BRAAKKK! Suara pintu ruang tamu terbuka keras. Dari baliknya berdiri Naru yang baru saja sampai di rumah istananya. Wajahnya yang walaupun penuh lebam dan plester. Dia masih menambahnya dengan warna merah. Semerah amarahnya melihat keadaan ruang tamu yang penuh dengan barang-barang.
Sedangkan di sisi kanannya berdiri beberapa orang yang sama sekali tidak dia kenal. Lengkap dengan atribut mereka masing-masing. Dari yang berpakaian jas rapi dengan sepatu mengkilat. Seorang wanita berpakaian bulu angsa yang membalut seluruh tubuh dan kepala. Lelaki gendut dengan pakaian ketat mirip makanan yang selalu ada di kantin sekolah. Bahkan deretan orang-orang dengan pakaian seperti boyband berdiri berbaris di samping koper besar mereka.
Seorang wanita paruh baya baru saja keluar dari dalam lift. Di sampingnya berjalan seorang lelaki paruh baya yang sibuk menghisap cerutu emasnya. Berjalan mendekat ke arah Naru. Sedangkan Naru memandang mereka dengan tatapan kesal.
“Kenapa kalian kembali? Apa semua ini adalah ulah kalian? Kenapa rumah ini begitu ramai!? Ayah, Ibu tolong jelaskan!” Tanya Naru tanpa basa-basi.
“Naru sayang. Tenanglah. Kita bisa bicarakan baik-baik. Apa kau tahu? Keadatangan kami ke rumah kali ini bukan saja untuk sementara. Tapi sepertinya kami akan sering datang. Perjodohanmu sudah semakin dekat bukan?
Jadi, kita perlu mempersiapkannya baik dari pakaian sampai caramu nanti berdansa. Semuanya harus di persiapkan.” Balas sang ibu berusaha tenang. Dia mendekat ke arah Naru berusaha meraih lengannya. Seperti biasa, memeluk tubuhnya. Namun kali ini Naru lebih dulu menolaknya.
“Lagi-lagi ucapan bodoh yang aku dengar. Apa ibu tidak mendengarkanku? Aku tak pernah mau menerima perjodohan itu! Terserah jika kalian mau sesuka hati pulang dan pergi. Toh kehadiran kalian sama sekali tidak ada bedanya.” Balas Naru tak hentinya mendengus kesal.
“Hahhh! Aku tak mengerti kenapa hari demi hari kau semakin keras kepala sejak surat perjanjian itu ada. Lalu sekarang apa yang terjadi padamu? Kau pulang ke rumah dengan keadaan kacau begini? Apa kau habis berkelahi?
Tunggu dulu! Jadi kau memilih sekolah rendah itu hanya untuk berkelahi dan menodai wajah rupawanmu itu?! Apa kau tak tahu jika-”
“Jika seharusnya semua barang-barang tak berguna ini harus hilang dari rumah ini, dari hadapanku sekarang juga! Bersama orang-orang dengan tampang bodoh mereka.” Potong Naru marah.
“Tunggu!” Seru sang Ayah menghampirinya.