Yang Terjadi Setelah Kita Menikah

barabercerita
Chapter #6

LIMA

Anita masuk ke kamarnya, duduk di ujung tempat tidur sambil membiarkan air matanya yang terus mengalir membasahi pipi. 

Dia ingin sekali mengatakan semua hal yang ada di hatinya tentang perlakuan yang tak baik itu, tetapi semua itu hanya sekedar keluhan yang tak keluar. 

Tak berapa lama suaminya-Satria ikut masuk ke kamar dan melihat Anita yang cepat-cepat menghapus air matanya. 

"Maaf," kata Satri lirih. 

Berulang kali Satria menelan salivanya melihat keadaan Anita yang pasti saat ini sedang tidak baik-baik saja. 

"Kenapa sih kamu nggak pernah ngomong sejujurnya sama orang tuamu soal kondisi kita." Begitu kata Anita, kemudian dia bangkit dan mendekati Satria. "Meskipun kondisi ini ada masalahnya di kamu."

"Aku nggak sanggup ngomong ke Mama, Nit," kata Satria sambil mencoba memegang tubuh Anita. 

Anita menepis tangan itu dengan cepat, lalu berkata, "Berulang kali ya, Sat. Berulang kali aku minta ke kamu buat jujur, tapi kamu selalu ngomong nggak sanggup. Sementara kamu bisa melihat keluargamu mencaci-makiku hanya karena lima tahun menikah belum punya anak." 

"Harusnya posisiku sekarang ini posisimu. Keluargamu kolot, dipikir kalau suami-istri belum punya anak yang mandul itu cuma istri, padahal penentu terbesar kehamilan itu suami. Kamu sepertinya lebih senang lihat aku nangis dan terus mendam sakit hati, dari pada ngomong jujur. Apa sih yang mau kamu cari?! Supaya orang tuamu nggak kecewa?! Gila ya kamu?!"

Anita lelah. Terus memendam rasa sakit itu terus menerus. Pernikahan selama lima tahu terasa begitu hambar, tak ada yang istimewa, bahkan kebahagiaan pun tak terlihat lagi. 

"Bilang sama orang tuamu, kalau mereka mau cucu suruh anaknya adopsi."

Setelah mengatakan hal itu Anita pun berlalu pergi dari hadapan Satria. Anita mengambil tasnya dengan cepat, keluar rumah dan masuk ke mobilnya. 

Mungkin pergi dalam beberapa waktu akan memenangkan pikirannya karena semua kesedihan saat itu tumpah dalam sekejap. 

Lelah, sedih, sakit hati, dan bingung. Menjadi satu dalam pikiran dan hatinya saat ini. 

Anita tak habis pikir, apa yang sebenarnya ada dalam otak Satria. Dia tak mau mengatakan sejujurnya pada orang tuanya, sementara dirinya terus membuat Anita kecewa. 

Satria tak mau melepaskan Anita begitu saja, padahal Anita sudah sejak lama ingin bercerai, tetapi Satria tetap tidak mau. Entah Satria begitu sayang pada Anita atau jika bercerai dengan Anita gunjingan akan semakin besar, lalu orang tuanya tahu bahwa dirinya mandul. 

Orang tuanya pasti juga akan kecewa dan akhirnya malu, mungkin mereka tidak akan menyesal telah menyakiti Anita, yang mereka takutkan adalah omongan orang kanan-kiri, bahwa anak lelaki mereka yang selalu dibanggakan ternyata tidak "sehat."

Orang tua Satria memang tidak tinggal bersamanya dan Anita, tetapi sering datang hanya sekedar ingin melihat Satria dalam kehidupannya. Padahal Satria sudah berusia 30 tahun, bukan anak-anak yang perlu dijenguk setiap hari. 

Anita yang bekerja sebagai seorang dokter jarang berada di rumah, saat mertuanya itu datang ada saja hal-hal yang dia katakan. Termasuk kenapa sampai lima tahun mereka menikah belum juga memiliki anak. 

Satria dan Anita tentu saja diam. Satria diam untuk menutupi dirinya yang mandul sedangkan Anita diam karena cacian dari mertuanya, yang tak lain menganggap bahwa Anita tak subur. 

Tahun kedua pernikahan semuanya belum ada masalah, tetapi orang tua Satria datang membawakan makanan dan vitamin untuk Anita yang katanya perangsang kehamilan, bahkan pernah pada tahun ketiga orang tuanya mencoba meminta Satria dan Anita program kehamilan. 

Namun, tak akan pernah berhasil karena yang tak bisa memiliki anak adalah dari sumbernya. 

Bahkan pernah satu kali, sekitar dua bulan lalu Satria diminta untuk menikah lagi, berpoligami untuk cepat mendapatkan keturunan. Saat itu Anita sebenarnya sudah benar-benar muak dan ingin pergi dari rumah itu, tetapi Satria mencegahnya. 

Satria meminta maaf, memohon kepada Anita untuk tidak pergi karena dia tak akan mungkin pernah menikah lagi. 

Sementara itu hari ini, orang tua Satria kembali datang, dengan tatapan sinis pada Anita dan langsung bersuara sangat jelas. 

"Coba kalau rumah ini ada anak kecilnya, pasti ramai nggak kayak gini udah kayak kuburan sepinya."

Perkataan itu sangat jelas ditelinga Anita yang membuat Anita langsung sakit hati. Anita pikir itu yang terakhir, tetapi banyak kalimat tambahan bahkan sampai mengatakan kalau Anita tak bisa memiliki anak, meminta Satria menceraikannya dan menikah dengan perempuan yang lebih subur. 

Padahal awal menikah dengan Satria, Anita pikir mertuanya itu orang yang terdidik dan terpelajar, tetapi pikirannya salah. Mereka hanyalah orang tua yang kolot dan tak pernah belajar. 

Apa mereka tak tahu jika penyebab kehamilan terbesar adalah kesehatan sang suami, bukan sang istri? 

Lihat selengkapnya