SERINGAI Naru dan Geng Perfect rupanya memiliki makna lain. Setelah mendapat informasi mengenai gadis berjilbab bernama Eri. Naru merasa tertantang untuk mengetahuinya lebih jauh.
Apalagi jika bukan karena dia tak mau di saingi. Dia tak mau kalah. Sekalipun oleh seorang cewek.
Rasa tak mau kalah itu semakin besar ketika dia mengetahui kenyataan jika kehadiran Eri, si cewek berjilbab yang untuk pertama kalinya bisa mengajak beberapa siswi lainnya untuk ikut berjilbab.
Padahal sejak awal sejarah berdirinya sekolah, belum pernah ada satu siswi pun yang memakai jilbab. Bahkan kini semakin menjalar pada siswa cowok yang juga ikut-ikutan memakai ‘benda aneh’ (sebutan Naru) di kepala mereka, yaitu peci atau kopyah.
Di sisi lain Naru juga memiliki perasaan tertarik sekaligus penasaran ketika mengetahui fakta jika suara merdu seseorang yang menggema di santero sekolah setiap pagi selama ini adalah suara mengaji gadis berjilbab bernama Eri.
Suaranya yang begitu berisik mengganggu suasana pagi harinya bersama Geng Perfect. Hal itu pun membuat mereka semua di buat gelisah dengan kehadirannya. Mereka juga berpikir jika status sang idola yang dimiliki Naru semakin mengkhawatirkan. Maka mereka pun segera mengambil tindakan.
“Sebenarnya apa sih maumu hah?!” Tanya Naru bernada tinggi. Dia sengaja menghampiri kelas Eri untuk melampiaskan rasa kesalnya selama ini. Semua mata memandang heran sekaligus berbinar melihat kehadirannya di kelas yang berisi anak-anak kelas menengah ke bawah.
“Apa maksudmu?” Tanya Eri tak mengerti. Dia menghentikan aktifitasnya yang sedari tadi sibuk menulis.
“Ya. Kau cewek berjilbab yang sok tahu dan serba bisa sepertimu! Berhenti membuat sekolah ini menjadi semakin kacau karena suaramu di pagi hari itu!
Juga apapun yang kau lakukan sehingga membuat statusku yang menjadi seorang idola di sekolah ini tergeser olehmu!
Apa kau tahu? Suaramu ketika pagi hari itu sungguh mengganggu dan berisik!” Bentak Naru kesal. Di belakangnya kelima Geng Perfect mendukung ucapannya dengan memamerkan senyum puas dan wajah kebencian mereka.
“Jadi itu masalahnya? Kalian kekanak-kanakkan sekali.” Jawab Eri enteng. Sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. Dia bersiap mengeluarkan kata-kata.
“Kenapa? Apakah aku salah dengan membaca Al-Quran setiap pagi hingga suaraku menggema di seluruh sekolah? Dan apakah apapun yang aku lakukan membuatmu merasa tersingkir di sekolah ini itu salah?
Apakah kau bisa menunjukkan dimana letak kesalahanku? Apakah aku pernah berbuat salah padamu, sang idola?
Lagi pula selama ini tak ada orang yang melarangku. Semua guru pun memintaku untuk melakukan itu. Tunggu dulu! Mungkinkah kalian saja yang merasa iri padaku?” Tanya Eri sengaja bernada mencibir.