"Ada klien tuh," kata Mita mendekati Maya yang tengah mengurus pakaian.
"Terus? Diurus dong, Ta. Ini kan aku lagi ada kerjaan lain," ucap Maya merasa aneh dengan sikap Mita.
"Nggak bisa, ini klien khusus buat kamu hari ini," ujar Mita kembali memaksa Maya untuk mengurus klien itu.
Maya mendeham sebagai jawaban, lalu pergi dari sana mengurus klien yang ada. Padahal biasanya juga Mita yang mengurusnya, kalau sepakat baru ketemu Maya.
Kemudian Maya sampai di depan dan menatap punggung seorang klien laki-laki.
"Selama siang, Bapak. Ada yang bisa dibantu?" sapa Maya sekaligus bertanya dengan ramah.
Laki-laki itu membalikkan tubuhnya yang langsung membuat membuat Maya sesaat tercekat diam.
"Saya mau cari jas, Mbak," jawab laki-laki itu yang tak lain adalah Rendra.
"Ndra, katanya kamu pindah ke Surabaya kok di sini?" Maya bertanya lagi, meskipun sedikit gugup karena bertemu kembali dengan mantan pacarnya dulu saat kuliah, sebelum berpacaran dengan Ardi.
"Ada yang harus aku lakukan di sini, makanya aku mau beli jas," ujar Rendra.
"Ada banyak pilihan jas di sini, tapi kalau kamu kurang cocok mungkin bisa request, jadinya agak lama sih," kata Maya.
"Sebenarnya aku makainya nggak langsung, sekitar minggu depan, jadi aku bisa pesan dulu kan."
Mendengar apa yang dikatakan Rendra, Maya pun menggangguk dan meminta Rendra untuk menunggu sebentar di sana setelah itu Maya kembali dengan buku kecil dan meteran kain.
"Kita ukur dulu, ya." Begitu kata Maya. Rendra hanya mengikuti apa yang dikatakan Maya. Setelahnya Maya mulai menghitung beberapa bagian tubuh Rendra. "Sudah. Kamu bisa pilih-pilih desain dan kainnya setelah ini."
"Kalau milihnya sambil makan siang gimana? Sekalian kita ngobrol, tapi kalau kamu nggak mau aku nggak maksa." Rendra mengatakan hal itu sambil tersenyum penuh harap.
"Boleh, sebentar lagi juga jam makan siang, aku istirahat. Jadi nggak ada alasan aku menolak ajakan klien," kata Maya ikut ramah.
Saat Maya dan Rendra tengah mengobrol itulah terdengar suara bising yang memanggil nama Maya. Hingga membuat Maya merasa resah, saat dia mulai melihat ke arah lain ada mertuanya di sana.
"Ndra, tunggu di sini dulu ya."
Setelah mengatakan hal itu Maya berlalu pergi menuju mertuanya yang entah kenapa tiba-tiba ada di sana.
"Mama, ngapain di sini?" Begitu tanya Maya dengan wajah yang panik.
"Emang nggak boleh Mama ke sini?" Mirna bertanya balik seolah tak terima dengan pertanyaan Maya.
"Bukan gitu, Mama tiba-tiba datang ke sini, nggak ngomong lagi. Mama ke sini sama siapa dan mau ngapain?" Mama terus bertanya mencari tahu alasan Mirna datang.
"Naik taksi tadi, Mama bosan di rumah, jadinya ke sini. Lagian Mama mau lihat butik kamu yang katanya terkenal ini, Mama mau lihat baju-bajunya," papar Mirna.
"Mama lihat-lihat aja kalau ada yang cocok ambil, bilang sama asistenku nanti ya," ujar Maya.
"Kenapa harus bilang sama asistenmu, bukannya ini butik punya kamu?"
Maya menarik napas dengan ucapan mertuanya itu. Bingung dia harus menjawab apa.
"Biar nanti data penjualan, Ma. Sama dikasih plastik." Maya menjawab seandainya.
Kemudian Mirna meninggalkan Maya sambil melihat-lihat butik itu. Maya pun memanggil Mita untuk menemani mertunya dan melihat apa saja yang dipanggil.
Tak lama Maya kembali ke hadapan Rendra, bersikap seolah tak terjadi apapun.
"Pelanggan tetapmu ya? Sampai manggil kamu gitu," tanya Rendra.
"Iya pelanggan tetap, nyebelin orangnya jadi biar Mita aja yang ngurus," jawab Maya sekenanya. Sesaat Maya memeriksa jam di tangan kanannya. "Udah makan siang, yuk kita pergi."
30 menit kemudian mereka sampai di salah satu restoran yang sebenarnya tak begitu jauh dari butik, hanya saja jalanan yang macet di jam makan siang membuat mereka sedikit lama.