Yang Dulu Terkunci

Tin Miswary
Chapter #19

Kunjungan Samson #19

Sudah lebih dua minggu Samson menunggu kedatangan Nyak Raja, tapi laki-laki bertubuh ringkih berkepala plontos itu tak juga kelihatan wujudnya. Samson yang hari itu mengenakan kemeja putih celana hitam, mirip pakaian orang yang hendak menikah, tampak wira-wiri di depan gerbang. Pandangannya yang bak lampu sorot tampak melihat ke kiri dan kanan, pada motor-motor yang melewati kantor polisi.

Dalam beberapa hari terakhir dia sudah memeriksa sejumlah saksi di Bidara Residence. Dari sejumlah orang yang ia periksa, ada satu orang yang informasinya cukup membantu. Perempuan muda itu memberikan informasi tentang adanya sosok lain yang tinggal di rumah korban, sosok yang luput dari perhatian penghuni kompleks. “Dia anak muda, terlihat polos dan lugu, sepertinya pembantu,” demikian kata si perempuan pada Samson yang memeriksanya dua hari lalu. Dari keterangan itu, Samson yakin kasus tersebut akan segera terungkap.

Lelah berdiri di gerbang, Samson memutuskan untuk mengunjungi rumah Nyak Raja. Mungkin saja laki-laki itu sakit atau ada kendala lain yang ia tidak tahu, pikir laki-laki itu. Dengan ditemani dua anak buahnya, Samson memasuki ruang kemudi, menekan pedal gas dan lalu mobil dinas berpelat polisi itu pun melaju ke arah Belawan.

Sementara itu, di Belawan, Nyak Raja sedang duduk menikmati asap tembakau di ruang tamu. Sudah dua minggu tubuhnya terasa layu dan lemas. Ternyata obat yang diberikan Bidan Amna hanya mampu menurunkan demam, tapi gagal mengembalikan tenaganya yang hilang. Karena itu dia memilih melanjutkan istirahat dan tidak pergi ke kantor polisi.

Saat termangu di ruang tamu, pikirannya kembali teringat pada Tomi. Ada kegundahan di hatinya, sebab sampai hari itu belum sekali pun dia berziarah ke kuburan sepupunya. Dulunya, ketika Pak Mustajab mengabarkan kematian laki-laki itu, dia sempat berpikir untuk ke pamakaman. Namun, kesibukannya dalam mengurus acara kematian istrinya membuat rencana itu tertunda sampai sekarang.

Bagaimana pun dia tidak bisa melupakan jasa-jasa Tomi. Selain kerabat, laki-laki itu adalah temannya sejak kecil. Dia belajar banyak hal dari Tomi, walau dalam beberapa hal mereka sering berdebat, terlebih saat pikiran Tomi tidak sesuai dengan pikirannya sendiri. Makanya, setiap mengenang laki-laki itu, air matanya selalu saja jatuh.

Ketika dia menikah dengan Sinta, Tomi pula yang membantu mengurus semuanya, termasuk mencari wali hakim. Begitu pula ketika mereka memilih pergi dari Sigli, Tomi juga yang mempersiapkan segalanya, walau kemudian mereka harus berpisah jalan. Saat masih menetap di Batam, Tomi juga sering mengirimkan uang kepadanya. Bahkan rumah sederhana yang kini ia tempati adalah berkat bantuan Tomi.

Mengenang itu semua, hatinya merasa pedih, sebab selama Tomi menetap di Medan, dia hanya bertemu dua kali dengan laki-laki itu. Pertemuan pertama saat ia menyambut Tomi dan istrinya di bandara, dan pertemuan kedua ketika ia mencari rumah untuk Tomi di Bidara Residence. Selanjutnya ia tak pernah lagi bertemu dengannya, bahkan sampai laki-laki itu mati terbunuh. Kondisi istrinya yang sakit-sakitan membuat ia tidak bisa ke mana-mana dan harus merawat perempuan itu sampai ajalnya.

Kesetiaan terhadap yang satu sering kali membuat kita terpaksa mengabaikan kesetiaan kepada yang lain, demikian kata hatinya, sekadar untuk menggulung resah dan rasa bimbang yang tak bisa ia kendalikan. Sama sekali tidak ada niat di hatinya untuk mengabaikan Tomi, tapi irama hidup tidak memberinya banyak pilihan.

*

  Sekira jam 10 pagi tampak sebuah mobil memasuki pekarangan rumah Nyak Raja. Mobil berpelat polisi itu parkir di sebelah barat, tak jauh dari tiang jemuran yang dipenuhi pakaian bayi. Pakaian itu sudah dibeli Abduh dan istrinya sejak sebulan lalu, tapi baru digunakan seminggu lalu, setelah istrinya melahirkan seorang bayi laki-laki.

Lihat selengkapnya