"Hai!" Ian melambaikan tangannya.
Clara tersenyum dan berjalan menuju meja tempatnya duduk. Mereka berjanji untuk bertemu di restoran vegetarian baru. Tempatnya agak jauh dari pusat kota dan memang tidak terlalu ramai pengunjung karena lokasinya agak tersembunyi. Meskipun demikian, tempat ini memiliki rating yang sangat bagus dan tidak hanya dikunjungi oleh mereka yang benar-benar vegetarian, tetapi juga oleh mereka yang bukan vegetarian atau mereka yang sedang berusaha menjadi vegetarian.
"Wah, cukup sulit mencari tempat ini," ucap Clara. Ia melepas syal dan baju hangatnya lalu menyimpannya di sandaran kursi.
"Bagaimana kau tahu tempat ini?" lanjutnya sambil memperbaiki posisi duduknya.
"Aku menemukannya di instagram," jawab Ian. Wajahnya terlihat bangga.
"Wajahmu sangat sumringah. Sesuatu yang baik pasti sudah terjadi padamu. Ada apa? Apakah kau mendapatkan kontrak baru?" tanya Clara. Ia juga menjadi bahagia melihat Ian.
Sebelum-sebelumnya Ian sering terlihat murung, khususnya setelah kejadian tidak ada sidang keluarga yang artinya Clara dan Karl melakukan hubungan itu suka sama suka. Dan jika sudah begitu artinya Clara memiliki perasaan kepada Karl yang juga berarti bahwa kesempatannya mendekati Clara semakin kecil. Namun, hari ini ada yang berbeda. Setidaknya wajah dan sikap Ian menunjukkan hal yang lebih baik.
"Kau mau pesan dulu?" Ian menawarkan.
"Uhm, aku belum terlalu lapar. Jadi, kalau mau pesan kopi atau camilan, aku tak keberatan. Oh, tapi kalau kau mau pesan langsung, kau pesan saja," ujar Clara.
"Maksudku, kau tak perlu menungguku," sambungnya.
"Tidak! Aku juga tidak terlalu lapar. Aku akan memesan menu utamanya nanti. Kau pilih saja dulu camilan yang kau mau," ujar Ian sambil memberikan buku menu.
Clara menganggukkan kepala sambil menerima buku itu dan mulai membuka-bukanya. Ia mengamati semuanya dengan serius dan tanpa ia sadari Ian tengah menatapnya dengan saksama. Lelaki itu tersenyum bahagia.
"Aku menyukai gaya rambutmu yang baru," ujar Ian sambil menatap Clara penuh arti.
Wajah Clara memerah.
"Terima kasih," sahutnya pendek dan ia kembali pada buku menunya.
"Kurasa aku sudah menemukan yang ingin kucoba," ujar Clara sambil menunjuk pada suatu menu.
"Kau mau kopi?" tanya Clara.
"Iya. aku mau dan camilannya samakan saja denganmu," ujar Ian.
"Baiklah. Ayo panggil pelayan," ujar Clara.
"Ah di sini sistemnya tidak begitu. Kau harus mengantre ke kasir dan membayar. Lalu mereka akan menyajikan makanan," ujar Ian lagi.
"Begitu." Clara menganggukkan kepala.
"Kau duduk saja. Aku akan mengantre," ucap Ian.
"Terima kasih," ujar Clara.
Ian menganggukkan kepala seraya berdiri dan berjalan menuju meja kasir. Tak lama kemudian ia sudah kembali dengan struk pembelian dan dua mangkok salad.
"Salad gratis," ujar Ian sambil tersenyum dan menyimpan dua mangkok berisikan salad.
Clara tertawa dan ia mengambil salah satu mangkok itu lalu mulai mencicipinya.
"Wah! ini enak sekali!" Clara terlihat sumringah.
"Kau benar!" ucap Ian setelah ia mencoba satu suapan.
"Tadi malam aku berbicara dengan ayah," ujar Ian di sela-sela makan mereka.
Clara hanya menganggukkan kepalanya, menunggu Ian menyelesaikan pembicaraannya.
"Aku menjelaskan tentang tujuan hidupku. Aku ingin memulai karirku di bidang musik dengan serius. Aku sudah mantap dengan yang kuinginkan. Jadi, aku bilang padanya bahwa aku akan berhenti dari pekerjaanku di kepolisian," ujar Ian.
"Lalu, apa reaksinya? Dia menerimanya, bukan?" Clara menduga karena Ian terlihat bahagia.
"Tidak. Dia marah besar dan mengusirku dari rumah," kata Ian.
"Apa?" Clara tersentak kaget. Ia menghentikan kegiatan mengunyahnya dan bahkan hampir tersedak karenanya.