Bau petrikors menyeruak di penciumanku, segar sekali rasanya. Setelah berlama-lama dengan pelajaran sekolah yang sepertinya akan meledakkan otakku. Akhirnya, ketika pulang sekolah, ribuan rintik air menghunjam bumi, yang mengharuskanku untuk berteduh di halte bus depan sekolah, dan menunggu hujan reda. Tapi, tidak mengapa. Aku adalah pluviophile, pencinta hujan. Hujan memang momen yang menyenangkan, bukan sekedar mengingatkan masa lalu tapi juga penyejuk jiwaku .
Tapi, Aku sangat menikmatinya ketika sendirian, bukan berduaan dengan laki-laki. Apalagi laki-laki di sampingku ini adalah siswa yang selalu keluar masuk ruang BK, biang onar dengan baju yang berantakan seperti tidak disetrika, sering terlambat, dan si tukang bolos.
” hah…. “
Aku menghela napas pelan, agak terganggu dengan kedatangan makhluk di sampingku. Hanya ada kami berdua di halte bus ini, dan itu menyebalkan. Aku melirik ke sampingku sebentar, ku rasa ia juga sedang menikmati hujan yang semakin lebat. Jadi, untuk apa Aku sibuk merutuki kedatangannya ? Saat aku sedang asyik menatapnya, ia malah berbalik ke samping, menatapku, tersenyum .
Aku buru-buru memalingkan wajah, menghadap ke depan. Ya ampuuun…. Sangat memalukan. Aku pura-pura sedang memandangi hujan di depan kami, yang malah semakin lebat, seperti sengaja menjebak kami. Ia tertawa kecil, Aku menoleh .
” Walau aku anak berandal yang suka bolos, Aku tidak akan mengganggumu Luna. Kau tidak perlu merasa terganggu. Lagian, ngapain juga aku mengganggu si juara kelas. Eh, juara umum. Bisa-bisa aku akan diceramahi dengan rumus sin cos tan atau malah dengan bahasa Yunani kesukaan si guru biologi ” Ia menyengir, ia barusan memuji atau mengejek sih .
Aku menggidikkan bahu, bodo amat. Apa gerak-gerik tubuhku menampakkan bahwa aku tidak nyaman atau merasa terganggu ? Sepertinya dia punya keahlian membaca bahasa tubuh atau.. Hanya menebak ? Terserahlah, yang ku tahu dia hanyalah anak nakal yang rajin bolos dan terlambat.
” yaa… Walaupun aku anak nakal yang suka bolos dan terlambat, aku sangat senang bisa memilih jalan hidupku sendiri. Tanpa paksaan dari orang tua atau orang lain "
" Aku lebih baik hidup bebas begini daripada harus menuruti tekanan orang tua yang kadang hanya memikirkan keputusan sepihak, atau harus memenuhi ekspetasi orang-orang terhadap kita, seakan kita harus bersih dari kekurangan, atau berusaha keras siang malam hanya untuk menjadi dambaan guru atau siswa seantero sekolah, sangat melelahkan bukan ? ”