SUARA pintu terdengar terketuk, membuat Kimrawa yang sedang bernostalgia mengingat kejadian satu tahun yang lalu sedikit terkejut.
“Apakah aku mengganggu?” Tanya Naru yang terlihat kepalanya menyembul keluar dari balik pintu. Kimrawa hanya menggeleng pelan.
“Emh, apakah Naru boleh bicara?”
“Sebelum kau bicara, bisakah kau ambilkan kotak di dalam laci itu?” Potong Kimrawa menunjuk laci di seberang tempat tidurnya. Membuat Naru menurut saja.
Ia membuka laci yang di tunjuk dan menemukan sebuah kotak berbentuk persegi panjang berwarna cokelat gelap, ia pun mengambilnya dan memberikannya pada Kimrawa.
“Terimakasih. Nah, kau mau bicara apa, Naru?” Kimrawa mempersilahkan Naru untuk bicara.
Walaupun ia terlihat sedikit ragu. Namun Naru memberanikan diri perlahan duduk di tepi ranjang berhadapan dengan sosok yang selama ini ingin sekali di panggil olehnya dengan sebutan Ayah.
Sosok yang selama satu bulan telah merawatnya dalam kondisi koma. Sosok yan telah memberinya kehidupan baru di negeri matahari itu selama satu tahun terakhir.
“Tadi malam aku bermimpi. Mimpi itu terlihat sangat nyata. Aku tak yakin tapi aku merasa kalau itu adalah ingatan Naru yang hilang…” Naru berhenti bercerita ketuka Kimrawa mengalihkan pandangannya ke tempat lain.
“Om…” Panggil Naru pelan.
“Lanjutkan ceritamu…” Sambil menghela napas Naru mencoba kembali bercerita.
“Aku melihat ada seseorang. Seseorang yang terlihat seperti perempuan. Dia memakai baju yang terlihat aneh, karena seluruh tubuhnya tertutup oleh kain. Namun, walaupun begitu ia terlihat sangat cantik. Dia tersenyum padaku. Tapi tak lama setelah itu ada air mata yang mengalir membasahi pipinya. Dan sebelum mimpi itu hilang dia melambai padaku…”
“Apakah kau mengenal perempuan itu?” Naru menggelengkan kepala pelan. Namun seperti ada keraguan ketika ia menggelengkan kepalanya.
“Sudah berapa kali kau bermimpi seperti itu?”
“Tiga kali. Dan yang terakhir terlihat sedikit aneh dan berbeda…” Kata Naru sambil menerawang langit-langit ruangan mewah itu. Seperti mencoba mengingat sesuatu yang sangat penting.
“Dia melemparkan sesuatu padaku. Seperti gelang, tapi aku tak yakin apa itu…” Lanjut Naru membuat Kimrawa kembali menghela napas.