Yang Dikejar, Lari

Diana Mahmudah
Chapter #10

Bab 9 The Rumour Says

Hari-hari berikutnya Ayunda dan Nando menjadi lebih dekat meskipun hanya sebatas berinteraksi di chat WA, tetapi frekuensinya lumayan intens. Sampai-sampai Nando mencandai Ayunda dengan menyindir mentang-mentang dikasih izin senior, eh keterusan. Tetapi, keduanya menikmati.

Demonstrasi perlahan-lahan telah mereda. Meskipun terkadang masih ada, tetapi tidak ada aksi anarkis lagi akhir-akhir ini. Tiga hari berturut-turut Sidang Awal Masa Jabatan diselenggarakan. Dari mulai pelantikan anggota dewan hingga pemilihan sepuluh Pimpinan Parlemen yang prosesnya sangat alot dan panas. Permainan politik tentu dikerahkan demi memenuhi target masing-masing partai politik. Meskipun begitu, masyarakat tetap berharap mereka dapat mewakili suara rakyat dan bukan hanya sekadar mewakili suara partai.

Ketika Ayunda sedang memantau di ruang operator di balkon kiri Ruang Rapat Paripurna bersama teman-teman Audio-Visual, ada satu layar di sana yang tanpa sengaja menyorot Nando. Laki-laki itu tengah mondar-mandir mengarahkan para tamu undangan ke tempat duduk yang telah ditentukan. Ia langsung memotret layar tersebut lalu mengirimkannya ke WA Nando.

Ayunda: [foto]

Ayunda: Uhuk! Nando masuk tipi!

Agak lama pesan itu tak berbalas. Ayunda maklum karena suasana di bawah sana lebih ruwet dibandingkan dengan di ruangan operator yang hanya diisi oleh lima orang saja.

Sidang pun dimulai dan selang beberapa menit kemudian ada balasan pesan dari Nando.

Nando: Tidaaak!

Nando: Aku tidak siap terkenal!

Ayunda mengulum senyum.

Ayunda: Mau dibuatkan headline nggak?

Beberapa detik kemudian Nando membalas.

Nando: Coba kasih opsi headline nya gimana?

Nando: Nanti Bapak acc

Ayunda mencibir. Sok-sok bilang dirinya “Bapak” kayak pejabat aja! Mentang-mentang sering ngurusin pejabat.

Ayunda: Sesosok Pria Songong yang Merupakan Staf Protokol di Parlemen Ini Tak Sadar Bahwa Dirinya Songong

Sent. Pesan langsung ceklis dua berwarna biru. Ayunda tak sabar menunggu balasannya.

Nando: Eh kok pria songong? Pria ganteng dong!

Nando: Tapi mbak yang bikin headline nya manis kok :P

Tanpa sadar ia tertawa hingga beberapa orang di sana menyadarinya.

“Sttt!”

Ups! Ayunda terlalu asyik sendiri, meskipun sebenarnya di ruangan ini mau berisik pun tidak masalah karena suara mereka tidak akan bocor ke ruang sidang.

Ayunda hanya membalas dengan emoticon menjulurkan lidah. Sebel tapi senang. Malu tapi gemas. Gimana sih perasaan ini? Debaran di balik dadanya seolah tak sanggup ia kendalikan karena debaran itu terlalu liar. Kemudian jika benar ungkapan butterfly in my stomach itu nyata, apakah rasanya seperti mengacak-acak isi perutnya seperti ini? Ayunda tidak tahu bagaimana cara mengolah perasaan seperti ini. Tiba-tiba saja bibirnya tak sanggup memungkasi senyum.

***

Nando sempat menepuk jidatnya kala ia baca lagi pesan terakhirnya pada Ayunda. Kenapa terdengar gombal ya, batinnya gelisah. Padahal ia sama sekali tidak bermaksud menggombal. Entah mengapa kata-kata itu terketik mulus begitu saja oleh ibu jarinya. Mau dihapus juga kok rasanya tengsin karena pesannya sudah terbaca. Ceklis dua itu sudah berwarna biru. Ia pun hanya bisa pasrah semoga Ayunda tidak ilfeel pada dirinya.

Pukul sepuluh malam semua gelaran rangkaian sidang selesai. Kini Parlemen memiliki sepuluh orang Pimpinan yang tadinya hanya delapan Pimpinan saja di periode sebelumnya. Teman-temannya saling meledek bahwa mulai detik ini hidup mereka akan lebih sering di udara alias di pesawat terbang karena melakukan pendampingan Pimpinan kunjungan kerja ke daerah-daerah di seluruh Indonesia, bahkan sangat mungkin juga ke luar negeri. Dulu saja Pimpinannya hanya delapan orang—bahkan sempat lima orang—tapi sukses bikin mereka semua kewalahan, apalagi sepuluh!

Setelah beres-beres sebentar, Nando langsung pamit pulang pada teman-temannya. Begitu pun teman-teman yang lain yang juga tidak ingin berlama-lama lagi di dalam kantor. Sudah cukup beberapa bulan terakhir ini waktu mereka banyak dihabiskan di dalam kantor. Apalagi ditambah dengan drama demo yang luar biasa melelahkan. Terkadang ironis rasanya ketika di luar sana masyarakat berusaha menyampaikan suara mereka panas-panasan hingga luka-luka karena terjadi bentrokan dengan aparat, tetapi para wakil rakyat di dalam gedung ini hanya duduk-duduk dengan antengnya di kursi empuk dan ruangan ber-AC, mungkin sambil menonton berita demonstrasi di TV sembari disuguhi makanan lezat.

Ketika Nando sampai di teras lobi gedung tak sengaja ia bertemu Ayunda.

“Hai,” sapa mereka berbarengan.

Senyum Nando mengembang lebar, sangat kontras dengan matanya yang menyipit lelah. Muka Ayunda juga sudah tampak lelah dengan rambut yang dikuncir asal sehingga anak-anak rambut mencuat sebagian ke wajahnya.

“Mau langsung pulang, Yu?” tanyanya basa basi.

“Iya.”

Lihat selengkapnya