Yang Dulu Terkunci

Tin Miswary
Chapter #18

Hati yang Bimbang #18

Bidara Residence, April 2016

Dua bulan berada di rumah itu, perasaan asing di pikiran Nyak Dollah mulai sirna. Dia menjadi kian dekat dengan Bu Maryani dan Pak Tomi, pemilik rumah yang telah menganggapnya seperti anak sendiri. Bahkan, di mata Pak Tomi, wajah Nyak Dollah semakin mirip saja dengan Mansur, membuat sesekali dia tersilap, dan memanggilnya dengan nama itu.

Selain membersihkan rumah dan menyiram bunga di taman, keseharian Nyak Dollah disibukkan dengan merawat Pak Tomi pada saat Bu Maryani keluar untuk belanja. Di pagi hari, usai menyelesaikan pekerjaan rutinnya, Nyak Dollah akan masuk ke kamar Pak Tomi, menaikkan orang tua itu ke atas kursi roda dan mendorongnya ke kamar mandi. Setelah membuka pakaian seperlunya, Nyak Dollah mengambil handuk kecil yang sudah dibasahkan dengan air. Lalu mengusap-usap tubuh orang tua itu sampai bersih. Dia melakukannya dengan sangat lembut dan penuh kasih sayang.

Selanjutnya dia mendorong kembali laki-laki sepuh itu ke dalam kamar, mengganti pakaian, memberi wangi-wangian dan menyisir rambutnya yang sudah mulai memutih. Kemudian pemuda itu kembali mendorong kursi roda ke luar, menuju teras. Di sana, Pak Tomi akan menghabiskan waktu untuk melihat bunga-bunga dan orang-orang lalu lalang sembari tubuhnya dipijit perlahan oleh Nyak Dollah.

Menjelang siang, ketika sinar matahari kian panas, Nyak Dollah kembali mendorong kursi roda ke dalam rumah dan memarkirnya di depan televisi. Di sana, Pak Tomi akan meminta Nyak Dollah untuk menyetel siaran apa saja yang menayangkan dunia binatang. Dia sangat suka dengan tayangan itu, tayangan tentang kehidupan binatang di alam liar. Ketika siaran itu berakhir, dia akan kembali memanggil Nyak Dollah untuk mencari channel lain yang menayangkan pemandangan serupa.

Pernah suatu kali, Nyak Dollah menawarkan untuk menonton berita politik saja, sebab berita tentang dunia binatang belum dimulai. Saat itu, wajah Pak Tomi terlihat masam. “Saya tidak suka,” katanya dengan suara berat. “Cari saja yang binatang,” pinta Pak Tomi seraya menyerahkan remot kepada Nyak Dollah. Maka Nyak Dollah pun mengeluarkan semua tenaganya untuk menemukan tayangan itu, tapi tetap saja gagal. Lalu dia bertanya, “Kalau film boleh?” Saat itu Pak Tomi kembali menoleh dan menunjukkan wajah tidak senang, “Saya gak suka film,” jawabnya.

Mendengar jawaban Pak Tomi, Nyak Dollah pun dilanda kebingungan, sebab dia belum menemukan satu saluran pun yang menayangkan binatang. Saat itulah Pak Tomi berujar, “Yang murni dan asli di dunia ini hanya kehidupan binatang, selebihnya hanya sandiwara.” Nyak Dollah mengangguk, walau sebenarnya dia sendiri tidak begitu mengerti dengan kata-kata orang tua itu.

“Kalau tidak ada siaran binatang, matikan saja. Saya mau tidur.”

*

Pada suatu pagi yang dingin, Pak Tomi menyampaikan pada Nyak Dollah kalau dia ingin jalan-jalan keliling kompleks, sembari menunggu istrinya menyiapkan sarapan. Katanya dia ingin menghirup udara segar seraya melihat-lihat keadaan kompleks. Permintaan itu terbilang cukup langka, karena selama tinggal di sana Pak Tomi memang lebih sering di rumah. Dia tidak pernah berinteraksi dengan warga. Bahkan tak ada seorang pun warga kompleks yang dia kenal, kecuali Pak Mustajab. Begitu juga istrinya, tak pernah sekali pun berbaur dengan warga dan hanya keluar untuk belanja.

Pagi itu, setelah pamit pada istrinya, Pak Tomi meminta Nyak Dollah mendorong kursi roda. Mereka berjalan melintasi jalanan kompleks yang masih sepi. Dalam perjalanan itu, Pak Tomi menceritakan tentang toko bangunan miliknya yang berada di Batam. Toko yang telah memberinya penghidupan selama berada di rantau.

Saat itu, pada penghujung 1998, mengingat kondisi di kampung halamannya sudah sangat mencekam, dia dan istrinya memutuskan untuk merantau. Awalnya dia ingin berangkat ke Jawa, tapi kemudian seseorang menyarankan agar ia memulai hidup barunya di Batam. Saran itu disampaikan oleh Komandan Silalahi yang dipindahtugaskan ke sana setelah status Daerah Operasi Militer di Aceh dicabut pemerintah.

“Di sana, nanti aku bisa bantu-bantu,” kata Komandan Silalahi kala itu.

Maka bulatlah keputusan Tomi untuk merantau ke sana. Sampai di sana dia sempat kebingungan karena tak ada seorang pun yang dia kenal. Dia sudah menghubungi Komandan Silalahi, tapi laki-laki itu baru menemuinya dua minggu kemudian. Akibatnya selama dua minggu tersebut dia bersama istrinya harus tinggal di sebuah losmen pinggiran kota. Untung saja dia memiliki sedikit uang yang ia bawa dari kampung. Uang itu cukup untuk kebutuhannya beberapa minggu. Dia juga membawa serta buku tabungan, dan istrinya, Maryani, juga memiliki banyak hiasan emas di tubuhnya.

Komandan Silalahi yang mendatangi losmen dua minggu kemudian, menyarankan Tomi dan istrinya untuk tinggal di sebuah ruko milik temannya. Pasangan suami istri itu setuju. Setelah membayar uang sewa mereka pun tinggal di sana selama beberapa minggu. Satu bulan tinggal di sana, Komandan Silalahi kembali datang, dia menawarkan agar Tomi membuka usaha toko bangunan di ruko yang ia tempati. “Nanti teman-temanku akan kusuruh belanja di sini,” katanya saat itu.

Maka sejak saat itu Tomi mulai mengubah ruko dua lantai itu menjadi toko bangunan. Dengan modal tabungan yang ia miliki selama di kampung, ditambah hasil penjualan emas milik istrinya, Tomi memenuhi lantai bawah ruko itu dengan bahan-bahan bangunan, sementara lantai atas digunakan sebagai tempat tinggal. Seiring perjalanan waktu toko itu menjadi maju karena Komandan Silalahi meminta semua anak buah dan juga teman-temannya yang ingin membangun rumah agar berbelanja di toko milik Tomi.

Dua tahun menjalankan usaha tersebut, Tomi sudah mampu membeli toko sendiri. Dia memindahkan barang-barang ke tokonya yang baru. Dia juga membeli sebuah rumah pribadi yang lokasinya berada di pusat kota. Sejak saat itu, kemajuan toko bangunan milik Tomi semakin pesat saja. Berkat bantuan Komandan Silalahi, ramai pengusaha-pengusaha proyek yang membeli barang di toko milik Tomi. Empat tahun kemudian Tomi berhasil membuka dua cabang toko baru di seputaran Batam, membuat ia tiba-tiba saja menjadi orang kaya baru di kota itu.

*

Lihat selengkapnya