“Nyonya, Anda sudah bangun?” Ana bersiap di dekat Clara saat mendapati Clara berusaha bangun dari tidurnya.
“Kau menungguiku semalaman?” tanya Clara sambil melihat Ana yang tengah membantunya untuk duduk.
Ana terdiam sejenak lalu menganggukkan kepala. Terpaksa ia berbohong.
“Maafkan aku! Kau pasti menjadi repot karena aku,” ujar Clara sambil menghela napas. Jelas terdengar nada penyesalan di sana.
“Tidak apa-apa, Nyonya. Ini sudah tugasku. Lagipula, aku tak keberatan. Aku senang melayani, Nyonya,” ujar Ana lagi sambil tersenyum.
“Kau baik sekali.” Clara tersenyum. Wajah Ana memerah karena pujian itu.
“Nyonya, Anda sedang sakit, tapi wajahmu terlihat bahagia!” komentar Ana.
“Iya, tadi malam aku bermimpi indah. Aku bertemu dengan orang-orang yang kusayangi,” ujar Clara sambil menyunggingkan senyuman.
“Tuan Karl?” tanya Ana. Wajahnya terlihat penasaran.
“Hah! Kenapa kau menyebut namanya? Tentu saja bukan! Dia adikku dan ibuku,” ujar Clara lagi sambil memperbaiki posisi duduknya.
“Oh, begitu!” ujar Ana lagi.
“Nyonya, sebentara lagi Nyonya besar akan melihat Anda. Dan dokter akan berkunjung juga. Sebaiknya kita pindah ke ranjang, sekarang!” ucap Ana.
“Ah, kau benar! Tolong bantu aku ke sana. Tapi sebelumnya, bisakah kau persiapkan aku untuk mandi,” ujar Clara lagi.
Ana menganggukkan kepala.
Clara sudah berada di atas ranjang dengan wajah yang lebih segar saat Amanda datang ke sana melihatnya. Amanda tampak lebih tenang dan ramah. Dia tidak datang sendirian, tetapi ditemani oleh Ian dan Sophia.
“Bagaimana keadaanmu? Apa kau sudah lebih baik?” tanya Amanda dengan lembut. Ini membuat Sophia agak terhenyak. Pasalnya, Amanda tidak pernah berbicara selembut itu kepadanya. Dan hei, percayalah! Yang terhenyak bukanlah Sophia saja melainkan juga Clara yang bisa tergambar dengan jelas dari ekspresi di wajahnya.
“Ibuku benar-benar bertanya dengan tulus kepadamu. Kenapa kau tak menjawabnya?” tanya Ian. Nadanya lembut. Giliran Amanda yang tertegun. Ia menatap Ian lalu menatap Clara. Ian tak pernah berbicara seperti itu kepada perempuan mana pun, kecuali dirinya dan sekarang Clara.
“Aku baik, Nyonya. Terima kasih!” ucap Clara. Wajahnya terlihat kewalahan dengan sikap keluarga Brightman yang mendadak perhatian.
“Maaf menjadi merepotkan! Anda semua tidak perlu melihatku,” ucap Clara. Ia memalingkan wajahnya menyembunyikan rasa sedihnya. Ia paling tidak suka membuat orang lain khawatir.
“Aku akan berkunjung ke suatu tempat di dekat Dely Veggie, apakah kau mau sesuatu dari sana?” tanya Ian. Ia duduk di pinggir ranjang mendekati Clara dan itu membuat Clara mundur. Dely Veggie adalah toko khusus yang menjual makanan bagi para vegetarian.
“Kenapa kau mundur? Kau takut kepadaku? Aku tak akan menggigitmu,” ucap Ian mengerling.
“Bicara yang sopan! Aku ini lebih tua darimu!” tetiba Clara terlihat galak.
Ian menganga.
“Hei! Aku mencoba membantumu! Kau sedang sakit, kan? Bukankah kau sering makan di Dely Veggie. Makanya aku menawarimu,” ucap Ian lagi masih bicara dengan nada yang sama.
“Bagaimana kau tahu? Kau memata-mataiku?” Clara mengernyitkan alisnya.
Ian tersentak kaget. Hanya karena beberapa kali ia tak sengaja melihat Clara berada di sana, ia dengan mudah mengutarakan nama toko itu tanpa banyak pertimbangan.
“Aku tidak...!” Ian tidak melanjutkan. Apa pun alasannya akan terdengar aneh di mata semua orang, terlebih ibunya yang sekarang tengah mengangkat kedua alisnya menunggu penjelasan.