Yang Dulu Terkunci

Tin Miswary
Chapter #25

Gadis yang Aneh #25

Sejak memutuskan tinggal di Pos 223, selain melaporkan orang-orang kampung yang terlibat AM, Tomi menjalin asmara dengan seorang gadis remaja di sana. Gadis itu yang kemudian saya ketahui bernama Maryani bekerja di sebuah warung tak jauh dari pos. Dia sering memasuki pos untuk mengantarkan pesanan makanan dari para tentara. Dilihat dari wajahnya, gadis itu lumayan cantik. Namun, giginya terlihat gingsul. Akan tetapi, menurut pengakuannya pada saya, gigi gingsul itulah yang membuat Tomi tertarik. Dia ingin menikahi gadis itu, menggantikan Salamah.

Di saat yang sama saya sendiri jatuh hati pada Sinta, gadis yang bekerja di sebuah toko elektronik milik Tionghoa. Saya berkenalan dengan gadis itu saat mengunjungi toko untuk membeli beberapa barang keperluan pos. Dari percakapan-percakapan ringan saat berbelanja, kami menjadi semakin dekat dan di kemudian hari gadis itu menjadi ibu dari anak saya, Abduh. Sayangnya sekarang dia sudah meninggal. Saya sengat sedih jika mengingat bagaimana perjuangan saya mendapatkan dia.

Maaf, mungkin bagian ini tidak terlalu penting. Saya akan kembali pada kisah Tomi dan Maryani. Tomi beberapa kali merayu gadis itu untuk menjadi istrinya. Akan tetapi, perempuan itu menolak. Menurut dugaan saya, penolakan itu tidak lain dan tidak bukan karena Tomi adalah seorang cuw’ak. Gadis itu pasti sudah tahu apa yang kami lakukan di Pos 223. Saya juga yakin kalau dia tahu kalau kami terlibat dalam penangkapan orang-orang tak bersalah.

Gadis itu tinggal tak jauh dari kampung Lingga, kira-kira 20 km sebelah utara, di lingkungan tambak udang. Sehari-hari dia bekerja di warung pamannya yang jaraknya hanya beberapa meter dari pos. Dilihat dari usia, sepertinya Tomi lebih tua 15 tahun dari gadis itu, masih sangat belia dan polos.

Setelah gagal merayu untuk menikah, Tomi memikirkan cara lain untuk mendapatkan gadis itu, cara yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Dia memasukkan nama ayah gadis itu sebagai orang yang akan diangkut ke rumah panggung. Disampaikan niatnya itu pada saya sambil tertawa, “Ini hanya permainan saja,” kata Tomi, “nanti kita lepas lagi.”

Saya tidak memberi respons dan diam saja ketika dia mengatakan itu. Saya pikir Tomi sudah keterlaluan. Namun, kebaikan-kebaikannya kepada saya selama ini membuat saya tak berkutik. Dia sudah berjanji untuk membantu saya melamar Sinta dan mengurus pernikahan kami, termasuk biaya untuk mahar dan sebagainya. Akhirnya saya pun setuju saja dengan rencananya menculik ayah Maryani.

*

Pada suatu malam di penghujung Desember 1997, ketika hujan sedang girang-girangnya membasahi bumi, kami berangkat ke kampung Maryani dengan menumpangi Truk Reo. Tomi menunjukkan beberapa nama penduduk yang akan diangkut malam itu, salah satunya Teungku Berdan, ayah Maryani yang sehari-hari bekerja sebagai imam di kampung tersebut.

Kami tiba di kampung itu sekira jam sepuluh malam. Truk yang kami tumpangi berhenti di meunasah. Sersan Eko meminta kepada keuchik yang saat itu berada di meunasah untuk membuat pengumuman agar semua laki-laki dewasa berkumpul di sana. Beberapa tentara memasuki rumah penduduk dan menggiring para laki-laki menuju meunasah. Puluhan laki-laki, tua dan muda berjalan beriringan bagai kumpulan itik dengan tangan memeluk tengkuk. Mereka memasuki meunasah dengan wajah muram, diiringi gelegar letupan senapan ke udara.

Satu persatu nama yang dipanggil Sersan Eko melangkah ke depan. Setelah dihantam popor senapan mereka diperintahkan menaiki truk dalam pengawalan ketat para tentara. Namun, saya tidak melihat Teungku Berdan malam itu. Dia tidak ada di meunasah. Sersan Eko beberapa kali memanggil nama tersebut tapi tidak ada jawaban sampai kemudian keuchik mengatakan kalau Teungku Berdan sedang sakit malaria.

Lihat selengkapnya