Yang Dulu Terkunci

Tin Miswary
Chapter #28

Cerita yang Tersisa #28

Dua hari setelah mengunjungi kuburan Tomi, Nyak Raja meminta Abduh untuk duduk di ruang tamu. Cuaca pagi itu terasa dingin. Sisa-sisa hujan semalam masih terlihat pada debu-debu yang basah di pekarangan dan pada daun-daun mangga yang berjatuhan. Pagi itu keduanya tampak duduk berhadapan di ruang tamu bersama dua gelas kopi yang masih panas.

Sesuai janji, pagi itu Nyak Raja akan menceritakan dua kisah lagi kepada Abduh, kisah yang tak sempat ia ceritakan pada Samson. “Pada kisah yang pertama,” kata Nyak Raja memulai cerita, “Tomi belum berubah dan masih begitu bernafsu pada tangisan dan genangan darah. Ayah menyaksikan sendiri bagaimana dia melukis kengerian di rumah panggung,” lanjut Nyak Raja. “Sedangkan pada kisah kedua, Ayah melihat raut wajahnya mulai berubah. Dia mengutuk dirinya berkali-kali sambil menangis sesenggukan.”

 Abduh memasang telinganya baik-baik, mendengar cerita itu dengan saksama seraya menatap wajah ayahnya yang kadang tersenyum kadang mengerut, mengikut kalimat yang keluar dari mulutnya. Pagi itu Nyak Raja bercerita dengan suara datar saja, tanpa intonasi. Namun, Abduh masih bisa menangkap irama dari setiap kalimat yang didengarnya, irama yang menggambarkan suasana hati ayahnya.

Berikut cerita lengkap Nyak Raja yang berhasil direkam Abduh dalam ingatannya:

*

Kisah pertama.

Siang itu, 30 Juli 1998, bersama Sersan Eko dan pasukannya, Ayah dan Tomi terlibat dalam operasi penangkapan Muhammad Yunus di kampung Lingga. Laki-laki itu dituduh sebagai bendaharawan AM. Sebelum penangkapan itu terjadi, Ayah sempat menyampaikan pada Tomi kalau Muhammad Yunus bukan orang AM. Dia bekerja sebagai petugas kebersihan di kantor kecamatan. Namun, Tomi tidak peduli. Dia tetap berkukuh kalau laki-laki itu terlibat AM.

Akhirnya operasi pun dilakukan. Sayangnya Muhammad Yunus sedang tidak berada di rumah. Setelah dilakukan pencarian di rumah-rumah penduduk, Muhammad Yunus tidak juga ditemukan. Saat itulah Tomi memberi ide kepada Sersan Eko untuk mengangkut Kak Juwo ke pos. Di bawah todongan senapan, istri Muhammad Yunus itu digelandang ke rumah panggung di Pos 223. Dia dibawa ke pos bersama bayinya yang masih berumur dua bulan.

Sampai di sana keduanya dikurung dalam kamar yang di pintunya tertulis “kerbau.” Sore itu, Ayah melihat sendiri Tomi menyetrum kemaluan perempuan itu sampai-sampai dia pingsan beberapa kali, sementara bayinya dibiarkan menangis di lantai. Saat itu, Maryani yang setelah menikah dengan Tomi memilih tinggal di pos, juga terlibat dalam penyiksaan itu. Perempuan itu memasukkan kotoran binatang ke dalam mulut Kak Juwo, membuat perempuan itu muntah berat dan tersedak.

Tomi dan Maryani memaksa Kak Juwo menunjukkan tempat persembunyian Muhammad Yunus. Namun, perempuan itu sama sekali tak merasa gentar. Dia memaki-maki Tomi dan Maryani, menyebutnya sebagai cuw’ak. Saat itu terjadi, Ayah hanya berdiri di ambang pintu.

Merasa kesal dengan sikap Kak Juwo, Tomi menjambak rambut perempuan itu, menyeretnya ke luar, menuju belakang rumah panggung. Adapun Maryani menggendong bayi kecil itu dan meletakkannya di atas rumput, tak jauh dari tiang jemuran. Bayi itu menangis keras. Ayah sempat berpikir untuk mengambil bayi itu, tapi beberapa tentara menghalangi, meminta Ayah membiarkan Tomi melakukan tugasnya.

Lihat selengkapnya