“Terima kasih, Tuan Hans,” ujar Clara dengan ramah. Ia menyunggingkan sebuah senyum manis membuat Hans yang bernama panjang Hansen McBreen itu agak tercengang. Dia menelan ludah tapi tetap memasang wajah datar. Percayalah bahwa lelaki tegap itu memang terlatih untuk itu.
“Tentu saja, Nyonya Muda,” ujar Hansen dengan datar sambil agak membungkuk menghormati majikannya.
Mereka baru saja selesai berkeliling di Mansion Brightman yang besar dan megah itu dan menghabiskan waktu hampir seharian. Sekarang mereka tengah berada di lantai dua perpustakaan, tepatnya berdiri di balkonnya menghadap ke arah luar menikmati pemandangan halaman rumput hijau yang cukup luas dengan gazebo yang tidak jauh dari sana dan sebuah rumah kecil yang di dalamnya terlihat seekor anjing betina jenis Bulldog tengah merebah dengan tenang.
Dari sana keduanya bisa melihat dengan jelas anak-anak Brightman dan Samantha tengah dengan santai mengobrol di gazebo sambil menikmati hidangan teh dan kopi dan beberapa jenis kudapan. Clara menatap mereka sejenak dan ia tahu bahwa mereka juga memperhatikan dirinya, tapi ia berpura-pura tidak melihat mereka dan dengan cepat mengalihkan pandangannya pada rumah kecil tempat anjing itu merebah.
“Itu anjing punya siapa?” tanya Clara menunjuk pada rumah kecil.
“Oh, Bando! itu anjing keluarga, tapi tak ada yang berani mendekatinya karena sangat sensitif. Ayahnya Tuan Brightman pemilik yang sebenarnya, tapi beliau sudah meninggal dan sebelum wafat, beliau menitipkan anjing itu kepada keluarga ini.” Hans menjelaskan sambil menatap Bando.
“Oh, karena itu kau tak membawaku ke sana? Karena dia galak?” Clara menatapnya sambil tersenyum.
“Iya. Tak ada yang berani mendekati anjing itu, Nyonya Muda. Jadi, sebaiknya Nyonya Muda juga tidak melakukannya,” ucap Hans.
“Apa yang terjadi kalau aku mendekatinya?” tanya Clara seolah tengah menantangnya.
“Mungkin Nyonya akan digigitnya. Tuan Ian pernah melakukannya dan ia mendapat jahitan di tangannya karena gigitan Bando.” Hans menjelaskan.
Sekilas ia menunjuk pada bagian tangan menunjukkan bagian tangan tuannya yang pernah menjadi korban gigitan si Bulldog betina itu.
“Siapa yang mengurusnya?” tanya Clara lagi.
“Tuan Ian?” tanya Hans sambil memperbaiki kacamatanya.
“Tentu saja Bando! Kenapa aku harus bertanya soal Ian?” Clara terlihat kesal.
Hans mencoba untuk tidak tersenyum dan ia berhasil melakukannya.
“Tidak ada. Dia sangat galak! Jadi kalau mau memberi makan kami harus menggunakan peralatan seperti akan perang. Biasanya penjaga kebun memberinya makan. Kadang-kadang dia tidak ada di kandangnya entah ke mana. Jadi, si penjaga itu bisa membersihkan kandangnya dan itu tentu saja dilakukan dengan cepat! Jika harus mendapatkan pemeriksaan dari dokter hewan, dokter juga akan memakai peralatan yang lengkap. Anjing itu seperti sangat liar dan tidak tunduk pada siapa saja, kecuali ayah Tuan Brightman. Dia menangis saat Tuannya meninggal,” jelas Hans panjang lebar.
Clara diam sejenak. Pandangan matanya tertuju pada Bando.
“Apakah kau tidak berpikir dia kesepian?” tanya Clara sambil menoleh ke arah Hans.
Yang dilihat cukup terkejut dan itu terlihat dari reaksi di wajahnya.
Clara tersenyum.
“Aku akan ke sana melihatnya,” ucap Clara dan tanpa menunggu respons dari Hans, ia pergi meninggalkannya.
“Eh! Tunggu, Nyonya Muda! Sebaiknya Anda tidak melakukannya,” ujar Hans sambil setengah berlari menyusulnya.
Clara dengan cepat berjalan ke arah luar menyusuri jalan setapak yang sama seperti menuju ke arah Gazebo disusul oleh Hans yang membujuknya agar tidak mendekati Bando.
Sementara itu, dari kejauhan Karl menatap Clara dan Hans yang berjalan menuju ke arah mereka dan langsung memasang muka masam. Namun, saat ia tahu bahwa Clara tidak memasuki gazebo, tetapi berbelok ke kiri dan melanjutkan perjalanannya ke arah Bando, ia agak terkejut. Padahal sebelumnya ia sudah siap akan menyerang Clara dengan kata-kata yang jelas tidak akan membuatnya nyaman.
Hans berhenti sejenak untuk memberi hormat kepada para majikannya tetapi tidak melanjutkan langkahnya karena Brad bertanya kepadanya.
“Kenapa,Hans?” tanya Brad melihat ke arah Hans.
“Nyonya Muda Clara ingin melihat Bando,” ujar Hans dengan nada cemas.
Semuanya tertawa tapi wajah mereka terlihat tidak percaya.
Hanya Sophia yang langsung memasang wajah khawatir.
“Dia ingin cepat mati rupanya!” gerutu Ian.
“Biarkan saja!” ujar Karl.
“Tapi, Tuan Muda!” Hans terlihat tidak nyaman.