“Ian!” ujar Amanda saat mereka meninggalkan kamar Clara.
“Iya, Bu!” Ian menatap ibunya dengan wajah penasaran.
Ibunya tersenyum.
“Ayo, kita bicara sebentar!” ujar Amanda sambil merangkul bahu Ian dan mengajaknya berjalan.
“Sophia, kami akan berbicara sebentar! Jadi, permisi sebentar ya!” ujar ibunya sambil menayap Sophia sambil tersenyum.
“Iya, tentu saja, Bu!” jawab Sophia dengan ramah dan lembut.
Sophia menganggukkan kepalanya dan tersenyum sampai mereka menghilang di belokan. Setelah itu, wajah ramahnya berubah menjadi wajah yang cukup menakutkan sebenarnya. Ia seolah menyimpan rasa kesal, kecewa, dan sekaligus amarah.
“Baiklah! Katakan kepada Ibu!” ujar Amanda dengan nada menggoda.
Mereka duduk di gazebo berhadapan.
“Bilang apa, Bu?” tanya Ian dengan wajah yang tampak bingung.
“Tentu saja tentang sikapmu kepada Clara? What is it all about?” Amanda menaikkan kedua alisnya. Ia bahkan melipat kedua tangannya di dada.
“Sikapku kepada Clara? Kenapa, Bu? Apakah ada yang aneh?” Ian mengernyitkan alisnya.
“Oh, ayolah, Sayang! Kau ini anakku. Aku tahu jelas siapa dirimu. Jika ada seseorang di jagat raya ini yang ingin kau bohongi, ibu bukanlah orang yang tepat untukmu melakukan itu! Jadi, katakan yang sebenarnya. Kau menyukai Clara?” Amanda menatapnya penuh makna.
Ian tersentak kaget, tapi ia berusaha menyembunyikannya.
“Aku hanya berpikir dia perempuan yang menarik!” ucap Ian pelan sambil menggaruk bagian belakang kepalanya tapi sebenarnya tak gatal.
“Oke, itu permulaan yang bagus! Lalu …” Amanda masih dalam posisinya. Namun, eskpresi di wajahnya semakin menunjukkan rasa tertarik akan pembicaraan yang tengah mereka lakukan.
“Lalu apa, Bu? Tentu saja tidak ada kelanjutannya,” ujar Ian sambil memalingkan wajahnya.
“Tsk! Jangan membuat Ibu kesal, Ian Brightman!” Amanda memiringkan kepalanya.
“Ah, Ibu! Aku harus melakukan apa? Dia istri Karl, Demi Tuhan! Dan dia seorang Miller, musuh ayah yang harus kita jauhi. Brad dan Karl sudah bicara denganku dan memperingatkan aku! Aku tak punya pilihan, kecuali menjauhinya, bukan?” Ian menelan ludah dan bicara dengan nada yang agak kesal.
“Baguslah, kalua kau Sudah tahu! Pertanyaannya adalah apakah kau akan melakukannya?” Amanda menaikkan Kembali alisnya sambil tersenyum.
Ian nyengir.
“Sudah kuduga!” Amanda mengerling.
“Ibu sudah kenal dengan aku, kan! Jadi, seharusnya Ibu tidak bertanya lagi. Lagipula, Karl sangat membencinya! Aku tidak yakin pernikahan mereka akan bisa bertahan selamanya.” Ian menjelaskan.
“Tapi, itu tidak berarti kau bisa mendekatinya! Jangan mentang-mentang karena kalian memiliki interest yang sama kau mengabaikan semua yang kami katakan kepadamu. Kami bilang ini karena kami menyayangimu!” ujar Amanda.
“Bu! Aku sangat paham situasiku. Lagipula, dia tidak tahu bahwa aku sangat menyukai musik dan jika kalian benar-benar menyayangiku seharusnya kalian mendukungku saat aku bertengkar dengan ayah tentang ini! Ibu tahu benar aku tidak menikmati pekerjaanku. Aku ingin berhenti dan memulai karir musikku. Aku hanya berharap kalian bisa mendukungku. Itu sangat berarti bagiku!” ucap Ian dengan nada yang agak sedih.
“Oh, Ian! Ibu sangat mendukungmu. Kau tahu itu dengan benar. Tapi, ibu tak punya keberanian untuk menentang keinginan ayahmu. Jika kau bisa mengambil jalan dengan jelas yang akan kau tempuh untuk masa depanmu dan mengatakannya langsung kepada ayahmu, Ibu orang pertama yang akan memberikan dukungan kepadamu! Percayalah! Tapi saat ini kau hanya mengomel-omel saja di belakangnya tanpa menjelaskan kepada ayahmu secara langsung keinginanmu dalam hidup ini. Jadi, ayahmu berpikir bahwa kau tak serius menjalani musik.” Amanda menjelaskan.
“Begitu, ya!” Ian terlihat berpikir.
“Coba kau utarakan dulu kepada ayahmu! Tidak usah berbicara dengan Brad dan Karl! Jelas mereka tak akan mendukungmu. Mereka tahu kualitasmu sebagai pejabat di kepolisian karena kau adalah fotokopi ayahmu. Jadi, mereka pasti akan menentang keinginanmu!” Amanda berkata lagi.
“Baiklah! Kurasa Ibu benar! Aku harus berbicara langsung dengan ayah!” ujar Ian dan ia hampir akan pergi, tapi ibunya menarik lengannya.
“Pembicaraan kita belum selesai!” ujar Amanda.
“Tentang apa?” Ian mengernyitkan alisnya.
“Tentang perempuan yang kau anggap menarik itu!” ucap Amanda.
“Ah, Clara Miller!” Ian tersenyum.
“Itu juga, aku tak akan berhenti! Maafkan aku! Aku menyukainya!” ujar Ian.
Amanda terlihat agak kecewa.