Ardi sudah kembali dari dinasnya, setelah tiga hari berada di luar kota. Sekembalinya Ardi bersamaan dengan Maya yang juga dari butiknya.
Maya sangat bahagia saat melihat Ardi kembali, meskipun mereka hanya berpisah beberapa hari saja dan mereka juga masih bisa berhubungan lewat pesan dari ponsel masing-masing.
Beberapa waktu setelah kedatangan Ardi, saat ini dia dan Maya tengah berada di kamar, menikmati waktu hanya berdua saja, tanpa gangguan sang mama.
Saat itu juga mereka telah selesai menikmati makan malam bersama.
"Mas lihat kamu pasang banyak CCTV, Sayang. Buat apa?" tanya Ardi saat Maya tengah memijat punggungnya dari belakang, ketika Ardi dan Maya duduk di atas tempat tidur.
"Buat jaga-jaga aja, Mas. Selama kamu pergi kan aku sama Mama was-was kalau ada apa-apa, jadi kalaupun ada masalah kan bisa sebagai barang bukti. Lagian kan selama kita tinggal di sini juga belum pasang CCTV. Penting, 'kan?" jawab Maya saat itu, yang juga diakhiri pertanyaan.
"Penting dong, Sayang. Mas juga belum sempat beli kan. Tapi untungnya udah keduluan kamu," kata Ardi.
"Itu juga rekomendasi dari Mitha, Mas. CCTV-nya bagus lho, bisa nangkap suara, bisa diakses lewat ponsel, terus rekamannya nggak bakalan hilang sampai satu bulan," ujar Maya menjelaskan dengan antusias. Dengan begitu supaya Ardi tahu dan bisa memantau apa yang terjadi nanti di rumah itu.
Lagi pula jika tidak begitu, mau bagaimana lagi Maya mengatakan perlakuan mamanya selama tinggal di sana lebih dari satu bulan.
Maya pikir itu berhasil, sebab semenjak Maya memasangnya tak ada lagi perlakuan aneh dari mertuanya, tak ada pembicaraan menyebalkan yang diucapkannya apalagi sampai berbuat yang lebih dari itu.
"Oiya Sayang, dua hari Mas libur, gimana kalau jalan-jalan, ke puncak misalnya," kata Ardi kemudian.
"Eh kok mendadak gini, Mas." Maya terkejut dengan ucapan Ardi.
"Mas juga baru ingat sih kalau Mas libur, dan ini juga ngajaknya tiba-tiba aja. Gimana, mau kan besok?" Ardi kembali bertanya.
"Kita bertiga kan sama, Mama?" Kini Maya yang bertanya. Sebenarnya itu bukan sebuah pertanyaan hanya meyakinkan bahwa Ardi tentang mamanya.
Meskipun Maya sebenarnya tidak menginginkan mertuanya itu untuk ikut liburan yang sudah mereka inginkan selama ini, walau begitu mendadak.
"Mama bilang mau tempat Mas Danu besok, Yang. Mau tinggal di sana untuk dua malam, kangen cucu-cucunya katanya," jawab Ardi kemudian.
"Oh begitu," kata Mata lemas, dia tak mungkin memperlihatkan wajah bahagianya di depan Ardi begitu saja, mendrama sedikit seolah dia menantu yang sayang dengan mertuanya.
"Kenapa? Kamu mau ngajak Mama juga?" tanya Ardi menatap wajah Maya kini tanpa membalikkan tubuhnya dan hanya menengok ke belakang.
"Eh enggak. Kalau Mama mau ke tempat Mas Danu sama Mbak Anna ya nggak apa-apa dong, mereka pasti juga senang." Maya lekas menjawab itu supaya Ardi tak berubah pikiran.
Justru dengan tidak adanya mertuanya itu dia pasti akan jauh lebih bahagia, bisa menikmati waktu berdua hanya dengan Ardi saja, anggap saja itu sebagai honey moon mereka yang kedua. Sudah beberapa bulan ini hidupnya penuh dengan sang mertua, tidak ada ruang privasi untuknya dan Ardi.
Terasa sangat menjengkelkan, tetapi mau bagaimana lagi, Maya tak bisa melakukan apapun, dia hanya menerima saja kedatangan mertuanya itu dan menganggap seperti mamanya sendiri. Itu permintaan Ardi.
Namun, nyatanya sampai hari ini hal itu tidak akan pernah terjadi. Ardi memintanya seperti itu, sementara mertunya tidak pernah menganggap dirinya seperti anak kandungnya, dia hanya orang asing di rumah yang mereka huni.
***
Pada hari yang sudah disepakati Ardi dan Maya bersiap untuk liburan mereka ke puncak, menikmati saat-saat hanya berdua kembali, sementara mertuanya tak akan ikut.
"Ardi sama Maya nginap di sana, Ma. Besok atau lusa pulangnya," kata Ardi saat mereka tengah menikmati sarapan. "Mama tunggu di sana ya. Nggak apa-apa, 'kan?"
Sang mama menatap Ardi sesaat kemudian berkata, "Nggak apa-apa, itung-itung supaya kalian bisa menikmati liburan berdua. Honey moon, siapa tahu bisa punya anak cepat. Iyakan, Maya."
Maya yang ditanya begitu hanya bisa mengangguk kemudian tersenyum. Entah apa maksud dari ucapan mertuanya itu, membuat curiga saja.
"Yaudah kalau gitu. Bentar lagi Mas Danu jemput Mama, kita bareng pergi."