Yang Dulu Terkunci

Tin Miswary
Chapter #4

Pelir Satu dan Rante Bui #4

Lima hari setelah polisi mendatangi rumah Nyak Raja, laki-laki sepuh itu kini bersiap-siap menuju kantor polisi. Karena lokasinya sedikit jauh dari Belawan, anak laki-lakinya meminta untuk menemaninya ke sana. Akan tetapi Nyak Raja menolak dengan alasan dia masih kuat. “Polisi juga gak mau ada orang lain di sana,” tambah Nyak Raja pada Abduh, satu-satunya putra yang ia miliki. Namun, Abduh tetap berkeras hati ingin menemani ayahnya. Dia tidak mau kehilangan laki-laki itu setelah ibunya meninggal dua minggu lalu.

“Aku akan menunggu di luar,” katanya.

“Tapi ayah sudah berjanji pada polisi untuk datang sendiri,” jawab Nyak Raja, mencoba meyakinkan Abduh yang masih saja ngotot ingin ikut.

“Anggap saja aku ojek yang mengantar penumpang, kan gak masalah,” timpal Abduh. Dia benar-benar tak ingin melepas ayahnya untuk pergi sendiri. Apalagi dia sudah mendengar sendiri berita kematian pamannya, Bustami. Meskipun ayahnya tak pernah bercerita tentang kehidupan ayah dan pamannya semasa masih tinggal di Aceh, akan tetapi Abduh sayup-sayup mengetahui kisah itu dari kerabatnya yang sesekali datang ke Belawan. Dia tidak ingin ayahnya mengalami nasib serupa Bustami.

“Sudahlah,” kata Nyak Raja, “ayah mau berangkat sekarang. Kamu tunggu di rumah saja. Temani istrimu yang lagi hamil.”

“Bagaimana pun aku tetap ikut, Ayah,” jawab Abduh sambil kedua tangannya memegang jok belakang motor Vario yang sudah kehilangan warna dimakan usia.

Nyak Raja kehabisan akal. Dia menyerah. Dan lalu berangkatlah mereka berdua ke kantor polisi. “Nanti kamu benar-benar harus duduk di luar,” katanya, sesaat setelah motor melaju kencang.

Tiba di kantor polisi, Nyak Raja segera masuk mencari Samson, sementara Abduh, sebagaimana janjinya, tetap menunggu di luar, pada sebuah kantin, tak jauh dari kantor itu. Oleh seorang petugas piket, Nyak Raja diantar ke ruangan Samson. Sampai di sana mereka berbasa-basi sebentar dan tak lama kemudian Samson mengajukan sejumlah pertanyaan kepada Nyak Raja. Namun, Nyak Raja tak ingin menjawab pertanyaan itu satu persatu, dia ingin menceritakan semuanya dari awal tentang siapa sebenarnya Bustami alias Pak Tomi agar semuanya menjadi jelas dan polisi tak bertanya-tanya lagi.

Berikut cerita Nyak Raja kepada Samson:

*

Saya berteman dengan Bang Tomi sejak kami masih kecil. Ya, seperti saya katakan sebelumnya, kami sepupu. Usia kami hanya terpaut satu tahun. Bang Tomi lebih dulu lahir dari saya, tapi kami besar bersama-sama di kampung Lingga. Sejak kecil Bang Tomi memang dikenal berani. Saya ingat, saat itu usianya mungkin 14 tahun, dia mengejar babi sendirian di dalam hutan. Babi-babi itu memang sering merusak tanaman kami di kampung. Jadi, pada suatu hari dia mengajak saya berburu babi ke dalam hutan. Kami membawa tombak dan seekor anjing milik Bang Tomi. Karena hari itu adalah Minggu, orang-orang dewasa di kampung kamu juga sedang berburu babi. Itu memang sudah menjadi semacam tradisi di kampung Lingga; berburu babi setiap hari Minggu. Kami menyebut hari Minggu sebagai uro let bui.

 Sebenarnya dalam acara berburu babi anak-anak dilarang untuk ikut, takut ditabrak babi. Tapi, Bang Tomi punya keinginan untuk membunuh babi dengan tangannya sendiri. Saat diajak, saya sebenarnya sedikit takut. Ada dua ketakutan sebenarnya; pertama, takut dimarahi orangtua dan kedua, takut ditabrak babi. Tapi, Bang Tomi mengajarkan saya, kalau nanti tiba-tiba babi mengamuk kami harus berlari dan naik ke atas pohon. Kata Bang Tomi, babi tidak bisa melihat ke atas, apalagi ke atas pohon. Menurut Bang Tomi, binatang itu cuma bisa melihat ke depan dan samping.

“Kalau melihat ke atas, urat lehernya akan putus dan dia akan mati,” kata Bang Tomi.

Maka berangkatlah kami ke dalam hutan. Kami berangkat lebih awal, sebelum orang-orang dewasa berkumpul di meunasah. Dalam perjalanan, kami harus berhati-hati pada dua hal; pertama, kami harus bersembunyi dari orang-orang dewasa yang hari itu tidak saja membawa tombak dan pedang, tapi juga senapan angin. Kami harus benar-benar menghindar dari mereka, sebab kalau ketahuan kami bisa dimarahi seperti babi. Kedua, kami harus hati-hati dengan babi itu sendiri karena binatang itu bisa saja muncul tiba-tiba dan menyeruduk kami dari belakang.

Lihat selengkapnya