NARU terlihat sumringah memarkirkan sepeda motornya di tempat parkir sekolah. Dia juga berjalan penuh semangat menuju kelasnya di lantai dua. Kelas bersinar untuk orang-orang sepertinya, seperti Geng Perfect.
Dari belakang, Johni tampak berjalan mengikuti langkah Naru yang terlihat senang. Melewati pandangan orang-orang yang sama sekali tak mereka hiraukan. Berharap ingin tahu apa yang sedang terjadi pada siswa idola di sekolah favorit mereka.
Johni melihat anggota Geng Perfect, Tara, Leon, dan Dion sedang duduk di depan kelas yang terletak paling ujung. Paling mewah dari kelas yang lain. Paling sedikit terdapat siswanya. Kelas Platinum.
Sebuah kelas yang hanya berisi siswa-siswi spesial terutama dari kemampuan otaknya. Namun sedikit dari mereka yang mau menggunakannya untuk kebaikan seperti mengikuti lomba atau mengharumkan nama sekolah. Mereka lebih sibuk dengan aktivitas pamer dan membuat ulah. Mereka berpikir bahwa keberadaan mereka di sekolah saja sudah mengharumkan nama baik sekolah karena mereka memang siswa cerdas. Seperti Geng Perfect contohnya.
Sedangkan kelas lainnya yaitu Kelas Reguler. Kelas yang isinya terdapat siswa-siswi normal yang tujuannya hanya untuk lulus. Tidak membuat masalah dan menjadi murid baik adalah jalan hidup mereka di sekolah favorit nomor satu di kota itu.
Kelas Reguler adalah golongan yang isinya terdapat siswa-siswi dengan kemampuan dan bakat yang sering membawa nama harum sekolah. Biasanya murid-muridnya terdiri dari keluarga menengah ke bawah alias yang kesulitan dalam biaya sekolah. Mereka mengandalkan kemampuan dan prestasi mereka untuk membayar sekolah. Salah satunya dengan beasiswa.
“Ada apa dengan wajah si ketua Geng Perfect pagi ini? Kau terlihat sedang bahagia Naru.” Seru Tara melihat Naru yang telah berada di hadapan Geng Perfect. Dia hanya membalasnya dengan senyum yang semakin mengembang.
“Kalian akan segera tahu.” Jawab Johni membuat ketiga anggota Geng Perfect saling memandang satu sama lain.
“Eh! Apakah pagi ini tidak ada suara mengaji?” Tanya Naru tiba-tiba. Semua orang memandangnya heran. Naru terlihat celingukan melihat ke segala arah. Dari lantai dua dia melihat setiap orang yang keluar masuk dari gerbang sekolah. Seperti menunggu seseorang.
“Apakah ada yang melihat sosoknya hari ini? Padahal seharusnya pagi ini dia sudah mulai mengaji kan?” Pertanyaan itu muncul lagi. Langka dan mengejutkan. Membuat semua anggota geng terbelalak kaget sekaligus menyimpan tanya.
“Apa yang kau maksud itu gadis berjilbab bernama… Eh! Siapa namanya?” Tanya Tara berusaha mengingat.
“Eri! Bagaimana kau bisa melupakan murid saingan Geng Perfect itu!” Jawab Dion tak terima.
“Ya. Pagi ini sepertinya kita belum mendengar suaranya. Tapi, untuk apa kau menanyakannya?” Tanya Leon memandang Johni yang hanya menaikkan kedua bahu tak tahu.
“Eee… Ya. Maksudku… Apa kalian tak merasakan ada hal aneh? Seperti ada yang kurang ketika tak mendengar suara mengajinya? Kalian Islam kan? Jadi pasti merasakan apa yang aku rasakan selama ini.” Semua mata memandang Naru tak mengerti.
“Ya. Tapi aku tak merasakan perasaan aneh yang kau katakan itu. Lebih tepatnya aku tak mengerti apa yang kau ucapkan.” Seru Tara. Leon dan Dion kompak mengangguk mengiyakan.
“Lagi pula kenapa tiba-tiba kau membicarakan tentang agama?” Tanya Dion masih penasaran. Sebuah pertanyaan yang di aminkan anggota Geng Perfect. Naru terlihat bingung.
“John, bisa kau bantu aku?” Tanya Naru mengalihkan pembicaraan. Dia menghampiri Johni. Berbisik di telinganya.
“Tolong kau carikan informasi mengenai Eri. Kenapa hari ini dia tak terlihat di sekolah? Apakah sesuatu sedang terjadi padanya? Aku juga belum melihat Tori dan gengnya.” Johni mundur beberapa langkah. Terkejut dengan ucapan Naru. Semua orang semakin menunjukkan wajah penuh tanya.
“Tidak usah banyak bertanya. Lekaslah cepat cari informasi mengenai dia. Aku mengandalkanmu. Oke!” Lanjut Naru lagi membuat Johni hanya bisa menghela napas. Naru langsung berjalan memasuki kelas. Diiringi anggota Geng Perfect yang hanya bisa mengekornya tanpa berkata.
“Apakah sesuatu telah terjadi?” Tanya Tara. Johni hanya menggelengkan kepala berjalan di sampingnya.
“Sebentar lagi kau akan tahu. Jadi nikmati saja dulu.” Jawab Johni santai.
“Hei! Aku serius! Apakah kau tak terkejut mendengar ucapan Naru? Pagi hari dia sudah mengoceh tentang hal yang tak masuk akal. Dari mana dia mendapat pertanyaan itu? Lalu tiba-tiba dia membicarakan soal agama? Ini tidak masuk akal.” Lanjut Tara yang masih penasaran.
“Memang kenapa? Apakah kau takut jika ketua kita bertanya tentang agama Islam yang selama ini tertulis di identitasmu. Tapi sebenarnya itu hanyalah tulisan belaka?” Balas Johni sarkasme. Tara langsung meninju lengannya.
“Hei! Kenapa ucapanmu selalu benar?!” Johni tersenyum smirk. Tara berjalan menjauh.
“Aku juga menanyakan hal yang sama sepertimu, Tara. Ada apa dengan ketua kita?” Batin Johni memandang punggung Naru penuh selidik.