"Ma.. Mama bisa pergi ke hotel dulu malam ini?" Pram tidak bisa menyembunyikan perasaannya, hatinya gamang mengatakannya. Bukan karena meminta mamanya untuk menginap di luar rumah, tapi apa yang akan terjadi malam ini saat mamanya sudah di hotel.
"Ada apa?" Mamanya menelisik, alisnya terangkat, ingin menebak-nebak kemungkinan, ah semoga saja ini sudah waktunya. Sesuatu yang sangat dia inginkan sedari dulu.
"Pram akan menceraikan Sekar Ma, malam ini." Tatapan matanya kosong, dia tidak tahu benar perasaan apa yang sedang ia miliki sekarang. Benar dia tidak mencintai istrinya, namun menceraikan dia artinya membuatnya sebatang kara. Sekar telah kehilangan ibunya sebulan yang lalu. Dia tidak punya siapa-siapa lagi. Ya benar, perasaan iba. Itulah tepatnya.
Mata mama Pram berbinar, terlihat ada rasa kemenangan.
"Ya sudah, Mama segera memesan hotel sekarang. Kabari saja kapan Mama bisa kembali ke rumah."
Mama Pram mengetik-ngetik layar gawainya, lalu tersenyum puas.
Pram duduk sendiri di meja makan, dilihatnya meja makan yang selalu penuh dengan buah-buahan segar. Istrinya selalu menyiapkan makanan sehat untuk dia dan mamanya, bagaimana dengan Sekar? dia hanya mengambil jika terdapat sisa. Dia tahu karena sering mendapati istrinya makan buah saat dini hari.
Pram mengerti mamanya sering meminta nafkah bulanannya pada Sekar yang membuat dia berhemat sedemikian rupa. Bukan karena Mama kekurangan, sungguh kehidupan mereka sudah lebih dari cukup. Namun karena kebenciannya pada menantunya yang datang tiba-tiba setelah suaminya meninggal. Dulu sebelum papanya meninggal, mamanya sangat bersikap manis pada Sekar, semua pekerjaan rumah serba pembantu. Sekar menjadi putri kesayangan di rumah ini. Pram sendiri aneh dengan sikap mamanya yang berubah 180 derajat selepas papanya meninggal, dia paham betul bukan sifat mamanya seperti itu. Meskipun dia membenci seseorang, tidaklah sampai seperti itu. Tidaklah sampai memotong nafkah bulanan, tidaklah sampai membuat Sekar mengerjakan pekerjaan rumah tangga yang bisa dikerjakan pembantu, tidaklah sampai membuat istrinya bekerja di luar. Hemat kata, Tidaklah sampai membuat Sekar yang dulunya ceria menjadi sendu, yang dulunya berisi menjadi kurus. Ada apa?
Dia juga tidak bisa berkutik karena Rensia, cinta sejatinya yang telah dia rajut selama 5 tahun akan dilamar orang. Dia tidak akan bisa menemukan sosok Rensia dalam diri Sekar. Rensia adalah Rensia. Wanita matang yang melihatnya saja sudah membuat setengah hatinya gandrung, apalagi kalau sudah kenal dengan dia, sudah memahami karakternya. Hatinya adalah milik Rensia sepenuhnya, Sekar adalah batu terjalan kecil yang menyandung perjalanannya untuk menikah dengan Rensia, anggap saja seperti itu.