Saat Ini - Kay
Setahun bukanlah waktu yang pendek. Terutama jika kita menjalaninya sambil menderita. Penderitaan membuat detik-detik terasa panjang. Seperti permainan basket, setelah poin kita tertinggal jauh, maka hanya menunggu waktu sampai kekalahan kita diumumkan. Kita sudah tahu akhirnya. Meski tetap tidak siap menerima segalanya; menerima kekalahan.
Aku tidak pernah siap bila kak Kyo pergi.
Tepatnya setahun lalu. Aku masih bisa membayangkan dirinya yang kuat, terbaring di rumah sakit itu. Ia berusaha sekuat tenaga untuk bertahan. Aku tahu di dalam dirinya, ia merasakan sakit yang luar biasa. Karena aku juga mengalaminya. Aku menyebutnya efek kembar. Namun, ia menyembunyikannya dariku. Ia selalu mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja.
“Kakak nggak apa-apa, kamu nggak usah khawatir. Kamu jaga Mama dan Papa. Kalau kita sedih, mereka akan sedih juga. Berusahalah tegar. Anggap semuanya sebagai sebuah permainan, kita bisa menang dan kalah kapan saja. Yang harus kita lakukan adalah menjalani prosesnya, menghadapi setiap kemungkinan. Oke?”
Aku mengangguk. Meski dalam hati aku menggeleng.
Kakak sudah berada di ambang waktunya, dokter yang bilang begitu. Jantungnya tidak bisa lagi bertahan, lubang diantara serambi dan bilik jantungnya semakin melebar. Kebocoran itu tak bisa lagi diperbaiki. Nafasnya berulang-ulang sesak, sementara di beberapa bagian terjadi kematian jaringan. Hal itu disebabkan karena darah bersih dan darah kotornya bercampur sehingga asupan oksigen sangat sedikit. Dokter bilang ia tak akan bisa melalui hari ini. Karenanya aku memilih untuk berada di sini, bersikeras untuk menemaninya. Dalam aroma alkohol di ruangan serba putih ini, aku berdoa sepanjang pagi. Tapi Kakak menolak keberadaanku di sampingnya lebih lama lagi karena ia tak mau mengganggu pertandingan basketku yang akan berlangsung hari ini. Pertandingan penting sebelum lanjut ke tingkat nasional.
“Kamu harus kuat dan lebih kuat lagi. Seperti Kay yang Kakak kenal, ya? Bila hidup adalah sebuah perjalanan, maka Kakak hampir selesai melaluinya. Jangan bersedih, karena itu artinya Kakak sudah hampir sampai ke tujuan. Tidak akan ada hal buruk di akhir perjalanan ini. Kakak yakin. Kamu juga harus merasakan keyakinan itu. Kita kan kembar, kita menjalani setiap perasaan bersama. Ketika kita lahir, kita membagi hati kita berdua sama besar. Kakak tahu kamu menyimpan luka yang sama besarnya dengan Kakak sekarang ini. Tapi berusahalah merelakan Kakak.”
Aku kembali mengangguk.
“Ayo bersiap untuk pertandingan.”
“Masih satu jam lagi,” jawabku sambil melirik jam tangan.