Dua hari setelah kematian Roana, perasaan sedih tentu masih saja membekas di hati Naraka. Tak bisa dipungkiri Roana yang hidup dengan bergelimang harta, memiliki keluarga yang harmonis, ternyata tidak menjamin bahwa dirinya akan hidup lebih lama.
Bagaimanapun juga hidup Roana memang sudah berakhir, namun hidup Naraka tentu masih berjalan dan tidak tahu kapan akan selesai.
Dengan perasaan yang masih sedih, Naraka berusaha melangkahkan kedua kakinya menuju area sekolah. Saat ingin menyebrang Naraka masih sempat melihat sebelah kiri dan kanannya, memantau tidak akan ada pengendara yang akan lewat saat dirinya menyebrang. Satu langkah, dua langkah, hingga seterusnya Naraka menyebrang dengan langkah yang masih aman, sampai dimana dirinya berada di dua langkah terakhir Naraka merasakan tubuhnya seketika melayang, dagunya berpapasan langsung dengan aspal sehingga menyebabkan darah yang bercucuran.
Jangan lupakan lengan dan kakinya juga mengalami luka gores yang cukup besar, dan bisa dipastikan seragam yang Naraka pakai sudah berlumuran dengan darah dan kotornya abu jalanan. Semua terasa kontras karena sekarang adalah hari senin, baju yang Naraka pakai adalah kemeja berwarna putih berlengan pendek, dan kaos kakinya juga kotor akan darah, rok abunya juga tak luput dari tetesan darah lengannya dan dagunya.
Rasanya Naraka ingin pulang saja, sakitnya memang tidak seberapa tapi sekarang keadaan jalanan menjadi begitu ramai karena dirinya yang membuat aspal yang tadinya berwarna hitam seketika berubah menjadi merah pekat.
"Aduh dek, ayo ibu bantu berdiri."
"Tolong pak!! Ini ayok kita angkat dia."
"Jangan takut kak, kita bantuin kok."
Hampir semua orang yang mengerumuni dirinya berkata demikian, perlahan tubuhnya diangkat oleh dua wanita paruh baya. Salah satu anak SMP dengan rambut kepang dua memegang tas rangselnya dengan begitu erat. Hal itu membuat Naraka tersenyum tipis.
"Maaf pak buk, biar saya yang bawa dia ke rumah sakit." Saat kedua wanita paruh baya itu sedang memapahnya yang diyakini ingin membawa kedalam sebuah taksi, seorang pria dengan tampilannya yang begitu rapi langsung datang menghampiri kerumunan dan ingin mengambil alih dirinya.
"Ohhh!!! Jadi kamu yang nabrak adek ini, kamu bisa bawa motor tidak?!!" wanita paruh baya yang berada dikerumunan itu, langsung saja berkata dengan nada tinggi kepada pria yang baru saja menabrak dirinya.
"Maaf bu, saya benar-benar tidak sengaja. Saya terlalu buru-buru." pria itu hanya berkata demikian, dengan tatapan tertuju padaku....ahhh lebih tepatnya pada luka yang berada ditubuhku.
"Buru-buru kamu bilang?!!! Kami semua juga buru-buru!!! tapi kami tidak sampai membuat orang kecelakaan. Lihat adik ini, seragamnya tadi putih, bersih, rapi tapi karena ulah kamu yang katanya buru-buru itu, seragam dia berubah jadi kotor terus banyak darah. Tanggung jawab kamu!!! Jangan jadi lelaki pecundang." emosi wanita paruh baya itu belum saja mereda, membuat keadaan semakin memanas.
"Iya bu.... saya pasti akan tanggung jawab, tolong bantu dia naik ke motor saya."
"Naik motor?!!! Kamu masih waras kah?!!! " emosi wanita paruh baya tersebut semakin menjadi-jadi, bagaimana mungkin pria ini membawa dirinya menggunakan motor yang.....naiknya saja begitu susah.
"Kamu tidak bisa melihat adik ini sudah kesakitan!!! Kamu dengan gampangnya bilang naik motor, kamu mau bikin dia celaka 2 kali kah?!!" wanita paruh baya itu hanya bisa menghela napas kasar, walaupun waktu terus berjalan nampaknya kerumunan ini belum juga mereda membuat luka yang berada pada tubuh Naraka mulai memberikan reaksi.
"Aduh bang... Yakali bawa naik motor. Itu juga motornya cuman muat dua orang, terus yang bakal pegang badan kakaknya dari belakang siapa dong?" Remaja yang sedang memegang tas ranselnya itu, juga memberikan protes yang hampir serupa dengan wanita paruh baya sebelumnya.