. 

“Iya, tentu saja Nyonya.” Ana dengan cepat berjalan mendahuluinya untuk mengarahkan Clara ke ruang makan utama. 

Mereka sampai di ruang makan utama. Di sana, Justice Brightman duduk di kursi utama. Istrinya duduk di sebelahnya dan di seberangnya adalah Brad dan istrinya duduk tepat di sebelahnya. Ian duduk di sebelah ibunya, sementara Karl duduk bersebelahan dengan Sophia. 

Mereka sempat tertegun saat melihat Clara berdiri di sana. Kecantikannya yang membuat mereka terpukau. Ian bahkan menelan ludah. Karl dan Brad dengan cepat mengalihkan pandangannya bersikap seolah acuh padahal mereka masih bisa mengamati Clara dari ekor mata mereka. 

“Kau duduk di sebelah Ian,” ucap Justice tanpa repot melihat Clara. 

“Iya, Tuan Brightman,” jawab Clara dengan sopan. Ia melangkah menuju kursi yang dengan cepat dibukakan oleh seorang pelayan lelaki yang memang berdiri tak jauh dari mereka. 

Semuanya kembali tertegun dengan cara Clara memanggil Justice. 

Clara duduk di sebelah Ian dan di seberang Karl. Kedua lelaki itu mengernyitkan alisnya. Penciuman mereka membaui sesuatu yang harum dan mereka harus mengakui mereka menyukai bau itu. 

“Apa kau sengaja memakai wewangian untuk menarik perhatian?” Nada Karl menyindir dan tatapannya sinis. 

“Clara tidak menggunakan wewangian. Itu bau tubuhnya yang alami,” ucap Sophia dengan lembut. Ia menatap Clara sambil tersenyum lalu beralih pada Karl. 

“Ah, sepertinya kau sengaja diciptakan untuk menjadi pengganggu!” ucap Karl lagi sambil tersenyum sinis.

“Karl!” bentak Justice. 

Karl langsung diam. 

“Kita akan mulai makan. Tidak boleh ada perdebatan. Ini masih pagi. Jangan merusak moodku!” nada Justice masih tinggi. 

“Tuan Brightman, jika kehadiranku membuat kalian tak nyaman, aku akan makan di kamarku,” ucap Clara. 

“Tidak pagi ini! Tapi jika kau ingin melakukannya setelah ini, aku tidak keberatan,” kata Justice dengan nada datar tetapi memerintah. 

Mereka mulai makan dan suasana sangat hening. Beberapa kali Karl mencuri pandang ke arah perempuan yang duduk di depannya itu. Semakin dilihat semakin menarik. 

“Kenapa kau hanya makan salad dan buah? Apa kau tidak suka dengan makanan kami? Kau takut kami akan meracunimu?” Nada Karl selalu sama. Dingin, sinis, datar. 

“Tidak. Aku yakin semuanya enak. Tapi aku vegetarian,” ucap Clara. 

Semuanya terlihat kaget. 

“Apakah kau seorang vegan?” tanya Samantha. Dari cara ia bicara terlihat bahwa ia tertarik dengan yang baru saja Clara katakan. 

“Bukan, aku lacto-ovo vegetarian. Jadi, aku masih minum susu dan makan telur atau dairy product.” Clara menjelaskan dengan ramah.

“Sejak kapan kau menjadi vegetarian?” Giliran Sophia yang bertanya. 

Lihat selengkapnya