"Clara!" Samantha memanggilnya dari gazebo. Ia bahkan melambaikan tangannya memintanya untuk datang kepadanya. Pagi itu Clara berjalan menuju perpustakaan dan tentu saja dia pasti harus melewati gazebo karena memang itu bagian dari rutenya.
Clara tersenyum tapi agak malas datang ke sana sebenarnya karena Sophia juga ada di sana. Setelah dua kejadian itu, cukup untuk Clara memahami bagaimana perasaan Sophia kepada dirinya yang sebenarnya. Namun, ia tak punya pilihan kecuali datang menghampiri mereka.
"Sam, Sophia, apa kabar?" Clara berusahan untuk menahan perasaannya.
Sophia hanya tersenyum dan seperti biasanya menunjukkan sikap yang lembut.
"Duduklah sebentar! Minum teh dengan kami," ujar Samantha sambil mengelus lengan Clara. Clara selalu menyukai senyum manis dan tatapan lembut Samantha tetapi ia tak mau berada di sana karena ada Sophia. Ia duduk di hadapan mereka.
"Tapi aku hanya bisa sebentar. Apakah tidak apa-apa? Pembimbing disertasiku memintaku agar menyerahkan semua disertasiku dengan format baru dan ia memintanya hari ini, jadi..." Clara agak ragu melanjutkan sebab dari kejauhan Ian, Karl, dan Brad berjalan bersama menuju mereka.
"Pagi!" Ian langsung mendekati Clara dengan senyum yang lebar. Wajahnya bersinar secerah matahari. Ia langsung duduk di sebelah Clara.
Karl terlihat agak kesal sementara Brad hanya tersenyum. Karl duduk di sebelah Sophia dan Brad di sebelah Samantha.
"Hei," ucap Clara sambil tersenyum kepada Ian.
"Hari ini profesormu meminta semua fail disertasimu itu, kan? Kau sudah unduh formatnya," ucap Ian.
"Iya sudah. Kau janji untuk bantu aku, kan? Jadi jangan bohong ya!" Clara merajuk.
"Tidak. Aku mau ke perpustakaan. Kupikir kau sudah di sana," ujar Ian.
"Iya, aku mau ke sana, tapi Samantha dan Sophia memanggilku, jadi aku menyapa mereka sebentar." Clara menjelaskan.
"Begitu!" ujar Ian.
"Kau sudah menyelesaikan disertasimu?" Samantha terlihat antusias.
"Iya. Tapi ada kebijakan baru, jadi harus menyesuaikan formatnya," ujar Clara.
"Oh, itu menyebalkan! Aku juga pernah mengalami hal itu," tutur Brad.
"Benar! Tapi aku tak punya pilihan," ujar Clara sambil tersenyum.
Hubungan Clara dan Brad membaik khususnya ketika Clara telah membantu Samantha mempromosikan dokter yang sekarang membantu mereka dalam program kehamilan mereka.
Hening sejenak. Semuanya menikmati teh.
"Clara, aku sangat menyukai anting-antingmu!" ujar Sophia mulai membuka suaranya setelah sejak tadi hanya mengamati.
"Terima kasih. Ian membelikannya untukku." Clara berusaha mengembangkan sebuah senyum untuk Sophia.
"Ian!" semuanya terlihat kaget, khususnya Karl.
Ian sendiri terlihat kikuk.
"Wow! Itu harganya sangat mahal. Itu keluaran terbaru dari Paradise&Me kan?" Samantha menegaskan.
"Wah! Aku tidak tahu! Mungkin mirip. Ian membelikannya di sebuah bazaar dekat tempat restoran baru vegetarian langganan kami iya kan?" Clara mengonfirmasi dan menatap Ian.
Karl juga melihat ke arah Ian yang jelas ia tengah kikuk karena kebohongannya ketahuan.
"Ian, kau bohong kepadaku?" Clara dengan cepat menangkap sikap Ian yang tersenyum malu.
"Ahhh! Kenapa kau melakukan itu? Kau ini!!!" Clara memukul bahu Ian.
"Kalau aku bilang yang sebenarnya kau pasti tak mau menerimanya," ujar Ian.
"Pasti. Ini mahal kan? Berapa harganya?" tanya Clara sambil melihat ke arah Samantha dan Sophia.
"Cukup untuk membeli sebuah mansion dan mobil lamborghini," ucap Sophia.
"Astagaaaa!" Clara menutup mulutnya.
"Apa kau sudah gila? Membuang-buang uangmu!" Clara memuku kepala Ian pelan.
"Aw! Hei sakit!" Ian dengan cepat menghindar. Ia berlari menjauhi Clara tapi Clara mengejarnya. Mereka cukup lama berlari di lapangan dan ketika Clara menangkapnya, ia memukul punggungnya habis-habisan tapi pelan.
"Ian terlihat sangat bahagia. Dulu ia jarang tersenyum," ucap Samantha.
"Uhm," ucap Brad sambil melihat ke arah Karl yang terlihat marah. Ia bahkan mengepalkan tangannya menahan perasaannya.
"Mereka sangat serasi ya! Clara terlihat sangat cantik dan bahagia dengan Ian," ucap Sophia sambil melirik ke arah Karl. Karl tidak berkomentar. Dia hanya tersenyum atau memaksakan sebuah senyum dan Brad yang mengamati semuanya hanya tersenyum.