Sekarang pukul berapa? June, bangunlah! Jangan terlambat. Kau sudah tidur lama sekali. Bahkan lebih lama dari biasanya. Tetanggamu sampai-sampai mengira kau mati, atau kalau tidak kabur karena tak sanggup membayar uang sewa. June cepat bangun! Kau harus mencari nafkah. Kau juga tak boleh lupa menyiram tanaman dan memberinya pupuk. Kemarin kau terlambat dan teman serumahmu ngomel-ngomel sepanjang malam. Bahkan ia mengomel dengan mulut yang penuh nasi kepal yang diisi telur dadar dan rumput laut. June, jangan lupa, kalau ngomel, orang Jepang itu suka mengungkit-ungkit jasanya kepadamu. Bukankah kau merasa risih dengan itu? Dia tak peduli tempat. Minggu lalu dia mengingatkanmu untuk tidak lupa membersihkan kamar mandi dan toilet saat kalian sedang di dalam kereta. Minggu lalunya lagi dia bertanya tanpa tedeng aling-aling, juga di dalam kereta. Suaranya yang serak terdengar seperti bunyi kecipak air. Kau ingin menghindar, tapi tak bisa. Kalau kau menghindar, orang-orang akan berpikiran buruk tentangmu. “Apakah kau merebus ikan dengan panci pengukus? Maaf, aku lupa bertanya padamu saat masih di rumah. Jadi, aku segera menanyakannya padamu selagi ingat. Ini karena sudah beberapa kali kukatakan, tapi kau masih lalai juga. Jangan menggunakan panci pengukus untuk merebus. Kau ini kenapa? Lupa apa bagaimana? Aku bahkan sudah melabeli setiap barang, menulisnya dengan huruf latin sesuai pesan kakakku. Walaupun kau hafal baca tulis huruf Jepang, tapi demi menghindari segala hal yang tak mungkin aku mengikuti petunjuk kakakku seperti aku ini orang bodoh saja. Atau kau kesal padaku?” Ia memandangmu seperti pencuri. Orang-orang memandangmu seperti ia memandangmu.
“Lain kali tolong jangan seperti ini,” ia melanjutkan sambil membungkuk padamu. Membuat orang-orang mengira kau telah berbuat tidak senonoh padanya.
“Hei! Kau ini apa-apaan! Tolong jangan begitu. Kau salah mengerti, aku tidak melakukan seperti apa yang kaukatakan.”
“Di mana letak salah mengertinya? Aku mengatakan persis seperti kenyataannya.”
June, jangan bertengkar. Ingat pesanku. Ingat dengan baik-baik, jangan bertengkar. Jangan berdebat dengannya di tempat ramai.
“Kenyataannya tidak seperti itu. Aku mengukus. Bukan merebus. Lagi pula, tanpa kau memberi label pada tiap barang pun aku tahu cara menggunakannya.” Aku tidak menanggapinya karena mau bertengkar dengannya. Sebab kalau tidak diluruskan, kesalahpahaman ini akan membuat buruk hubungan kami. Nantinya, bukan tidak mungkin juga akan membuat buruk hubungan kita. Karena bagaimana pun dia adikmu. Kau pasti lebih memilih membelanya.
“Tapi kenapa panci pengukusnya kotor sekali? Ada lengket kerak di bagian dindingnya. Kau bahkan tidak membuang air rebusannya. Bukankah itu cukup mudah? Tolonglah, hubunganku dengan kakakku belakangan sedang tidak baik. Kami tidak bicara entah sampai kapan. Tolong jangan membuat suasananya semakin buruk.”
June sekarang ayo bangun! Mungkin benar gadis itu, Nezumi, hanya sedang kalut karena kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Tada kakak laki-laki satu-satunya. Keluarganya satu-satunya yang tersisa setelah tragedi mengerikan itu. Meski kau sedang merencanakan banyak hal bersamanya—seperti misalnya pindah ke Helsinski, tapi kau ingin ke Korsika di Prancis karena kau terpikat dengan negeri itu, atau pergi ke India dan mencari rahim pengganti karena rahimmu tidak berfungsi cukup baik sebagai rahim, sehingga kalau laki-laki itu ingin memiliki anak kandung, anak dari benihnya sendiri, menemukan solusinya tak akan sesusah menemukan jarum di malam hari—namun, kau tidak memilikinya sepenuhnya. Laki-laki di mana saja adalah tiang gantungan keluarga. Seluruh keluarga bergantung padanya. Lebih-lebih laki-laki yang kaukenal dua tahun lalu itu telah hidup bersama dengan adiknya selama lebih dari dua puluh lima tahun. Mereka hidup bersama selama itu setelah api menghabiskan seluruh rumah dan anggota keluarganya yang lain. Kalau ayahnya tak memaksa Tada membawa adiknya pergi ke sekolah hari itu, pasti mereka juga ikut tewas dalam tragedi tiga puluh tiga tahun silam itu. Mereka telah hidup dengan banyak cara. Seperti yang diceritakan padamu, Tada dan adiknya pergi ke pasar untuk mengumpulkan sayuran sisa yang dibuang. Mereka juga mengumpulkan apa saja supaya bisa hidup terus. Ketika Tada sakit sehabis ditabrak kendaraan bermotor, laki-lakimu itu mengalami patah tulang, siapa lagi yang merawat kalau bukan adiknya. Sewaktu adiknya mengalami masa-masa sulit di SMA kakak lelakinyalah yang datang menyelesaikan masalah yang gadis malang itu hadapi.
Empat bulan yang lalu, saat kau muncul di depan pintu rumahnya, itu adalah kali pertama Tada mengunjungi Nezumi setelah hampir setahun mereka tak saling mengunjungi. Gara-garanya karena Nezumi memutuskan membawa laki-laki yang sudah beristri itu tinggal di rumahnya. Walaupun laki-laki itu juga sudah lama berpisah dengan istrinya, tapi mereka belum resmi bercerai. Tada meminta agar apa pun keputusan mereka, lebih baik adalah setelah status laki-laki itu jelas. Tapi adiknya bersikeras. “Orang yang kumpul kebo juga sama banyaknya. Dan kalau kau sempat, Kak. Kalau sempat saja, coba kau tanyakan apakah semua pasangan yang tinggal di daerah sini adalah pasangan yang telah resmi menikah? Kak, tolonglah. Untuk permasalahan ini jangan ikut campur. Kami lebih dari sekadar mampu untuk mengatasinya berdua saja. Sekali maaf. Tolong maafkan aku.”
Semenjak saat itu, Tada tak pernah menginjakkan kakinya lagi di rumah. Mereka yang tinggal terpisah semenjak lulus kuliah dan bekerja, memudahkan Tada membawa jauh-jauh perasaannya yang tersakiti. Walau sudah meminta maaf, Tada jarang mau menemui adiknya. Termasuk saat ia datang jauh-jauh dari Kyoto ke Tokyo untuk merayakan ulang tahunnya di sebuah bar, Tada sengaja datang di menit-menit akhir sebelum bar itu tutup. Nezumi kemudian mulai tak menghubungi kakaknya lagi. Ia bahkan tidak mengabarinya saat keguguran, atau ketika akhirnya ia memilih mengakhiri hubungannya dengan laki-laki yang dibela mati-matian itu. (Untuk masalah ini, Tada tak mencari tahu. Ia hanya mendapat kabar bahwa laki-laki itu pergi saat pertengahan musim gugur, dan mulai hari itu adiknya terlihat sering menghadiri pusat kebugaran, lari pagi, dan bahkan memangkas rambutnya. Bagi Tada, hal-hal baik itu cukup bagus untuk ia dengar sehingga ia tak memerlukan keterangan yang lain. Seperti misalnya, mencari tahu penyebab mereka putus. Apakah laki-laki itu menyakitinya? Apakah ia menipunya?)
Walau keberatan, demi kakaknya Nezumi menerimamu tinggal di sana bersamanya. Tentu saja tidak gratis. Kau juga membayar uang sewa dan semua sesuai kesepakatan. Selain itu, kau juga harus menyetujui persyaratan aneh yang diajukan gadis itu—yang usianya seusia kakak perempuan terakhir Timothius, bahwa kau dilarang mengajaknya bicara selain hal-hal formil. Pokoknya tak boleh ada percakapan apa-apa karena ia tak mau menjadi dekat denganmu. “Ini karena semenjak putus dengan pacarku, aku mulai menjauh dari hubungan dengan orang-orang di luar apa yang kami perlukan. Jadi, kumohon kau mengerti. (Sejujurnya ini juga berkaitan dengan kakakku, walau aku berterima kasih padamu, sangat berterima kasih karena kau telah membawanya padaku, tapi aku tak mau memiliki kedekatan selain dengan kakakku. Jelas karena ia satu-satunya keluargaku yang tersisa, itu saja)
Sewaktu kakak beradik itu bercengkerama dengan begitu intim hingga larut malam, dan gadis berwajah tirus itu memasak banyak sekali makanan yang enak-enak, kau tak tahu ada hal semacam itu sebelumnya di antara mereka. Bahkan kau tak menduga bahwa itu percakapan panjang mereka selama hampir setahun. Sewaktu Tada menginap, ia bahkan bangun lebih pagi dan menyiapkan air panas untuknya. (Waktu itu karena mesin pemanas airnya rusak dan baru dibetulkan setelah kau datang) Sewaktu Tada hendak kembali ke Tokyo, Nezumi memegangi erat-erat lengan kakaknya sambil berujar manja padanya.
“Kak ... lekaslah kembali ke sini. Aku menanam sayur mayur di pot-pot kecil dan itu lebih dari sekadar lumayan. Kalau kau datang aku akan memasak lebih banyak lagi agar kau gendut seperti waktu kita kecil dulu.”