Malam itu unjuk kebolehan dari masing-masing tamu dipertontonkan, termasuk Karl dan Sophia yang memainkan alat musik sementara Clara haya menyaksikan dari meja mereka. Itu tidak penting untuknya. Dia tidak juga tertarik akan semua kegiatan itu karena sebenarnya hatinya galau dan resah setelah Tanner bermain piano dan memainkan lagu mereka saat mereka kecil. Itu tepat setelah Tanner memainkan piano dan membiarkan Sarah menyanyi.
Tentu saja tak ada yang tahu. Hanya mereka berdua yang bisa merasakan bagaimana keduanya terpanggil kembali ke masa lalu dan itu membuat Clara bergidik dan berusaha keras untuk menenangkan dirinya.
Setelah acara pertunjukan itu adalah acara dansa dan lagi-lagi Clara hanya menjadi penonton. Beberapa kali Tanner mengajaknya berdansa dan selama itu pula Clara menolaknya. Ia tak mau membuat masalah. Terlebih beberapa lelaki telah mencibir dan bahkan menggoda dirinya. Lelaki-lelaki itu mengaku pernah bersamanya di ranjang menikmati setiap inci bagian tubuhnya dan merasa kesal karena sekarang Clara menjadi perempuan yang jual mahal, play hard to get!
Mau bagaimana lagi! Dia bukan Clara dan dia tak pernah merasa dekat dengan semua lelaki yang berkali-kali mendekatinya, merayunya dan mengajaknya 'mojok' di temppat lain. Mereka semua kolega suaminya dan sekarang ia bisa membayangkan kenapa Karl begitu membencinya. Itu karena ia menjadi bahan olokan teman-temannya karena mungkin menikahi wanita sampah seperti dirinya.
Clara menarik napas panjang. Ia merasa bosan di dalam ruangan itu. Namun ia harus bertahan sampai satu jam kemudian dan pestanya berakhir. Ia bisa kembali ke kamarnya dan beristirahat. Namun, alih-alih bisa memejamkan matanya, ia malah gelisah dan sama sekali tidak bisa tidur. Akhirnya ia memilih untuk keluar dari kamarnya dan berjalan menysuri pinggiran pantai.
Ia berdiri cukup lama di sana pada tengah malam dengan suasana hening dan sendirian. Setidaknya sampai beberapa saat kemudian saat ia mendengar suara Tanner memanggilnya tak jauh dari posisinya.
"Emilia!" lirih Tanner.
Emilia menoleh. Kali ini ia lebih siap dan ia berjalan menuju Tanner.
"Tuan, namaku Clara, bukan Emilia. Kau salah orang. Permisi!" ujar Clara sambil berjalan melewati Tanner.
"I love you!" ucap Tanner.
Dan kata-kata itu cukup membuat Clara menghentikan langkahnya. Ia masih berdiri membelakangi Tanner dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa maumu? Kau tak boleh melakukan itu kepadaku," ucap Clara sambil menatap Tanner.
"Dengarkan aku! Jangan potong kata-kataku dan kau boleh bilang apa saja setelah aku menyelesaikan semuanya, kau paham?" Tanner berjalan mendekati Clara dan sekarang mereka berdiri berhadapan dengan wajah yang sama-sama terlihat sedih.
"Emilia, aku tidak tahu apa yang terjadi kepadamu. Aku kembali dari London dan aku tidak mendapatimu di mana-mana. Aku stres dan aku tidak bisa mengontrol diriku. Meskipun kau hanya menganggapku sahabat, aku tidak bisa membohongi perasaanku bahwa aku sebenarnya mencintaimu sejak dulu. Sekarang semuanya terlambat! Entah kenapa kau berubah menjadi Clara, dan bahkan menikahi Karl Brightman, tapi aku tak mau membohongimu lagi. Aku cinta kamu, Emilia. Aku menerima pertunangan dengan Sarah karena orang tuaku berutang banyak kepada orang tuanya dan semuanya cukup sulit untuk dijelaskan. Aku menyesal karena aku tak mengatakannya sejak dulu. Perasaan yang kusimpan dan semua kenangan kita akan selalu ada di hatiku karena hanya kau yang benar-benar berarti bagiku. Jadi, jika yang tersisa di antara kita hanyalah sebuah pertemanan biasa aku akan menerimanya. Aku tak akan mempertanyakan kenapa kau menjadi Clara dan sama seperti yang lain aku bisa memanggilmu Clara meskipun bagiku kau tetaplah Emilia Clarke. Jadi, tolong jangan menolakku dan jangan tinggalkan aku." Tanner menjelaskan panjang lebar.
Clara menatapnya dengan penuh rasa sedih.
"Sekarang kau boleh berbicara," ujar Tanner setelah beberapa saat mereka hanya saling menatap.
"Tanny!" lirih Clara. Dari cara ia bicara, ia tak kuat lagi menahan semuanya dan ia menangis sejadi-jadinya.
"Emilia!" Tanner yang tak kuat melihat perempuan itu menangis, memeluknya erat. Mereka tetap pada posisinya selama beberapa waktu. Tanner membiarkan Clara menumpahkan semua emosinya di pundaknya. Dan setelah hampir setengah jam ia menangis, Clara akhirnya melepaskan diri dari pelukannya.
"Hei!" lirih Tanny sambil mengangkat wajah Clara yang menunduk.
"No, jangan melakukan ini!" ucap Clara karena ia tak mau Tanner melihat wajahnya yang sembap sisa menangis.
"Hei, aku tidak peduli wajahmu bengkak! I love you!" lirih Tanner.
Ia menangkup wajah mungil itu dan tanpa rasa enggan melumat bibir cherry Clara. Mereka cukup lama melakukannya sampai akhirnya saat Clara menerima ciuman itu, sekilas ia mendapati wajah Karl melintas di pikirannya dan membuatnya kembali pada kesadarannya.
"Tanny, noo!" Clara mendorong pelan Tanner dan mereka kembali pada posisi berhadapan.
"Maafkan aku!" ucap Tanner.
"Tidak, aku yang minta maaf!" ujar Clara sambil mengusap jejak ciuman Tanner di bibirnya.
"Are we friends again now?" tanya Tanner.