Yang Tenggelam di Dasar Kenangan

Herman Trisuhandi
Chapter #8

Bicaralah Hati-Hati

Kapan Riyo ulang tahun? Apakah kita perlu merayakannya?

 

Diam-diam, Ayah sering berkata padamu kalau Riyo dan Steven itu mirip satu sama lain. Kau tidak tahu, juga tidak minta diterangkan apa dan di bagian mana mereka tampak mirip. Hanya setiap kali mengatakannya, dengan raut wajah yang bergaris tegas ia memintamu untuk tidak menceritakannya pada siapa pun. Ayah juga tidak membicarakannya dengan siapa-siapa selain kepadamu. Sehingga, gara-gara rahasia kecil yang kalian simpan itu mendatangkan kesan jika ayahmu membenci Steven.

Namun kau juga kemudian berpikir, bagaimana Ayah bisa membenci orang yang telah memberikan sebagian besar waktu dan tenaganya untuk membangun keluarga ini. Bagaimana Ayah dapat mengabaikan tubuh besarnya yang sanggup menghalangi matahari demi keluarga ini. Bagaimana bisa. Bagaimana pun, cinta Steven sangat besar. Hampir-hampir tak ada yang menandinginya. Sehingga mustahil apabila Ayah menyimpan rasa benci padanya. Lebih pantas, Ayah berterima kasih pada Steven untuk dedikasinya pada keluarga. Untuk segenap tanggung jawab yang dia pikul tanpa diminta. Jadi, kata-kata semacam itu pasti tidak memiliki makna apa-apa. Walaupun akhirnya kau juga menyadari jika ayahmu bukan tipikal orang yang mudah bercanda. Sulit sekali rasanya membuat ayahmu tertawa, dan kau atau siapa saja lebih mudah mengajaknya berbicara sesuatu yang serius ketimbang yang tidak, rasa-rasanya tetap saja. Kau lebih memilih untuk berpikir bahwa kata-kata itu memang tidak memiliki makna apa pun.

Sampai pada suatu hari, kau mengira telah menemukan jawabannya. Yaitu manakala kau melihat Riyo makan bakpao daging. Saat kau bertanya siapa yang telah memberikannya bakpao daging, Grace tergopoh-gopoh datang dari dapur dan meminta maaf padamu. “Aku yang memberikannya,” katanya menjelaskan, “Sebetulnya karena kami tidak tahu kapan ia berulang tahun. Baik dirimu maupun June tak pernah ada yang membahasnya. Namun, Ibu mengingat dengan baik bahwa pada hari inilah kau membawa Riyo pulang. Jadi, Ibu memutuskan hari ini menjadi hari ulang tahunnya. Bakpao daging itu untuk kue ulang tahunnya, kalau kau tidak keberatan, Tim.”

“Tidak, aku tidak keberatan. Aku malah terima kasih.”

Waktu itu kau baru pulang dari luar kota. Teman kuliahmu dulu yang tinggal di Bandung menikah. Di kepalamu, hal-hal tentang June melayang-layang seperti debu yang disapu angin. Kau tidak sedang marah. Bahkan kau tidak memiliki perasaan spesifik semenjak perjalanan pulang dari Bandung ke Jakarta. Meskipun kau ingat bahwa hari itu tepat tahun kedua June tak memberimu kabar. Tepat memasuki bulan keempat Ayah meninggal. Tetapi, di dalam hatimu seperti tidak ada perasaan apa-apa. Sedihkah. Atau marahkah. Kau justru baru merasakan emosi begitu melihat Riyo dengan amat lahap makan bakpao daging. Di ruang tengah, Steven juga tengah mengudap makanan yang sama.

Gara-gara itulah kemudian kau mengingat Ayah. Mengingat kata-katanya yang diucapkan dengan sembunyi-sembunyi. Kesedihan yang sedingin es merambat naik dan membekukan dadamu. Di dalam kamar, kau ingin menghabiskan rasa sedih itu dengan mendengarkan film dari laptop. Kau membiarkan kesedihan itu menenggelamkanmu selama beberapa waktu, karena kau berpikir jika seharusnya sudah. Kesedihan itu menenggelamkanmu tadi. Karena sepanjang perjalanan dari Bandung ke Jakarta, pada saat itulah June muncul di dalam ingatanmu.

Dua hari setelah ulang tahun Ayah, empat tahun yang lalu, sewaktu kau kembali berusaha membujuk Ibu untuk membantumu membuat bakpao lagi, hampir seharian Ayah tak pulang. Kau yang merasa amarah Ayah padamu sudah reda meminta Ibu memberi tahunya bahwa kau hendak membuat perayaan kecil-kecilan. Menurut Ibu, Ayah diam saja yang berarti bahwa ia setuju. Lalu kau meminta seluruh keluargamu membantu. Semua orang tak ada yang keberatan. Termasuk Steven. Sewaktu semua orang sibuk di dapur, Ayah pergi membawa Riyo. Dia bilang hendak ke kios. Tapi begitu perayaannya telah siap, Ayah tak kunjung pulang. Meskipun telah dihubungi, Ayah tidak menjawab telepon siapa pun. Ketika kau dan Diana pergi menyusulnya, yang kalian temui hanya pegawai kios.

***

Ayah pergi berkumpul bersama teman-temannya. Ia membeli arak dan memesan masakan Cina dari restoran. Istri salah seorang teman Ayah berceletuk bahwa ia bisa memasak semua masakan itu dan ia hanya tinggal memberikan uang padanya. Tapi dengan suara yang agak tinggi Ayah menolak. “Tidak perlu,” katanya. “Hari besar seperti ini tidak datang setiap hari. Makan makanan restoran juga tidak setiap hari. Jadi tidak masalah.”

“Memang tidak masalah. Hanya saja, Tuan. Sebetulnya kau membuatku bingung. Kau datang sambil memerintah ini itu yang jelas tidak bisa kami tolak. Tapi kau juga tidak menjelaskan untuk apa kami harus mengerjakan semua perintahmu. Tolong terangkanlah. Apakah ini berarti kau hendak mengawinkan Riyo? Sejak beberapa pekan lalu, kau lebih sering membawanya ke mana-mana.”

Lihat selengkapnya