Yang Dikejar, Lari

Diana Mahmudah
Chapter #14

Bab 13 Yang Dikejar

Laporan dari aplikasi lari yang terkoneksi ke smartwatch di tangan kirinya menunjukkan jarak yang sudah ia tempuh sepanjang tiga puluh menit ini. Total 3,7K sudah berhasil ia lewati dari target 5K latihan lari pagi ini. Pagi ini ia sengaja tidak lari di komplek rumahnya sehabis salat Subuh seperti biasa karena ia berencana melakukannya di kantor. Jadi pagi-pagi sekali ia datang ke kantor untuk latihan dulu sebelum bekerja.

Begitu melewati Gedung Conefo menuju ke arah air mancur, ia melihat Ayunda juga tengah berlari sekitar lima puluh meter di depannya, di samping air mancur.

Melihat perempuan itu ia seperti diingatkan kembali bahwa sudah sekitar dua minggu mereka tidak lagi dekat satu sama lain. Ayunda yang biasanya mengiriminya chat WA dengan isi yang random atau sekadar bertanya pekerjaan yang menyangkut bagiannya, sudah selama itu pula WA-nya kosong dari notifikasi perempuan itu dan selama itu pula ia tidak pernah berusaha untuk mengirim pesan terlebih dulu. Ah, siapalah dirinya di hadapan Ayunda. Nando tidak mau mengusik hal itu. Ayunda juga seperti tak mengacuhkannya. Buktinya ketika jadwal latihan bersama minggu lalu gadis itu yang mengusulkan untuk latihan masing-masing. Sudah tidak mau ketemu dirinya dan teman-temannya mungkin. Atau ada perkataan atau tingkahnya yang salah yang membuat Ayunda merasa harus jauh-jauh darinya? Tapi, salahnya apa?

Ia pun memelankan larinya, berusaha agar tidak ter-notice oleh Ayunda. Tetapi tiba-tiba Ayunda memelankan larinya juga lalu berubah berjalan kaki. Mau tak mau akhirnya langkahnya akan lebih cepat dari gadis itu. Jadi daripada dikira sombong, lebih baik ia menyapanya.

“Hai,” seru Nando saat tiba di samping Ayunda. Ia ubah lari pelannya dengan berjalan kaki, mengiringi Ayunda di samping.

Tanpa diduga Ayunda terkejut mendapati Nando yang muncul tiba-tiba di sampingnya. Sambil kerepotan mengatur napasnya, ia hanya mengangkat sebelah tangannya membalas sapaan Nando.

“Minggu lalu ngusulin latihan sendiri-sendiri tuh ternyata beneran dilaksanakan ya,” ucap Nando. Garing. Entahlah, ia tidak punya topik bahasan sebenarnya.

Ayunda mengusap keringat di pelipisnya dengan lengan baju bagian dalamnya. Keringatnya sudah seperti mengguyur badannya. Wajahnya yang putih bersih itu mengkilat terkena cahaya matahari pagi.

“Sori.” Ayunda terengah. “Masih engap.

“Kayaknya udah selesai ya, Yu?”

Ayunda mengangguk. “Udah lima.” Lima kilometer selesai maksdunya.

Nando sangat ingin hubungan mereka seperti di awal-awal mereka kenal dulu, maka ia pun berusaha agar bisa mengobrol lebih banyak dengan Ayunda. Untuk itulah ia akhirnya menyelesaikan larinya meskipun target larinya tinggal sedikit lagi. Ia lalu memencet sesuatu di layar smartwatch­-nya. Layar itu pun langsung memunculkan hasil larinya pagi ini.

“Gue juga udah selesai nih.”

Tahuuu. Itu mungkin informasi yang sangat tidak penting untuk Ayunda. Bahkan akan sangat mungkin sekali Ayunda tak mengacuhkannya lagi. Bego.

Mereka berdua terus berjalan hingga tiba di depan pintu masuk ke gedung kantor. Di depan Gedung Nusantara III terpampang jam dinding bulat besar yang menunjukkan hampir pukul setengah delapan pagi.

“Eh, Yu. Nggak mau ke kantin dulu? Beli buah potong?”

Ayunda menggeleng. “Aku langsung ke atas aja ya. Mau langsung mandi.” Perempuan itu dengan lempeng­-nya berjalan mendahului Nando melewati security check door lalu memencet lift, meninggalkan Nando yang hanya bisa pasrah menatap punggung gadis itu.

Apa ia melakukan kesalahan lagi? batinnya.

***

Ayunda dan teman-teman Media Center tengah sibuk mempersiapkan teknis pelaksanaan konferensi pers siang ini. Pukul dua siang dan selasar Gedung Nusantara IV yang merupakan tempat untuk dilaksanakannya konferensi pers sudah siap dengan mimbar dan mikrofon serta para awak media yang siap meliput.

Rencananya siang ini Ketua Parlemen didampingi beberapa wakilnya akan melakukan konferensi pers terakait pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang akan digelar hari Minggu depan. Karena acara tersebut merupakan agenda yang ditunggu-tunggu setelah persaingan panas di Pemilu Presiden beberapa waktu lalu hal ini menjadi bagian terpenting bagi sejarah Indonesia.

Awak media sudah mulai menanyainya kapan konferensi pers akan dimulai. Karena jadwal yang mereka tahu sudah terlewat setengah jam hingga saat ini. Ayunda pun memberi penjelasan bahwa Ketua masih melakukan Rapat Gabungan yang sifatnya tertutup bersama para Pimpinan Fraksi dari semua partai yang ada di Parlemen.

Tanpa terduga, ketika ia masih mengobrol dengan beberapa orang wartawan di depan mimbar, Nando tiba-tiba melewatinya dan tentu saja laki-laki itu menyapanya. Dengan handy-talky tergenggam di tangannya—ia yakin laki-laki itu sedang bertugas—Nando pun menghampiri Ayunda.

“Ada acara apaan, Yu?” tanya laki-laki itu.

“Konpers2 Ketua soal acara pelantikan nanti.”

Nando mengernyit. “Emang ada ya?”

“Ada,” jawab Ayunda pasti. “Udah dijadwalin sejak dua hari lalu bahkan.”

“Masa sih?” Nando tampak ragu.

“Kenapa emang, Nan? Jangan bilang kalau Ketua nggak tahu soal konpers ini.”

Nando tampak berpikir sejenak.

“Tunggu bentar. Gue tanya sama Mas Surya dulu.”

Laki-laki itu pun memencet tombol samping handy-talky di tangannya lalu berbicara, “Mas Surya, monitor, Mas.”

Masuk, Nando!” jawab suara di dalam speaker handy talky Nando.

“Minta konfirmasi terkait agenda Ketua setelah Rapat.”

Setelah Rapat agendanya itu Ketua terima tamu di ruang kerja.

Nando melirik Ayunda yang menatapnya harap-harap cemas.

“Langsung atau ke mana dulu?”

Yup! Langsung.

“Tapi di selasar Nusantara IV Media Center udah nyiapin buat konferensi pers. Katanya agenda Ketua. Minta tolong dikonfirmasi, Mas.”

Konferensi Pers apa?

Ayunda langsung cemas. Wajahnya pucat pasi mendengar ucapan Kepala Protokol itu. Masa agenda ini tidak terjadwal sih? batinnya. Padahal ia dan teman-temannya sudah susah payah menyiapkannya. Belum lagi kalau konferensi persnya batal mereka harus menjelaskan kepada para wartawan dan itu bukan hal yang mudah. Timnya harus memberikan alasan yang bisa diterima semua orang karena harus hati-hati juga dengan pemberitaan di media. Salah-salah institusi mereka bisa terlabeli negatif.

“Konpers terkait pelantikan Presiden, Mas.”

Tunggu. Saya cari info dulu ke sekretaris Ketua, Nan.

Nando langsung mengalihkan perhatiannya pada Ayunda yang hanya bisa berdiri cemas.

“Tenang, Yu. Mas Surya lagi nyari tahu.”

“Iya, tapi … kalau ternyata Pak Ketua nggak konpers, ini gimana, Nan?” tunjuk Ayunda pada kerumunan wartawan yang sudah siap mewawancarai di depan mereka.

“Iya, tenang dulu makanya.”

Tak lama handy-talky berbunyi lagi.

Nando, monitor!

“Masuk, Mas!”

Ternyata memang ada agenda konpers.

Ketika Ayunda akan menghela napas lega, ia kemudian mendengar kalimat lanjutan Mas Surya yang tak mengenakan lainnya.

Lihat selengkapnya