Yang Terbuang

silvi budiyanti
Chapter #2

Bab 2

Tepat satu minggu aku lahir, sesuai dengan janji para orang tuaku mama dan papa adopsiku pun menjemputku ke Bandung. Ya papa Juniar dan mama Sofiaku, mereka sangat menyayangiku dan memberikan nama yang indah untuk aku "Sintia Budiyanti" , kami pun mulai hidup di lampung, kami dari keluarga yang berkecukupan. Tapi bagaimanakah keseharian mereka sebelum aku bergabungnya?, pastilah mereka hanya berteman dengan sepi.

Sudah genap empat tahun papa dan mamaku menikah, sejak tahun 1982 tetapi mereka belum juga di karuniai putra atau putri yang di idamkan selama ini. Mama dan papaku mantan atlet, latar belakang pendidikan mereka SMOA Bandung atau setara SMK bagian olah raga, papa memiliki hobi lari gawang dan menjadi atlet PON 8, sedangkan mama memiliki hobi sepak bola putri. Ya tahun 80an olah raga itu sempat terkenal di beberapa kota di Indonesia. Klub sepak bola mamaku bernama Priangan. Nah itulah yang menjadi cikal bakal nama bisnis konveksi mamaku sampai kini, dengan alasan agar terus terkenang.

Ya mereka menikah di umur yang sudah cukup matang, papaku berumur 31 tahun dan mamaku berumur 30 tahun saat itu. Mungkin itu salah satu penyebab mama dan papaku tidak di karuniai keturunan.

Nenek dan kakekku baik dari pihak mama, atau pun dari pihak papa bekerja sebagai pensiunan Abri, Dulu sebelum kemerdekaan Indonesia Cimahi jadi basis militer, ya pasti dong kakek dan buyut kami semua wajib ikut berjuang merintis kemerdekaan. Kakekku, kakaknya, sepupunya hampir semua bekerja sebagai seorang Abri. Ya mereka memiliki watak yang keras, tegas, teratur, menjaga adat istiadat, agama, sopan santun dan tata krama. Segalanya bagi mereka nomor satu dan wajib diterapkan dalam hidup. Yang secara tidak langsung semua itu di ikuti oleh anak dan cucunya termasuk aku. Kakekku memiliki hobi bercerita, beliau suka bercerita kepadaku kisah-kisah perang dan perjuangan bangsa khususnya area Bandung dan Jawa barat, hampir setiap siang hari sambil duduk di pangkuan kakekku, aku dengarkan semua ceritanya, aku yang masih di bawah lima tahun, bagiku semua cerita kakek keren, sampai-sampai aku tertidur karna lelah mendengarnya. Hampir semua kisah -kisah pendirian batalion Siliwangi Cimahi Bandung, kakek orangnya tegas dan dia punya sapu rotan yang biasa di pukulkan ke cucunya yang tidak nunut dan bandel pastinya.

Sedangkan nenekku banyak yang pintar bahasa Belanda dan Jepang tiap hari yang diajarkan adalah sebuah nyanyian untukku yang berbahasa Belanda atau Jepang, tapi sekarang aku telah lupa bait dan nada-nadanya. Lucu, gembira dan terhibur sekali aku melihatnya. Nenek sering bernyanyi di dapur, sambil masak untuk makan malam kami.

Mungkin cerita ini akan selalu di kenang kelak. Yang pasti sudah sangat jarang kita temui di zaman milenium seperti sekarang. Sangat seru sekali saat kecil, nenek dan kakek sering tinggal sementara di Lampung bersama kami, jadi rumah tidak terasa kosong dan sepi saat mama dan papa pergi ke kantor.

Lihat selengkapnya