Giliran Karl yang berdiri di depan pintu kamar Clara. Ia mengetuk dengan pelan mengingat itu sudah malam. Ana membukanya. Ana tidak kembali ke kamarnya karena ia menjaga Clara.
“Tuan Karl!” Ana terlihat kaget.
“Bagaimana keadaannya?” tanya Karl. Ia masih berdiri di depan pintu.
“Masih sama, Tuan!” ujar Ana.
“Ah, begitu!” jawab Karl dengan nada yang terdengar bersimpati.
“Apakah Tuan akan masuk?” tanya Ana dengan sopan.
Karl diam sejenak.
“Aku akan melihatnya sebentar,” ujarnya.
Ana menganggukkan kepala dan memberi jalan kepada Karl agar ia bisa masuk.
“Di mana dia?” Sama seperti Amanda, dia juga terlihat kaget.
Ana diam sejenak dan menatap Karl.
“Apa dia tidur di kloset lagi?” tanya Karl sambil menatap Ana.
“Tuan tahu?” Sekarang Ana yang kaget.
“Kurang lebih,” ujar Karl dan dia melangkah ke arah Kloset, membukanya perlahan dan membuka lemarinya.
“Kau boleh pergi. Malam ini aku yang akan menjaganya.” Karl meminta Ana pergi.
“Baik, Tuan.” Ana dengan cepat meninggalkan tempat itu.
Jauh di dalam lubuk hatinya, pelayan itu bahagia akhirnya Tuan dan Nyonya-nya bisa bersama. Ia tahu bahwa Karl mencintai Sophia, tapi entah kenapa ia tidak terlalu menyukai perempuan itu. Padahal Sophia terkenal akan sikapnya yang manis. Entahlah! Ana dan Hans memiliki pemikiran yang sama. Ada sesuatu yang mengganjal di hati mereka tentang Sophia Brightman.
Karl duduk di sebelah Clara dan mengamati perempuan yang sedang tidur itu. Sebenarnya, ia harus mengakui perempuan yang tengah merebah dalam keadaan pucat dan tak berdaya itu tak meninggalkan sedikit pun aura kecantikan dan kebaikannya. Semuanya masih melekat di sana, pada wajahnya yang meskipun terlihat lemah tapi masih bercahaya.
Karl menghela napas panjang. Benar kata ibunya. Perempuan yang selalu ia ajak bertengjar itu hanyalah seorang perempuan. Setidaknya jika dia tak bisa bersikap baik seperti dia kepada Sophia dan tentunya tidak akan bisa mengingat dia adalah bagian dari Miller, dia seharusnya tidak mengganggunya. Toh, dia sendiri tak pernah mengganggunya.
Dia juga sadar tanpa alasan setiap kali melihat wajah perempuan itu dia menjadi kesal, dan tanpa alasan setiap kali orang lain menyinggung dirinya, emosinya menjadi terpancing. Dalam renungannya itu, tanpa sadar tangan kekarnya bergerak mencapai dahi Clara dan sebentar berada di sana merasakan suhu tubuhnya.
“Panas sekali!” lirih Karl.
“Aku tidak apa-apa! Kau tak perlu khawatir!” tetiba suara Clara yang meskipun pelan masih bisa jelas didengar olehnya.
Karl tersentak kaget. Clara membuka matanya.
“Apa yang kau lakukan di sini? Mana selangmu? Atau setidaknya pakai maskermu! Dokter sudah bilang berkali-kali. Kenapa kau tak juga dengar?” Clara dengan susah payah bangkit dari tidurnya.
Karl kaget.
Masker? Selang? Apa itu?
Pikirnya.
“Kau jangan bangun dulu. Tubuhmu masih lemas, bukan?” Suara Karl melembut.
“Tidak, aku lelah berbaring terus. Aku mau senderan sebentar,” ucap Clara.
“Ambilkan minumku!” ujar Clara lagi.
Karl menurut dan memberikan minum untuknya.
“Duduk sini!” ujar Clara sambil menunjuk tempat tepat di sebelahnya.
“Tapi!” Karl terlihat ragu.
“Joseph! Kalau kau tak mendengar kata kakakmu ini, aku akan menghukummu,” ujar Clara.
Karl tercengang.
“Joseph!” ucap Karl.
“Iya memang siapa lagi?” ucap Clara dengan wajah yang terlihat kesal.
“Sini!” ucap Clara sambil menunjuk tempat di sebelahnya memintanya untuk duduk di sana.
Karl menurut. Dia duduk di sebelahnya.
Clara tersenyum. Tanpa ragu ia menyenderkan kepalanya di bahu Karl dan menggaet tangan Karl sehingga berjalin dengan tangannya.
“Tanganmu dingin sekali! Apa kau tidak apa-apa?” tanya Clara sambil menatap wajah Karl.
Karl yang tetiba menegang tidak merespons. Dia tengah menenangkan dirinya sebab Clara tetiba terlalu dekat dengannya.
“Hei, aku bertanya padamu! Kenapa tak jawab? Kau ini bandelnya bukan main! Tidak pakai masker, tidak pakai sarung tangan! Tsk! Selalu saja membuatku khawatir. Meskipun ini hanya mimpi, kau harus selalu memakai peralatanmu. Aku sudah menemukan dokter untukmu. Dia akan bisa membantumu untuk berada di alam bebas meskipun hanya beberapa jam. Tidak apa-apa. Semuanya akan berproses.” Clara tersenyum dan menatap Karl sambil tersenyum.
“Bukan aku yang sakit! Kau yang sakit!” ucap Karl mencoba merespons sambil menganalisis keadaan.