Antara mimpi dan nyata. Sebelum hari ini aku tak pernah yakin memikirkan tentang masa depan kafe yang kubangun bersama Lana beberapa tahun ke belakang.
Kepergian Lana yang begitu tiba-tiba akibat renggutan kecelakaan mobil tak pernah sedetik pun sempat terlintas di pikiran. Lana yang hangat dan pekerja keras. Semuda itu begitu saja sudah terenggut dari kehidupan dunia.
Berminggu-minggu lamanya aku seakan tak berminat jangankan membuka kembali kafe milik kami bersama, mengunjunginya pun terasa amat enggan. Setiap sudut selalu mengingatkan tentang Lana yang ceria.
Beberapa kali bermimpi Lana, berpikir tentang nasib beberapa karyawan serta setelah menyempatkan bertemu dengan Nara barulah seolah memberiku keyakinan. Hari ini kafe buka kembali setelah masa berkabung yang seolah tak pernah cukup.
Pandanganku seperti lebih awas daripada waktu-waktu yang sebelumnya. Lantai bermotif gelombang hitam berseling putih, set meja bangku beraksen biru muda yang catnya banyak terkelupas, pembatas ruang kaca berbingkai kayu yang memendarkan lampu menyinari banyak pajangan dinding indoor yang diletakkan oleh Lana. Sosok Lana seakan menyapaku di segala penjuru ruangan.
Kafe yang biasanya bernuansa hangat dengan pengunjung yang ceria terasa amat menyesakkan bagiku malam ini. Tak menunggu lama setelah mendapat minumku, aku menuju bagian outdoor. Mencari udara yang barangkali bisa lebih segar.
Suasana kafe malam ini lumayan ramai pengunjung. Muda-mudi dengan pasangan, kulihat juga sekilas seperti sepasang kakak beradik perempuan menyempatkan mengambil foto dalam nuansa remang outdoor di belakang tempat dudukku sekarang, memandang ke dalam kafe lewat pembatas kaca ada beberapa keluarga yang nampak akrab dengan kelompok masing-masing.
Udara di luar lebih dingin, pencahayaan outdoor kami menggunakan lilin-lilin aroma terapi. Temaram dan dingin. Tempat dudukku membelakangi jalan masuk utama, menghadap kafe indoor. Dari luar, suasana bagian indoor nampak hangat dan normal. Sedang di luar sini gelap dan dingin menyelimuti banyak tempat. Seperti suasana hati, muram dan seperti tenggelam.
Aku mulai mengalihkan pandangan pada minuman di depanku, aku sempat membuatnya sendiri tadi. Namanya Exotic Antalya. Di dalam gelas pendek dan lebar aku mencampur bongkah es dengan perpaduan sari nanas, jeruk, pir serta lemon dari dalam shaker.
Minuman segar penuh warna, yang mengingatkanku tak hanya pada panorama kesegaran laut serta semaraknya pemukiman Antalya di Turki. Minuman ini takkan pernah bisa membuatku lupa dengan Lana, semenjak kejadian di suatu siang beberapa bulan ke belakang. Lana sosok yang amat penyayang.
"Untung banget belum lo abisin, Gal!" teriak Lana tiba-tiba sembari langsung menyambar segelas Exotic Antalya di genggamanku.
Kejadian siang itu amat cepat untuk bisa kupahami secara seksama apa yang memang sebenarnya terjadi.