Nyak Raja mengakhiri ceritanya ketika matahari sudah mulai tergelincir ke barat. Jam sudah menunjukkan pukul dua siang. Samson dan kedua temannya yang sedari tadi mendengar cerita laki-laki itu, yang melompat ke sana ke mari, terlihat menguap. Tidak jelas apakah mereka menguap karena mengantuk atau bosan dengan cerita Nyak Raja berputar-putar seperti gasing.
“Saya pikir saya sudah menceritakan semuanya,” kata Nyak Raja sambil menyulut rokoknya yang tinggal sebatang.
“Iya, Pak,” sahut Samson, “sepertinya saya semakin yakin kalau pembunuhan Pak Tomi dilatari dendam dari seseorang di masa lalu. Tinggal sekarang kami mencari tahu tentang anak muda yang katanya sempat tinggal di rumah beliau. Dengan adanya tambahan informasi tentang anak muda itu, mungkin kasus ini akan semakin terang, dan semoga pelakunya bisa segera ditangkap.”
“Tapi rasanya saya ragu,” balas Nyak Raja, “sebab korban di rumah panggung rata-rata sudah meninggal. Kalau pun ada yang hidup, kondisi mereka pasti cacat atau setidaknya menderita gangguan jiwa. Maksud saya, kecil kemungkinan kalau mereka membalas dendam, apalagi kejadiannya sudah lama dan tidak ada seorang pun yang tahu alamat rumah Tomi kecuali saya.”
“Semua serba mungkin, Pak Raja, sebab sejauh ini kami tidak menemukan ada motif perampokan dalam kasus pembunuhan Pak Tomi. Tidak ada barang yang hilang. Bahkan kami menemukan sejumlah uang masih tersimpan rapi dalam lemari kamar mereka. Begitu juga dengan emas yang ada di tubuh Bu Maryani, juga masih utuh.”
“Kalau begitu, saya hanya bisa berdoa agar pelakunya tertangkap, walau saya sendiri harus mengakui, andai benar kejadiannya karena dendam di masa lalu, maka saya yakin pelaku memiliki alasan yang cukup untuk membunuh Tomi,” ujar Nyak Raja dengan suara datar.
“Iya, Pak. Kami akan terus berusaha menangkap pelaku. Bagaimana pun, di negara kita, pembunuhan tidak dibenarkan,” kata Samson seraya bangkit dari duduknya.
Samson dan kedua temannya menyalami Nyak Raja dan lalu keluar menaiki mobil.
*
Dua hari setelah pertemuan itu, Nyak Raja mengajak Abduh untuk berkunjung ke Bidara Residence. Dia ingin menziarahi kuburan Tomi untuk pertama kalinya. Dia akan meminta maaf kepada sepupunya itu, seraya berdoa pada Tuhan agar dosa-dosa Tomi diampuni. Maka berangkatlah kedua anak manusia itu dengan menggunakan motor, membelah kemacetan kota di sore hari.